Bab 2 Parfum itu

1026 Words
"Lho kok manggilnya sasha sih, emang merk penyedap." Aish sudah menggerutu karena panggilan sesuka hati yg diberikan Andra. "Haha iya iya, Aish. Jangan ribet ntar ditinggal pesawat. Buruan masukin tas kamu. Nanti kalau turun dari pesawat saya ambil lagi." Andra mencoba membetulkan rit tasnya. Ia berjanji sampai Daejeon bakal beli tas terbaik sebagai ganti tasnya yang sudah tidak layak pakai untuk travelling. Andra tanpa sadar mengulum senyum. Sejak menginjakkan kaki di tanah Yogya, senyum yang biasa hadir di wajah periangnya seolah tertinggal bersama kenangan masa lalu di kota Bandung. Menghadapi seorang gadis yang ceroboh dan bicara ceplas ceplos mengingatkan Andra pada sosok Nayla. Aish memiliki sifat hampir mirip dengan perempuan yang pernah dekat dengannya. Waktu memang tidak bisa diputar ulang. Kesalahan Andra adalah telah menyakiti hati Nayla. Ia merasa tidak pantas bersaing dengan dosennya. Di akhir cerita asmaranya, justru hubungannya dengan Cindy kandas. Masalah itu dipicu oleh kecemburuan Cindy karena perhatian Andra ke Nayla dinilai berlebihan. Cindy typikal perempuan manja berbeda jauh dengan Nayla yang mandiri. Andra terlanjur menerima tawaran Cindy untuk menjadi pacarnya. Siapa sangka kehidupan orang tua yang kaya raya membuat Cindy sesuka hati mempermainkan ketulusan. Saat kecemburuan Cindy berhasil diredam, ternyata masalah lain muncul. Suatu hari, Andra diminta menciumnya layaknya pasangan suami istri sebagai bukti cintanya. Sontak saja Andra menolak mati-matian, bisa-bisa dia diamuk ayah angkatnya yang merupakan seorang ustaz di kotanya. Alhasil, Cindy minta putus dan akan melanjutkan study ke luar negeri mengikuti orang tuanya. Andra tersenyum kecut dalam hati mengingat nasib yang ia terima harus kehilangan sosok Nayla yang ceria telah menikah dengan dosennya. Panggilan boarding maskapai menuju Incheon sudah menggema membuyarkan lamunan Andra tentang Nayla. Para penumpang mulai memasuki pesawat dan mencari nomer kursi sesuai tiketnya. Aish mendapat kursi di deretan pinggir bagian tengah. Mey dan mahasiswa lain serta tour guide ada di depannya dan satu mahasiswa di samping Aish. Satu kursi lagi di dekat jendela ternyata ditempati Andra. Entah kenapa setiap Aish melihat Andra, seperti terbang ke masa lalunya bersama Dika. Hanya saja Andra sering membuatnya kesal sejak pertemuan pertamanya tadi. Aish harus banyak belajar sabar dan ikhlas. Saat kondisi ekonomi keluarganya sedang jatuh, Dika adalah orang yang selalu menyemangatinya. Namun, laki-laki itu memilih merantau demi mencari pekerjaan yang layak, sementara Aish mencoba melanjutkan kuliah dengan mencari beasiswa. Aish selalu ingat kata-kata penyemangat Dika. "Bersabarlah ketika sesuatu hal yang sangat kamu sayangi hilang. Percayalah Allah sedang menyiapkan sesuatu hal yang lebih indah dari sebelumnya" "Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan." – (QS. Al Insyirah: 5) Aish mengulas senyum, masih ada kesempatan suatu saat ia berharap bisa berjumpa lagi dengan Dika. Setelah duduk di kursi masing-masing, Aish mendadak gelisah sama halnya Mey yang duduk di depannya. "Tenang aja kan ada banyak penumpang di pesawat ini. Jangan tegang gitu!" celetuk Andra berbisik, membuat Aish jantungan karena parfum Andra seolah menyihirnya. "Memangnya kenapa kalau ada banyak penumpang, Mas?" tanyanya penasaran. "Ya kalau jatuh kan nggak sendirian." "Astaga, kok ngomongnya jelek gitu?" "Astaghfirullah. Gara-gara kamu kan, saya ikutan bicara yang enggak-enggak." "Dih, malah nyalahin orang lain." Aish duduk dengan lirikan sinis ke sampingnya. Sejatinya ia mengamati safety belt yang sudah terpasang melingkar di pinggang Andra. "Ini lho, buruan dipakai. Sebentar lagi take off." Ucapan bernada ketus Andra dibalas Aish dengan senyum malu-malu. Ia belum tahu cara mengenakan safety belt. "Caranya pakai gimana, Mas?" Aish sudah menyengir kuda. "Sini." Aish tersentak saat Andra mengambil sabuk di sebelah kirinya. Jantungnya berdebar kencang. Ia hanya bisa mengucap istighfar dalam hati setelah terdengar bunyi klik. "Terima kasih," ucapnya terbata. Andra hanya membalas dengan berdehem. Pesawat perlahan mulai take off, Aish sedikit takut dan refleks mencengkeram lengan Andra saat take off. Tampak wajah tegang Aish sekilas dilihat Andra. Saat pesawat dalam posisi terbang stabil Aish segera melepaskan tangannya dari lengan Andra. "Eh, maaf Mas nggak sengaja. Maklum pertama kali jalan-jalan ke luar negeri, ups." Wajah Aish sudah memerah. Perjalanan Jakarta–Seoul memakan waktu sekitar delapan jam. Mereka naik maskapai milik Korea dan mendarat esok pagi waktu setempat. Selama perjalanan, Aish berdoa semoga diberi keselamatan. Ini adalah perjalanan pertamanya naik pesawat. Ia sebenarnya takut kalau mengingat ada insinden pesawat jatuh. Akan tetapi, pikiran itu segera dienyahkannya. Aish hanya ingin berprasangka baik pada Allah, ia pun segera berdoa untuk keselamatan perjalanannya. Karena merasa lelah, Aish tak sadar menyandarkan kepalanya di sisi samping bahu Andra. Sementara itu, Andra yang sudah terlelap terlebih dahulu sempat sadar ada yang menyenggol bahunya dan memilih membiarkannya. Aish sudah berada di alam mimpi saat terdengar dengkuran halus. "Aargh." Refleks tangan Andra menutup mulut Aish yang berteriak karena terkejut bersandar di bahu orang saat tersadar. ***** Setelah landing, rombongan Aisha, Mey dan tiga mahasiswa lainnya bersama tour guide transit di Bandara Internasional Incheon Korea Selatan. Bandara yang megah dan luas membuat Aish dan Mey terkesima. "Aku pikir Soeta itu sudah bandara yang megah, Aish. Ternyata Incheon lebih megah lagi." Aish menanggapi perkataan Mey dengan anggukan, matanya tak berhenti memandang luasnya area bandara dan keindahan desainnya. Tak salah jika bandara Incheon masuk dalam daftar bandara terbaik di dunia. Tidak hanya karena kondisi yang ada, tetapi bandara ini benar-benar memperlihatkan kebudayaan Korea. Kubah atap merupakan gambaran dari kuil tradisional Korea dan lorong-lorong dengan taman bunga yang asri. Bandara Incheon ini juga menjadi salah satu tempat lokasi syuting. Rombongan mereka mengikuti petunjuk arah transit menuju Busan. "Mey, jamnya jangan lupa distel!" ucap Aish setelah mendapat seruan dari tour guidenya. Perbedaan waktu Korea Indonesia adalah dua jam. Kini waktu setempat menunjukkan pukul 6 pagi, artinya dua jam lebih cepat dari jam di Indonesia. Tidak sampai satu jam mereka mulai boarding kembali untuk melanjutkan penerbangan ke Busan. Setelah turun di Bandara Internasional Gimhae, mereka menuju penginapan di hotel IA Busan. Mereka istirahat untuk melepas lelah supaya nanti bisa jalan-jalan menggunakan Subway (kereta bawah tanah). Ini pengalaman pertama karena di Indonesia belum ada saat itu, mungkin beberapa tahun ke depan akan dibangun juga di kota besar seperti Jakarta supaya mengurangi kemacetan. Mey dan Aish berada di satu kamar hotel, mereka merebahkan badan dan membiarkan koper di samping ranjang. "Aish nanti kita jalan-jalan naik Subway, ya," ajaknya dengan penuh semangat. "Memang Mey tahu jalurnya? Takutnya malah kita nyasar, iya ngga sih. Mana baru pertama kali mau naik Subway." Aish tampak menimbang-nimbang ajakan Mey.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD