"Kamu mau kemana, Mas?" cegahnya ketika melihatku kembali melangkah keluar. "Aku tokoh yang juga dibutuhkan dalam pembicaraan itu." "Tidak bisa, Mas. Tidak!" ucapnya frustasi. Tapi apa yang membuatnya seperti ini? Ini hanya sebuah obrolan penting. Sangat penting. Tapi apakah baginya ini juga penting, sampai membuat dia seperti ini. "Aku ingin terlibat dengan obrolan itu." "Aku tidak mengizinkan, Mas." Dia mencoba memelukku agar tidak jadi pergi. Tapi aku bukan Fahmi yang dulu, yang akan tergila-gila dengan cinta buta dan harapan semua yang dia berikan. Apalagi janji palsu dan penghianatan. "Aku tidak butuh izin dari siapa pun!" "Tidak, Mas. Aku istrimu. Aku berhak ikut campur dalam urusanmu," gramnya dan terdengar menggertakan gigi. "Siapa yang bilang? Bukankah kau anak seorang us

