Kane hanya sempat mengecup bibir Lian sekali. Setelahnya, Lian menggeser wajahnya, bersandar di ceruk leher Kane. Sepertinya ia kena demam mendadak. “Li?” “Udah, Mas,” rengeknya. Kane ngekek untuk yang kesekian kali. Jangankan Lian, dia saja malu. “Aku sayang kamu, Li.” “Hmm. Lian juga sayang Mas.” “Maaf ya, aku mungkin ga sesuai ekpektasi kamu. Tapi … misalnya nanti dr. Liang nawarin pernikahan bisnis, let say buat merger rumah sakit, kamu jangan mau ya Li?” “Mas masih lapar ya?” tanya Lian seraya mendongakkan pandangannya. Kane mengecup Lian kembali, namun kali ini di keningnya. “Ngomongnya Mas ngaco tau. Meracau!” Receh banget emang Kane ini. Ketawa aja terus. “Papa dan Mama tuh ga tipe yang heboh mau nikahin anaknya Mas. Apalagi Papa. Kata beliau, nikah itu sunnah. Yang wajib

