Tertekan

1003 Words
" Lisa bukan wanita seperti itu, Nak. " Semua keluargaku sama denganku, tak percaya akan hal itu. "Bagaimana bisa? " semua pertanyaan muncul setelah aku menjelaskan kepada mereka. Aku menggeleng menanggapi pertanyaan yang di lontarkan orangtuaku. "Aku juga tidak tahu, Bun. " "Olif, seharusnya kamu menemani Lisa saat abang pergi, abang sudah bilang kepadamu. " ucapku dengan penuh tekanan. "Kak Lisa sudah meminta buat di temani, tapi Olif gk bisa, karena banyak acara sekolah malam hari. " tutur adik perempuanku. Aku telah berburuk sangka kepada Lisa, ternyata Lisa sudah meminta tapi adikku tidak bisa. "Sudah sekarang kau istirahatlah, besok kita akan selesaikan bersama keluarganya, Ayah masih belum percaya menantuku berbuat seperti itu. " Aku terus memejamkan mataku, walau aku tidak bisa tidur, sepanjang malam aku memikirkan Lisa, marahkah aku? kecewakah aku? Namun aku tidak bisa membohongi perasaanku, aku masih sangat mencintainya, walau dia telah ternoda. Aku marah karena aku tak rela Lisa dirimu di sentuh orang lain, bukan karena membencimu! Tok tok tok Suara pintu kamarku diketuk, tak lama kemudian suara Bunda terdengar. "Rahul, bangunlah, siap-siap sholat subuh berjamaah. " Tak terasa sudah hampir subuh, itu artinya aku tidak tidur semalaman. Setelah memanjatkan doa yang di pimpin oleh ayah, kami semua termenung di atas sajadah. "Sekarang Rahul harus bagaimana, Yah?" itulah kata yang bisa ku ucap di tengah kebimbanganku. "Besok kita akan selesaikan dengan keluarganya, yang terpenting harus di hadapi kepala dingin, jangan gegabah. Semua keputusan ada di kamu, kita semua harus memaafkan Lisa, kita tidak mungkin juga memintanya membunuh janin itu. " tutur ayah. "Jika kamu masih mau menerimanya, kami semua merestui, jika tidak, belajarlah untuk mengikhlaskannya. " ibu menambahi. "Rahul tidak bisa membohongi perasaan, aku masih sangat mencintai Lisa. Untuk saat ini Rahul belum siap, belum siap bertemu keluarganya, apalagi Lisa." 3 hari telah berlalu, keluarga Lisa lebih dulu menemui keluargaku. "Sudah 2 hari Lisa tidak mau makan dan terus mengurung diri di kamar, kami khawatir, apalagi dia sedang berbadan dua. Dia terus saja menangis dan menyebut nama nak Rahul. " begitulah penuturan ibu Lisa. Ya Tuhan, Lisa tidak mau makan? Rasa sakit apa ini, mengapa aku merasa pilu sekali mendengar itu. "Kami tau Lisa bersalah, sebagai rasa kemanusiaan nak Rahul temuilah Lisa walau hanya sekali, kami takut dia makan hati berulam jantung, bunuh diri. " bagai tersayat pisau tajam, begitulah yang dirasakan hatiku. Lisa ku, Aa' akan datang. Besoknya aku mengajak orangtua ku ke rumah Lisa untuk menjenguknya. Namun di rumahnya tidak ada orang, entah kemana mereka pergi. Aku meminta Ayah untuk menghubungi keluarganya, mendengar mereka di rumah sakit kami pun bergegas menuju kesana. Begitu menyayat apa yang ku lihat, melihat makanan berceceran di ruang rawat Lisa, juga piring dan gelas yang pecah. Saat aku memasuki ruangannya, Lisa sedang marah-marah kepada perawat karena mengantarkan makanan. Tidak ada yang berani mendekati Lisa, karena dia menangis berteriak dan menendang-nendang, seperti orang sakit jiwa. Aku pun menghampirinya dan memegangi tangannya agar ia tenang, dia terus saja memberontak, hingga akhirnya dia tenang perlahan. "Lisa Aa' ada di sini, " akhirnya cairan bening itu menetes juga di pipiku. "Buka matamu, lihat Aa', " aku mengusap rambutnya untuk menghantarkan rasa damai. "Lisa makan ya, biar Aa' yang suapin, " aku terus menghasutnya untuk makan. Tetapi malah dia menangis. "Setelah Lisa makan, kita akan pulang, kita pulang ke rumah Aa'. " Setelah beberapa saat membujuknya, Lisa akhirnya mau makan perlahan. Seperti ucapanku, aku membawa Lisa pulang ke rumah kami dulu, rumah yang ku beli untuk pernikahan. Untuk saat ini, biarlah begini dulu, biarlah Lisa tenang dulu. Setelah itu aku akan meminta Lisa jujur siapa yang telah tidur dengannya, baru semuanya akan selesai. Seiring berjalannya waktu, perut Lisa terus membesar, berat sekali bagiku. Apalagi tetangga, teman, semua kerabat beranggapan bahwa itu adalah bayiku. Padahal aku belum pernah berhubungan badan dengannya. "A', kenapa Aa' kelihatan selalu tidak nyaman dengan keberadaan bayi ini?" Mengapa kau bertanya pertanyaan bodoh seperti itu Lisa? Sudah jelas, itu anak haram hasil perbuatan kotormu, aku menerimaku disini karena aku mencintai dirimu bukan bayi itu. "Kalau Aa' gk suka, kita bisa gugurkan bayi ini saja. " "Jangan berfikir gila, " aku tidak mau berdosa hanya karena korban kecurangan. Cinta telah membutakan aku. "Aa' mau tanya sesuatu, siapa lelaki yang telah tidur denganmu Lisa? " Lisa hanya tertunduk dan membisu. "Apakah perasaanmu senang bisa tidur dengan lelaki yang haram untukmu? " "A' apakah kalau aku bilang Aa' akan percaya? " ucapnya penuh tekanan. "Waktu itu malam hari, aku baru saja selesai mandi, mungkin aku lupa mengunci pintu belakang. Aku sangat terkejut beberapa orang memasuki rumah kita berpakaian serba hitam dan menutupi wajahnya. Tentu aku beranggap itu maling, jadi aku berteriak ketakutan dan mencoba melawan, salah satu maling itu membenturkan ku di dinding dan mencengkram tanganku sangat kuat, aku tidak bisa melawan. Maling itu menggiringku ke kamar, apalagi saat itu aku hanya memakai handuk, dia melakukan itu kepadaku, sedangkan temannya yang lain mengambil kesempatan untuk mengambil barang-barang, dia melakukan itu untuk mengalihkanku saja, aku sudah melawan sekuat tenaga, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku takut bilang ke Aa' namun aku tak tau kalau bakal sampai hamil. " Lisa, lagi-lagi aku berburuk sangka padamu. Kau bukan lajang, melainkan korban. Korban pemerkosaan. "Aku tidak pernah main lelaki di belakangmu A'. " Aku memeluk Lisa, mendengar penuturannya, tetap saja hati ini terasa berat. Aku tetap tidak menerima kehadiran bayi itu. Apalagi istriku telah ternoda, aset berharganya di ambil orang lain, seharusnya aku, akulah yang seharusnya pertama kali mengambil aset itu. Bahkan untuk menyentuhnya sekarang aku sudah tidak b*******h, setiap kali ingin menyentuhnya aku selalu berfikir berarti aku makan sisa orang. Sesaknya dadaku Lisa, yang membuatku bertahan karena masih ada cinta dihatiku, tapi saat bersamamu rasanya sudah monoton. Bagaimana Jika seiring berjalannya waktu rasa cinta ini memudar? Aku tidak mau Lisa. Mengapa harus seperti ini, mengapa? Apalagi semua orang beranggapan bahwa kandunganmu adalah anakku? Aku sangat jengkel saat dibilang itu Lisa, sampai kapan kita harus berpura-pura seperti ini? Kemana aku akan mencari lelaki yang menghamilimu? Jejaknya saja tidak aku ketahui. Hidupku sekarang penuh tekanan, hingga dadaku sangat sesak karena terlalu tertekan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD