4.

1848 Words
Terdengar suara gedebuk jatuh dari beban tubuh Leon yang berat, membebani mobil ketika mendarat mulus di atapnya. Harimau besar itu sempat berputar-putar di atas atap, mengira-ngira di mana pastinya letak bayi itu. Pendengaran tajamnya mengatakan bahwa bayi itu berada tepat di bawah kakinya. Leon segera beralih ke arah kaca jendela depan yang telah pecah berkeping-keping dan masuk dari sana. Tubuh besarnya cukup muat untuk masuk dari sana.   Leon semakin melangkah masuk ke bagian belakang mobil untuk mencari bayi itu. Suaranya semakin terdengar kencang di telinga kucingnya, ah maksudnya telinga harimaunya. Dan voila! Bayi itu ternyata jatuh menggelinding di bawah kursi. Pantas saja mata buas Leon tidak melihat sosoknya. Beberapa pecahan kaca jendela berada di sekitar bayi itu, dan suatu keajaiban bayi itu tidak mendapatkan luka dari kaca-kaca di sekitarnya. Selain dari sebuah benjolan kecil berwarna merah hampir ungu yang terletak di pelipis bagian kanannya.   Leon menundukkan kepalanya untuk melihat kondisi bayi itu, setelah dirinya menyingkirkan pecahan kaca yang telah menghalangi jalannya. Wajah besar harimaunya terlihat mengintip, seakan tengah mengajak bayi yang tengah berbaring tengkurap menghadap ke arahnya itu bercanda. Wajah berbulunya yang mungkin terlihat seperti seekor kucing besar di mata bayi itu, ternyata berhasil membuat tangisnya mereda secara perlahan. Tergantikan dengan wajah melongo yang disertai dengan bibir kecil terbuka lebar dan mata jernihnya yang semakin membulat lebar menatap wajah harimau Leon.   Untuk sejenak mereka berdua hanya saling pandang memandang tanpa kata. Entah kenapa pandangan mata bayi kecil itu terlihat seakan berhasil menarik seluruh atensi pria harimau Leon dengan kepolosan dan kejernihannya. Bayi kecil yang masih suci, tanpa lumuran dosa sama sekali. Bayi kecil yang berhasil membuat Leon merasa cemburu dan iri akan kepolosannya dan ketidak tahuannya akan kejamnya dunia di luar sana.   Leon yang tersadar lebih dulu akhirnya memutuskan kontak mata mereka segera. Harimau jantan itu berpikir untuk mendapatkan bayi itu, dan memakannya segera sebelum kemudian dirinya kembali pulang. Nampaknya cuaca mulai terlihat mendung, menandakan langit yang sebentar lagi akan meneteskan air matanya, alias hujan. Leon tidak ingin basah-basahan saat ini. Dengan satu kaki depannya yang terulur ke depan, Leon berusaha menjangkau tubuh balita kecil itu. Namun karena posisi kursi yang sedikit rendah hingga membuat tubuh balita itu sedikit terhimpit di bawahnya, membuat Leon sedikit kesulitan untuk menjangkaunya.   Tidak jauh berbeda dengan Leon yang juga cukup kesulitan menempatkan tubuh harimau besarnya dengan nyaman di dalam mobil sempit itu. Beberapa kali harimau jantan itu mengubah posisinya hanya untuk menyamankan diri dan membuatnya lebih mudah mencapai tubuh balita kecil itu.   Sempat sekali dua kali telapak harimau pada kaki depannya yang bisa kita sebut sebagai Paw Tiger atau tapak kaki harimau, itu menyentuh bagian tubuh dari balita itu. Namun tidak sampai membuatnya bisa menarik tubuhnya sekaligus. Pemandangan di mana kaki depan harimau itu seakan tengah mengais-mengais di depan mata balita itu membuat tapak kakinya seperti tengah melambai-lambai di hadapannya, seakan mengajaknya untuk bermain.   Mata bulat balita itu bergulir ke sana dan ke mari mengikuti pergerakan tapak kaki Leon yang masih berusaha menggapai tubuh kecilnya dari atas kursi lalu turun berpindah posisi ke ujung kursi, mencari posisi yang lebih mudah untuk menjangkau tubuhnya, lalu kembali lagi ke atas. Begitu dilakukan Leon untuk berulang kali. Hingga di saat ujung kaki depan milik Leon berhasil sampai di depan wajah balita itu, tanpa diduga bayi itu sendiri yang justru menempatkan telapak tangan kecilnya di atas kaki depan Leon. Sentuhan lembut dan ringan seringan kapas itu mampu membuat harimau jantan itu tersentak kaget hingga sampai menarik kembali kaki depannya menjauhi balita kecil itu. Sekali lagi tatapan mereka saling beradu pandang. Leon dengan menampilkan raut wajah terkejut, terperangah tidak percaya sekaligus melongo menatap ke arah balita mungil itu. Seakan dirinya baru saja mendapatkan sengatan listrik dari sentuhan balita itu.   “Uh, ba!” oceh balita itu kemudian.   Sepatah dua patah kata yang tidak jelas apa artinya itu terdengar dari bibir kecilnya. Suaranya terdengar bagai lonceng kecil yang terdengar begitu renyah di telinga Leon. Membuat perut pria harimau itu merasa seperti tengah digelitiki oleh kumpulan kupu-kupu kecil.   Tidak, tidak! Apa yang sebenarnya kau pikirkan ini Leon?! Berhenti membualkan sesuatu yang tidak jelas dan cepat makan bayi itu sekarang juga! Hari sudah semakin malam dan gelap. Sebentar lagi akan turun hujan. Jadi cepatlah lakukan segera! Batin Leon berteriak nyaring menyuruhnya untuk menyelesaikan semua ini dengan segera.   Setelah tenggelam dalam pikiran konyolnya sendiri, harimau jantan itu kembali mengulurkan kaki depannya untuk meraih tubuh bayi mungil berjenis kelamin perempuan itu. Sekali lagi Leon mengais-ngaiskan kaki depannya ke depan, berusaha menggapai tubuh balita imut itu. Dan sekali lagi mata bulat nan besar milik bayi itu melebar, memerhatikan tapak kaki depan Leon yang terulur ke arahnya. Kepala kecil bayi itu ikut bergerak-gerak seiring arah gerak kaki depan Leon saat ini. Hal itu semakin membuat bayi itu terlihat begitu polos dan menggemaskan di mata Leon.   "Ggrrhhhh!!" Leon menggeram kesal menyadari apa yang ada dalam pikirannya itu. Nampaknya dirinya tengah mengagumi seorang balita perempuan mungil di depannya ini. Buru-buru pria harimau itu mengenyahkan pikiran anehnya, dan bergerak lebih intens dari sebelumnya untuk menjangkau tubuh balita mungil itu.   Satu kali, dua kali Leon memaksa mengulur tangannya lebih ke depan. Hingga akhirnya pada hitungan ketiga, satu kaki depannya yang memiliki cakar tajam berhasil meraih kaos berpola garis-garis putih dan biru gelap yang tengah dikenakan oleh balita itu. Cakar tajamnya yang tersangkut di sela baju balita itu membuat tubuh kecilnya ikut sedikit terseret ke depan. Balita mungil itu terlihat bingung dengan apa yang dilakukan oleh Leon sebelumnya. Namun ketika kemudian tubuhnya terseret sedikit ke depan, balita itu justru melempar tawa menggemaskannya, merasa terhibur dengan apa yang dilakukan Leon padanya. Nampaknya bayi itu berpikir Leon benar-benar tengah mengajaknya bermain.   “Kyah-ha ha, umh!”   Sekali lagi suara renyah itu berhasil membuat Leon menjadi gemas sendiri.   “Kau! Makhluk kecil yang mengesalkan! Apa kau pikir aku sedang mengajakmu bercanda he?! Tunggu saja sampai kau akhirnya habis dalam perutku nanti!” dumel Leon dengan mengeluarkan suara geraman harimaunya lagi.   Perpindahan tubuh balita itu yang semakin ke depan, membantu meringankan Leon untuk semakin meraih balita mungil itu. Leon tidak ingin mengulur-ulur waktu lagi. Dengan tekad bulat pria harimau itu kembali menjangkau tubuh kecil itu dan menariknya dengan lebih kuat memakai satu kaki depannya, dan hap! Akhirnya pria harimau itu berhasil menjangkau dan menyeret tubuh kecil itu semakin ke depan, dan akhirnya berhasil keluar dari lorong bawah kursi mobil.   Balita kecil itu melongo dengan bibir terbuka lebar menatap wajah besar Leon yang semakin terlihat membesar di matanya. Hingga akhirnya balita itu berhasil Leon keluarkan dari tempat persembunyiannya. Kini bayi itu duduk di atas lantai mobil berhadapan dengan tubuh besar harimau milik Leon. Balita itu bahkan sampai mendongakkan kepalanya demi memerhatikan tubuh besar Leon yang tengah duduk menjulang di hadapannya.   Leon memerhatikan balita itu dengan air liur yang seperti akan menetes. Dalam pikirannya saat ini adalah bagaimana caranya menyantap daging-daging empuk yang melekat di tulang rawan balita itu dengan nikmat. Dari mana dulu dirinya memulai acara makan yang lezat ini?   Dari tangan kah? Mata besar nan tajam Leon memerhatikan kedua tangan berukuran kecil milik balita itu yang berada di depan, menyangga tubuh kecilnya sendiri yang condong ke depan.   Dari kaki kah? Mata Leon bergulir ke arah kedua kaki gemuk yang terlapisi dengan celana bermodel terusan baju dengan panjang setengah kaki. Lalu telapak kaki kecil balita itu juga dilapisi dengan sepatu lucu berwarna biru muda yang juga dilapisi dengan kaos kaki berwarna kuning pucat.   Atau lebih baik Leon langsung mengunyah tengkorak kepalanya saja? Pasti akan terasa nikmat dengan rasa otak kecilnya yang ada di dalam. Otak manusia benar-benar merupakan rasa terlezat yang ada di dunia ini. Di dalamnya memiliki banyak nutrisi kehidupan yang pastinya mampu mengenyangkan rasa lapar pria harimau itu.   Memikirkan semua itu membuat sisi liar Leon semakin tidak terkendali. Bahkan air liurnya telah menetes jatuh ke bawah dengan diiringi suara geraman harimaunya yang terdengar lirih, menemani keterdiaman mereka. Leon sudah tidak bisa menunggu lagi. Dirinya nampaknya telah lupa jika baru saja menghabiskan dua daging manusia dewasa yang habis ditelannya beberapa saat yang lalu.   Tubuhnya merasa kembali bergetar menahan rasa lapar dan haus akan daging segar di depannya. Terlebih daging yang ada di depannya saat ini adalah daging rawan segar dan empuk yang pastinya akan sangat lezat sekali. Leon mulai mengangkat p****t berekornya, bersiap untuk memosisikan diri untuk memangsa balita menggemaskan yang masih menatapnya dengan pandangan mata bulat penuh rasa penasarannya saat ini. Kedua mata harimaunya berkilat tajam menatap lapar balita menggemaskan itu.   “Grrhhh!” geram Leon.   “Un? Eenghh ha!” celoteh balita mungil itu. Kedua mata bulat balita itu menatap polos ke arah Leon, sementara bibirnya meringis, menunjukkan gusi tidak bergiginya yang merah. Nampaknya balita itu tengah mengikuti suara geraman Leon dengan imutnya. Leon menjadi cukup kesal. Pasalnya pria harimau itu merasa dirinya tengah diejek oleh balita mungil itu. Balita itu dirasanya terlalu polos hingga dirinya tidak menangis sedikit pun di hadapan Leon. Balita itu sama sekali tidak menyadari bahaya yang tengah mengintainya begitu dekat, hingga membuat Leon merasa iri sendiri akan kepolosan balita itu. Lebih baik Leon menyantapnya saja sekarang dan lalu cepat kembali pulang.   Kaki depan Leon mulai mendorong tubuh balita itu hingga jatuh terbaring dengan posisi terlentang. Nampak raut wajah terkejut di wajah menggemaskan itu karena ulah Leon yang tiba-tiba mendorongnya. Kelopak mata berbulu panjang nan lebat milik balita itu berkedip-kedip lucu menatap Leon, yang masih menekan ringan tubuhnya dengan satu kaki depan. Mulut kecilnya ikut terbuka dengan rembesan air liur yang jatuh menetes di sekitar bibirnya khas balita.   Leon melempar smirk kecil untuk balita itu. “Grrhhh!” sekali lagi Leon menggeram lirih. Dengan mulut besar dan lebar yang menunjukkan taring-taring kokoh dan tajamnya, Leon membuka mulutnya di hadapan balita itu, siap untuk meraup kepalanya.   “Eenngghh! Ungh enghh!” sekali lagi balita itu mengikuti geraman Leon dengan sepenuh hati. Bahkan karena terlalu menghayati geramannya, tubuh balita itu sempat mengejan beberapa kali. Tingkahnya yang terlihat lucu itu terlihat cukup menggelitik perut Leon sebenarnya, namun pria harimau itu tetap berusaha mengacuhkannya.   Sayang sekali balita selucu dia akan berakhir mengenaskan dalam perut besar milik Leon. Dalam hitungan beberapa detik akhirnya Leon benar-benar melakukan aksinya untuk menyantap balita tersebut. Rasanya waktu seakan berjalan begitu lambat untuk Leon ketika gigi-gigi taringnya melaju ke arah balita itu. Mulut harimau Leon terbuka dengan lebar dan semakin lebar mendekati kulit halus nan ranum balita itu.   Hingga akhirnya taring tajam itu berjarak hanya sejauh satu centi mili meter saja dari kulit halusnya, tiba-tiba Leon mencium bau busuk. Sangat busuk hingga membuat pria harimau itu ingin muntah rasanya. Sontak saja pria harimau itu langsung melangkah mundur menjauh dari balita tersebut. Bahkan tubuh belakangnya sampai menabrak dinding mobil hingga membuat mobil itu mengalami sedikit goncangan.   “Houkk! Hoekkk!” kepala harimaunya terlempar ke samping seperti mau muntah.   “Astaga! Bau busuk apa ini?!” seru Leon kemudian sembari menahan mual karena bau busuk yang tiba-tiba menyebar itu. Mata harimaunya menatap horor ke arah balita yang masih terbaring telentang di tempat, dengan tubuh kecilnya yang sesekali mengejan. Kedua kakinya nampak menendang beberapa kali ke udara.   “Pup! Si tengik sialan ini pasti sedang pup sekarang! Astaga baunya! Aku mau mati rasanya!” seru pria harimau itu sembari tidak henti mengumpati balita itu berikut bau busuk di sekitarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD