1

353 Words
Telepon dan pesan singkat yang masuk di ponselnya beberapa jam lalu masih terbayang di pikirannya. Setelah enam bulan usaha menghilangkan trauma, siapkah ia untuk masuk katalog ibu pengganti lagi? Perlu waktu lama menghilangkan trauma setiap kali 'kehilangan' anak yang ia kandung, meski sebenarnya ia sejak awal tidak pernah ada hak atas anak-anak yang dikandungnya. Ia ingin bisa seperti sesama ibu pengganti lain yang bisa dengan mudah menghilangkan ikatan batin dengan janin yang mereka bawa dalam rahim selama sembilan bulan lebih. Jika berbicara tentang uang yang dihasilkan, tentu saja menjadi surrogate amat menjanjikan. Ia hanya perlu memastikan janin yang dikandungnya baik-baik saja sampai tiba saat melahirkan, kemudian melahirkan bayi yang dikandungnya sesuai dengan apa yang diinginkan penyewa rahimnya, baik melalui operasi maupun melahirkan melalui v****a, sebelum kemudian berhenti berhubungan dengan mereka kecuali atas ingin mereka. Setidaknya begitu yang tertulis di kontrak. Biaya yang didapat sebagai surrogate cukup memenuhi kebutuhannya berbulan-bulan tanpa perlu sibuk mengurus dan membuka toko bunga yang sudah ia miliki sejak bangku kuliah. Ia tidak perlu mencari uang untuk bertahan hidup sejak ia dan calon orang tua yang akan menggunakan jasanya menandatangani surat persetujuan sampai anak yang dikandungnya lahir. Tapi bukan itu tujuan awal ia menjadi surrogate mother. Ia hanya berniat membantu pasangan yang kesulitan memiliki anak. Ia punya rahim yang sehat, sel telur yang fertil, fisik yang baik, dan ia menikmati proses hamil. Tidak ada salahnya jika ia membantu pasangan kurang beruntung dengan menjadi surrogate mother. Ia terlalu menikmati proses hamil, membentuk kontak batin dengan janin dalam kandungannya sampai ia seringkali takut jika tiba waktu melahirkan. Melahirkan sama halnya dengan pesta perpisahan yang harus ia lalui. Dan, seperti halnya perpisahan, beberapa ada yang melihatnya sebagai pesta penuh suka cita sementara lainnya melihatnya sebagai peristiwa penuh duka. Luna melihatnya sama dengan opsi terakhir. Pikirannya beradu. Ia bisa saja menolak, tapi rasanya bukan Luna jika menolak permintaan orang yang membutuhkan bantuannya dan mementingkan perasaannya. Luna tidak pernah egois, bahkan pada dirinya sendiri. Maka ia mengambil ponselnya, menelepon salah satu nomor di daftar kontaknya yang sudah memburunya dengan banyak SMS dan telepon. "Ya, aku bersedia memulai lagi," katanya pada siapapun di ujung telepon sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD