3

1279 Words
Derrick tidak pernah main-main dengan ucapannya. Dan sekarang, ia sudah menunggu Delota di luar gedung sekolah. Pantatnya bersandar pada badan mobil supaya ia tidak terlalu lelah menunggu adiknya. Juliet yang sedang tertawa lepas bersama dua temannya itu baru saja keluar dari gedung. Mereka terlihat begitu seru menceritakan sesuatu. "Hahahahaha, dia seperti cacing kepanasan." Juliet harus memegang perutnya karena sangking kram-nya dibuat ketawa tanpa henti. "Pasti tidak ada yang mendengarnya sekarang." Hannah berusaha menahan tawa disana. "Aku yakin, dia akan menginap disini semalaman. Hahahahaha." Tambal Amanda tak kalah serunya. "Hotel bintang tujuh. Hahahaha" tandas Juliet. Merekapun terlihat begitu riang berjalan sampai tak sengaja Juliet melihat pria itu. Lagi. Langkahnya terhenti dan matanya tak berkedip menatap pria tersebut. "What happen?" Sambar Amanda melihat Juliet lalu memberi isyarat kepada Hannah yang mengangkat kedua bahu tak mengerti juga. Dalam diam, Juliet memutar otak mencari akal supaya bisa mendekati pria itu. Otak encer yang dimilikinya pun bekerja dengan baik dan cepat. Segera ia menyuruh temannya pulang. "Kalian berdua pulang duluan aja. Cepat pulanglah." Juliet mendorong-dorong tubuh kedua temannya yang bingung sendiri. "Ada apa?" Tanya Amanda tetapi Juliet tidak menjawabnya. Dan merekapun meninggalkan Juliet sendiri. Derrick yang masih dengan sabar menunggu tiba-tiba terganggu dengan kedatangan Juliet. "Hai." Sapa Juliet yang hanya direspon dengan tatapan mata dingin Derrick sedangkan gadis itu tetap memamerkan senyum manisnya. "Lagi nunggu siapa? Aku?" Tanya Juliet begitu percaya diri. "Bukan." Jawab singkat Derrick. Cukup kecewa juga mendengar jawaban singkat nan dingin itu. Tetapi Juliet tidak patah semangat. Ia pun mencoba dengan pertanyaan selanjutnya. "Pasti nunggu seseorang." Derrick yang beberapa saat memperhatikan gadis didepannya memberi jawaban dengan anggukan kepala. Hati Juliet sedikit tergores sekarang. Ia berasumsi bahwa pria ini sudah beristri. Ah masa? Tidak ada guru yang cantik disini. Tidak mungkin. Derrick merogoh sakunya untuk mengambil ponsel dan menghubungi Delota. Sayangnya tak ada jawaban dari sana. "Anda tahu. Kalau aku ini bisa meramal." Seru Juliet membuat Derrick menatap aneh dirinya. "Coba tunjukan kedua tangan anda. Akan aku ramal." Tambahnya begitu antusias. "Pulanglah. Orang tua mu akan mencemaskan dirimu." Derrick berusaha mengusir lembut. "Aku akan pulang setelah melihat kedua tangan anda." Sahut gadis itu menatap penuh harap. Derrick hanya bisa menghela napas dan menunjukkan kedua tangannya daripada gadis ini tidak pulang-pulang. Sesaat suasana menjadi hening ketika Juliet memperhatikan jemari-jemari Derrick. Dan entah kenapa Derrick seakan ikut menanti-nanti ramalan apa yang keluar untuknya. "Hemmph..." Juliet mengelus-elus dagunya seolah-olah mengerti garis tangan milik Derrick. "What?" Derrick ikut penasaran. Bola mata Juliet pun menatap Derrick lalu berkata. "Aku yakin anda belum menikah." Huuft, syukurlah pria ini belum menikah. Leganya setengah mati. Hatinya pun tak lagi tergores. Ia malah kembali bersemangat. "Wh-what?" Derrick membuang muka kesal karena ia seperti terlihat bodoh dengan menuruti permainan gadis ini lagi. Juliet terseringai bahagia dan berkata. "Iya. Tak ada cincin melingkar di jari mu." Oh God, maunya apa gadis ini. Derrick geleng-geleng tak percaya sembari memijat ringan keningnya. Lalu ia pun kembali menghubungi nomer Delota agar bisa cepat-cepat pergi dari sini. Dia bisa gila kalau berlama-lama dengan gadis didepannya ini. Tentu saja tidak akan pernah terjawab telepon tersebut. Sebab, tas Delota ada di kelas sementara Delota sendiri terkunci di toilet. Dan sudah jelas siapa dalang dari semua ini kalau bukan Juliet dan kedua temannya. Beberapa kali Delota teriak minta tolong dan menggedor-gedor pintu tetap tak ada yang mendengar. Sementara Derrick sudah kehabisan kesabaran menanggapi gadis dihadapannya ini. "Sebaiknya kamu pulang." Tegurnya. Sepertinya doa Derrick telah dikabulkan dengan sangat cepat karena tak lama ada suara klakson yang ternyata itu adalah mobil jemputan Juliet. Ah, kenapa harus datang sekarang. Terlihat Juliet merasa berat hati harus pergi. Melihat mimik wajah gadis cantik itu membuat Derrick mengerti. "Jemputan mu sudah datang. Pulanglah." Dengan sedikit kesal Juliet pun mulai beranjak pergi. Tetapi tiba-tiba ia menepuk jidat. "Ya ampun. Aku lupa dimana ponsel ku." Serunya tapi tak digubris oleh Derrick. "Bisa aku pinjem ponselnya. Orang tuaku bakal ngomel-ngomel kalau aku menghilangkan ponselku." Jelas Juliet memelas. Melihat mata memohon itu membuat Derrick lagi-lagi menuruti permintaan gadis ini. Ia pun memberikan ponselnya dan Juliet mengetik nomernya di layar ponsel tersebut. Beberapa saat kemudian terdengarlah nada dering didalam tas Juliet. Mata Derrick pun menoleh ke sumber suara itu. Dan Juliet pun cengengesan sembari mengembalikan ponsel milik Derrick. "Hehehehe, ternyata di tas. Ok, thanks. Bye." Ucap Juliet sekalian pamit dan masuk kedalam mobil. Sedangkan Derrick hanya bisa geleng-geleng kepala. Didalam mobil, Juliet masih belum bisa berpaling dari pria itu. Dirinya masih dibuat penasaran setengah mati. "Siapa yang dia tunggu?" * Sepertinya gedung sudah sepi tetapi Delota tak kunjung keluar. Kemana anak itu. Pikir Derrick memutuskan untuk masuk kedalam kelas. Tanpa memutus sambungan teleponnya, ia jadi bisa mendengar nada dering ponsel Delota. Sayangnya, sesampai di kelas hanya ada tasnya saja. Derrick berpikir sejenak. Lalu mengambil tas tersebut sembari keluar kelas. Pasti ada sesuatu yang terjadi dengan adiknya itu. Lalu ia pun mulai mencari Delota. Dan hebatnya Derrick adalah memiliki insting yang sangat kuat. Tempat pertama yang ia cari adalah toilet. Dan benar, ia mendengar suara gedoran pintu dan suara samar minta tolong. Oh astaga, Delota. Derrick segera membuka pintu toilet tersebut. "Kak Derrick?" Kejut Delota saat mengetahui siapa yang telah menolongnya. "Are you ok?" Cemas Derrick melihat kondisi Delota dari ujung kaki hingga kepala. "Siapa yang lakuin ini?" Delota tak menjawab, ia hanya menghela napas dan melangkahkan kaki menuju pintu keluar. * Juliet masih dibuat penasaran oleh Derrick. "Sebenarnya siapa yang dia tunggu???" Dengan posisi tengkurap, ia menopang kan satu siku tangan sembari menggigit ujung jari telunjuknya. "Aahhhss, apa aku kurang cantik untuknya??! Dia bahkan tidak pernah terpesona oleh ku. Sudah jelas aku kurang cantik." Gerutunya sendiri. Seketika ia teringat sesuatu. Lalu ia pun mengambil ponselnya. Dan mencari nama 'Romeo' kemudian ia tekan tombol panggil. Tuuut...tuuuuttt....tuuut... Ditengah rapatnya dengan rekan bisnis. Derrick terganggu dengan getaran ponsel yang sudah di silent. Awalnya Derrick tidak berniat mengangkat tetapi karena terus saja bergetar, akhirnya ia angkat. Mungkin telepon tersebut adalah telepon penting. "Ya halo?" Seketika dibalik sana, Juliet terduduk dengan jantung berdebar kencang. "Halo?" Tegur Derrick lagi karena tidak ada jawaban dari sana. "Hai." Sapa Juliet dibalik telepon. Sesaat Derrick tertegun mendengar suara yang akhir-akhir ini tidak asing di telinga nya. "Hai, ini aku. Juliet." Bagaimana bisa gadis gila itu mendapat nomer teleponnya. Oh, benar-benar mengganggu. "Dapat dari mana kamu nomor in..." Suara Derrick yang tertahan itu seketika ingat bagaimana cara gadis itu mendapat nomer teleponnya. Ia teringat betul perkataan gadis itu. "Bisa aku pinjem ponselnya. Orang tuaku bakal ngomel-ngomel kalau aku menghilangkan ponselku." Jelas Juliet memelas. Sekali lagi ia menghela napas, tak percaya dia dibodohi oleh gadis gila ini. "Berhentilah mengganggu ku." Ucap Derrick langsung memutus sambungan teleponnya. Sean yang diam-diam memperhatikan menjadi penasaran. "Siapa?" Tanyanya sembari melihat ponsel yang baru saja diletakkan di meja. Derrick cukup linglung ketika Sean menanyakannya. Lalu ia pun menjawab. "Bukan siapa-siapa. Hanya orang kurang kerjaan saja." Sean manggut-manggut mendengar jawaban Derrick. Lalu kembali fokus pada pertemuan ini. Tak lama, ponsel Derrick bergetar lagi. Dan masuklah satu pesan. Terpampang nomor tidak dikenal. Bisa jadi gadis gila itu. Derrick pun mengabaikan pesan itu. Beberapa detik kemudian, bergetar lagi ponselnya dan lagi, dan lagi, dan lagi. Hingga Derrick memilih mematikan ponselnya saja. "Sepertinya itu penting." Sambar Sean diam-diam memperhatikan tangan kanannya ini. "Eemmh, tidak...tidak ada yang penting Mr. Sean." Jawab Derrick singkat kemudian kembali fokus pada rapat. * Rasanya baru kali ini Derrick merasa malu kepada Sean karena tidak bisa menjawab pertanyaan dengan tepat * * Karena cerita ini sudah membludak bludak dalam otak, akhirnya harus aku publikasikan Soalnya bakalan tidak bisa tidur kalo tidak dikeluarkan kedalam otak Wkwkwkwk Jangan lupa Vote n follow Komentar apapun boleehh
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD