Aku terduduk lesu usai mendengar percakapan mereka. "Ini semua adalah jalan kehidupan yang harus Antum lalui," ucap ustadz Rahman. "Saya sangat menyayangkan sikapku selama ini kepada Sinta. Kenapa ada orang yang begitu bodoh sepertiku. Aku harus membuka surat itu, Tadz." "Harus. Bacalah surat itu perlahan. Itu adalah isi hati dari Sinta. Semoga kedepannya bisa menjadi pelajaran untuk Antum." "Saya izin ke aula lagi. Siapa tahu Abah masih menunggu di sana," pamitku dan ustadz Rahman hanya mengangguk. "Bacalah surat itu secepatnya. Siapa tahu ada informasi di dalamnya yang di tinggalkan Sinta," pesannya dan kini aku yang mengangguk. Apa kira-kira yang ditulis oleh Sinta? Apa aku akan sanggup membacanya? Sesampainya di aula, aku tidak melihat orang lain selain Abah dan Umi. "Yang lain

