Bab 2 - Kontrak pernikahan

1335 Words
Dermaga 7, gudang tua yang remang dan beraroma lembap, menjadi saksi pertemuan rahasia ini. Alisa datang, sesuai kesepakatan, tanpa gawai di tangan. Di tempat yang diselimuti bayangan tebal itu, ketakutan akan dirinya sendiri telah pudar, yang ada di benaknya hanya satu, nyawa sang ibu adalah harga mati yang harus ia bayar. “Kamu tidak membawa orang lain dan ponsel ‘kan?” Bram menyapu pandangan ke setiap sudut gudang, memastikan tidak ada mata-mata. Alisa mengangguk tegas. “Aku sendiri.” “Bagus.” Dengan gerakan tersembunyi, Bram merogoh saku jaketnya dan kembali waspada, memastikan situasi benar-benar aman sebelum melanjutkan. “Pergi ke alamat ini. Hanya dia yang bisa membantumu.” Tangan Alisa gemetar saat menerima kartu nama itu. Di sana, tertulis jelas, Damian Sagara. “Sekarang, mana akses ke markas besar OmniCore yang sudah kita sepakati?” Bram mencondongkan tubuh, tatapan menuntutnya terasa mencekik. Alisa sempat ragu, tatapannya menyiratkan pergulatan. Namun, keraguan itu ia bungkus rapat, menyerahkan sebuah akses yang, ia tahu, adalah kebohongan yang terbungkus rapi. Ia segera membalikkan badan dan mempercepat langkahnya. Alisa pergi tanpa menoleh, membawa harapan gila di dadanya agar Bram buta akan pengkhianatan kecilnya. ‘Maaf Bram, aku tidak bermaksud menipumu... sungguh!” Penyesalan menusuk batin Alisa, tetapi langkah kakinya tidak bisa berhenti. Ia harus bergegas menemui Damian Sagara. Alisa duduk tegak di sofa Chesterfield mahal, setiap serat tubuhnya tegang seperti dawai yang siap putus. Kediaman Damian Sagara di lantai teratas terasa lebih dingin daripada suhu udara luar yang ber-AC. Ini adalah puncak rantai makanan ibu kota, dan Alisa merasa seperti umpan yang menunggu diambil. Di atas meja kopi marmer hitam, sebuah amplop putih diagnosis mengerikan ayahnya, dokumen rumah sakit, dan tumpukan surat peringatan bank, tergeletak sebagai bukti nyata keputusasaannya. Pintu kantor, yang terbuat dari kayu gelap tebal, terbuka tanpa suara. Alisa segera berdiri, lututnya terasa lemas. Damian Sagara masuk, bukan berjalan. Ia memancarkan aura gravitasi yang hampir terlihat, menarik semua cahaya dan perhatian ke dirinya. Ia mengenakan setelan charcoal gray yang dipotong sempurna, memeluk postur tubuhnya yang tegap dan atletis. Wajahnya adalah mahakarya garis tajam, mata kelabu tajam, rahang keras, dan ekspresi yang begitu dingin, seolah ia tidak pernah tersenyum seumur hidupnya. Ia adalah perpaduan sempurna antara kekuatan finansial dan kebekuan emosional. Ia tidak menawarkan jabat tangan. Ia hanya bergerak ke belakang meja executive besarnya, sebuah benteng yang terbuat dari baja dan kulit. Namun, ia tidak duduk di sana. Ia justru memilih sofa tunggal di seberang Alisa, menciptakan suasana yang lebih intim, dan lebih mengintimidasi. “Anda Alisa,” katanya singkat, nada suaranya rendah dan merdu, tetapi tanpa kehangatan. Itu adalah sebuah pernyataan yang mutlak, bukan pertanyaan. “Pengacara saya mengatakan Anda punya masalah yang Anda yakini bisa saya selesaikan.” Alisa menelan ludah yang terasa seperti pasir. Ini adalah satu-satunya kesempatannya. “Tuan Sagara, terima kasih sudah meluangkan waktu berharga Anda untuk menerima saya.” Alisa mencoba terdengar profesional, tetapi suaranya sedikit bergetar. “Tuan, Anda adalah satu-satunya harapan. Saya sudah mencoba segalanya, pinjaman bank ditolak, menjual rumah warisan tidak akan menutupi hutang.” Alisa mendorong amplop di atas meja. “Saya datang ke sini... berharap Anda bisa meminjamkan uang itu.” Ia membuka amplop itu, memamerkan isinya. “Saya bersedia bekerja untuk Anda selama sisa hidup saya untuk membayarnya kembali. Saya bersumpah, saya akan menjadi b***k kerja Anda jika perlu.” Damian mengambil amplop itu, melirik isinya sekilas tanpa benar-benar melihat, lalu meletakkannya kembali seolah itu adalah kertas bekas yang tidak berharga. Wajahnya tetap datar, tidak ada jejak simpati, tidak ada belas kasihan. “Satu milyar," ulang Damian, seolah itu adalah jumlah receh yang ia temukan di kantong celana. “Bukan masalah bagi saya, Nona Alisa. Masalahnya adalah, saya bukan bank sosial. Saya tidak memberikan pinjaman personal tanpa imbalan yang benar-benar menguntungkan bagi Sagara Group.” Damian menyilangkan kakinya dengan gerakan yang anggun tetapi penuh kekuasaan. “Jika saya adalah bank, bunga yang harus Anda bayar akan melumpuhkan Anda selama sepuluh tahun ke depan, dan saya harus berurusan dengan masalah yang tidak perlu, seperti melacak hutang yang macet.” Ia memanggil asistennya, seorang wanita yang sama dinginnya dengan dirinya, dengan lambaian tangan kecil yang hampir tidak terlihat. Asisten itu segera meletakkan sebuah dokumen yang terpisah dan sebuah pena Montblanc di atas meja. “Namun, kebetulan yang sangat menarik,” lanjut Damian, sorot matanya yang tajam menembus Alisa. “Saya sedang berada dalam posisi untuk membutuhkan sesuatu yang jauh lebih berharga daripada bunga bank, sebuah formalitas.” Alisa meneguk saliva, aura dingin dari tatapan pria itu membuat bulu kuduknya merinding. “Saya bisa menjadi pelayanmu, seumur hidup.” Dalam artian kata, Alisa bersedia bekerja bersih-bersih. Damian mencondongkan tubuh sedikit. Meskipun gerakannya minimal, itu menarik perhatian Alisa sepenuhnya, memaksa jiwanya untuk mendengarkan. “Menarik, tapi sayangnya begitu banyak pelayan di sini.” Alisa merasakan gelombang harapan memabukkan, tetapi firasat buruk membuatnya menahan nafasnya. Jantungnya berdebar kencang. “Sebagai gantinya, apa yang Anda inginkan Tuan Damian?” "Satu milyar tunai, langsung ditransfer ke rekening. Tapi sebagai gantinya.” Damian mengambil dokumen itu dan membuka ke halaman yang ditandai dengan tab merah muda. “Anda akan menikah kontrak dengan saya selama dua tahun. Anda akan menjadi Nyonya Sagara, peran yang saya butuhkan untuk menenangkan dewan direksi yang rewel dan memenuhi tuntutan sosial tertentu dari pemegang saham.” Alisa terkejut. Tubuhnya membeku. “Menikah? Tapi, Tuan Damian, saya tidak bisa, saya tidak mengenal Anda. Saya tidak bisa menjual diri saya seperti itu.” Damian mengangkat tangan, memotongnya dengan otoritas mutlak yang mengakhiri semua diskusi. “Anda bisa. Ini adalah tawaran terakhir, dan ini berlaku selama enam puluh detik sebelum saya memanggil keamanan untuk mengantar Anda keluar.” Damian mendorong dokumen itu ke hadapan Alisa. Kata-kata tebal di bagian atas menusuk mata Alisa, PERJANJIAN PERKAWINAN KONTRAK YANG TIDAK DAPAT DIBATALKAN. “Saya akan berterus terang,” kata Damian, suaranya kini semakin dingin, mengikis setiap emosi yang mungkin tersisa. “Ini adalah transaksi bisnis, tidak lebih. Saya membeli ketaatan, kepatuhan, dan penampilan publik Anda. Karena itu, ada dua syarat yang tidak bisa Anda langgar. Dua garis merah.” Damian mengambil pena di tangannya dan menunjuk dengan ujung tajamnya pada klausa-klausa yang sudah digaris bawahi tebal. Syarat pertama adalah peran resmi, dimana pihak Kedua harus menjalankan perannya sebagai istri pihak Pertama dengan sempurna di depan publik dan di kediaman Sagara. Pihak Kedua harus bersikap patuh, diam, dan selalu menjaga citra ketenangan dan keanggunan yang ditentukan oleh Pihak Pertama. Kebebasan sosial Pihak Kedua selama dua tahun sepenuhnya tunduk pada jadwal Pihak Pertama. Syarat kedua, batasan bisnis dan garis merah. Pihak Kedua dilarang keras mencampuri, mempertanyakan, atau mencoba mengetahui urusan bisnis Pihak Pertama di Sagara Group. Pihak Kedua tidak boleh memasuki kantor pribadi, menyentuh dokumen bisnis, atau bertanya tentang keputusan korporat. “Saya membutuhkan istri boneka yang tenang dan formal, yang tidak akan mengganggu operasi perusahaan saya yang sangat sensitif. Bisnis saya adalah garis merah Anda, Alisa. Langgar, dan Anda akan melihat bagaimana saya menuntut kembali setiap rupiah yang saya keluarkan membayar hutang satu milyar.” Alisa menatap dokumen itu. Nyawa ibunya atau kebebasannya. Tidak ada pilihan lain. Ia melihat bayangan dirinya yang bebas, tersenyum, berjuang dengan caranya sendiri, kini bayangan itu lenyap, digantikan oleh bayangan Nyonya Sagara yang dingin. Air mata membasahi matanya, tetapi ia mengeras. Ia mengambil pena, tangannya gemetar, dan tanpa melihat Damian, ia menandatangani namanya di tempat yang ditentukan, mencoret namanya di bawah pihak Kedua, Alisa. Segel kontrak telah dipasang. Damian mengambil dokumen itu kembali. Ekspresi puas yang sangat tipis, nyaris tidak terlihat, melintas di wajahnya, seperti cahaya singkat di es. “Keputusan yang bijak, Nyonya Sagara,” katanya, memberinya gelar baru untuk pertama kali. Gelar itu terasa seperti rantai yang baru ditempa. “Pengacara akan mengatur transfer dana dalam satu jam. Pakaian, instruksi, dan pengawal akan dikirimkan ke apartemen malam ini. Kita bertemu di upacara, lusa. Dan ingat baik-baik, ketaatan, keheningan, dan ketidakpedulian Anda adalah harga yang Anda bayar.” Ia bangkit dan berjalan menuju jendela besar, memunggungi Alisa, mengakhiri pertemuan. Alisa ditinggalkan di sofa, kini seorang istri diatas kertas, yang menjual kebebasannya demi melunasi hutang kepada pria yang dingin dan berkuasa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD