Seluruh pelayan, pengunjung restoran, bahkan Emma dan Zion sekalipun langsung hening begitu melihat Gaga yang bisa dengan mudahnya berhenti begitu saja setelah menyerang Zion secara membabi buta.
Emma mengusap bahu Zion ketika napas tunangannya itut tersenggal-senggal setelah saling adu tonjok dengan Gaga.
Emma tidak tahu siapa wanita yang sedang menenangkan Gaga dihadapannya ini. Jika dilihat dari postur tubuh serta struktur muka dan warna kulitnya yang eksotis, wanita ini seperti wanita Asia.
Kemudian Beby mengangkat pandangannya ketika dirinya merasa diperhatikan. Lalu Beby balas menatap wanita dengan iris mata hazel yang kini benar saja sedang menatapnya sembari terus menggenggam bahu lelaki yang baru saja dipukuli Gaga.
Beby sontak melongo, "Emma Leonard?"
Sungguh, Beby benar-benar ingin memekik keras ketika dirinya seperti memenangkan undian dadakan ketika dia bisa dengan mudah dan secara kebetulan, bertemu dengan adik kandung penyanyi yang dia idolakan juga.
Namun Emma langsung berdiri sembari memapah Zion. "Can you take him?" Pesan Emma pada Beby.
Beby melirik Gaga yang sudah memalingkan wajahnya kearah lain. Seolah tidak sudi untuk menatap Emma ataupun Zion.
Lalu Beby menganggukkan kepalanya sembari tersenyum cerah. "Kau tenang saja, aku akan menjaganya."
"Thanks." Dan Beby yang sesama perempuan bahkan hatinya juga berdebar ketika dia mendapatkan balasan senyum hangat dari Emma Leonard.
Oh, astaga... Beby benar-benar merasa dirinya mendapatkan keberuntungan di tengah kesialannya ketika harus melerai lelaki yang dia kenal ini. Namun genggaman tangan yang terasa erat di tangan kanannya tiba-tiba saja membuat Beby terkejut.
"Ah!" Beby dengan refleks menarik tangannya dari genggaman erat Gaga dan lelaki itu sampai berjengit kaget. "Jabat tangan Shawn Mendes!"
Sekarang bahkan Beby langsung menggenggam pergelangan tangannya sendiri. Menatap telapak tangannya dengan nanar dan kemudian beralih menatap Gaga yang menatapnya dengan datar.
"Sorry, sir. Tapi saya harap Anda memiliki sedikit waktu untuk ikut ke ruangan saya." Seorang lelaki yang mengenakan setelan jas rapi kemudian menghampiri Gaga dan Beby. "Ada yang harus saya bicarakan, untuk kekacauan ini."
Gaga menghela napas lelah. Dia langsung berdiri dan menyeka darah yang terasa anyir di sudut bibirnya.
Sebagai seorang owner dari beberapa restoran perancis yang dimilikinya, Gaga sudah tahu apa keinginan dari restoran ini sekarang.
Tentu saja mereka meminta ganti rugi setelah Gaga membuat keributan disini dan setelah Gaga membenturkan punggung Zion ke rak berisi botol-botol wine, yang menyebabkan beberapa dari botol itu jatuh—kemudian pecah.
"Oke." Jawab Gaga dengan singkat. Bahkan langsung mengikuti salah satu staff restoran.
Gaga berjalan begitu saja, seolah tidak pernah melihat Beby dan seolah Beby sedang memakai jubah transparan Harry Potter sehingga jadi tidak terlihat.
Membuat Beby kembali menjadi tontonan karena dia hanya bisa terduduk di lantai, sambil menatap telapak tangannya.
Hilang sudah bekas jabat tangan Shawn Mendes yang langka. Digantikan dengan kehangatan dari genggaman erat tangan Dirgantara Felixiano.
***
Tidak butuh waktu lama bagi Gaga untuk berada di salah satu ruangan staff di restoran ini. Karena mereka hanya menuntut ganti rugi. Dan bagi orang yang mempunyai banyak uang seperti Gaga, maka uang akan menyelesaikan segalanya dengan cepat.
Ditambah lagi, Gaga tidak suka basi-basi. Jadilah dia mengganti rugi tujuh botol berisi wine yang sudah puluhan tahun lamanya.
Setelah selesai mengganti rugi, kemudian Gaga keluar dari ruangan itu dan begitu membuka pintu dia langsung menghentikan langkahnya. Dahinya berkerut dalam begitu melihat gadis freak fangirling itu duduk di salah satu meja sembari menatap telapak tangannya dengan pandangan sedih.
Gaga menghela napas, apa lagi sekarang?
Dan seolah menyadari bahwa dirinya sedang ditatap oleh sepasang mata yang menatapnya dengan tajam, Beby-pun menoleh sambil mencebikkan bibirnya.
Tapi bukannya menghampiri Gaga, Beby malah langsung keluar dari restoran. Membuat Gaga mau tidak mau juga langsung keluar dari restoran. Bukan ingin mengikuti atau menghampiri Beby, tapi Gaga masih punya malu karena dia baru saja bertengkar dengan Zion dan sekarang wajahnya sudah babak belur.
"Kamu mau apa?" Tanya Gaga tanpa basa-basi ketika menyadari Beby sedang menunggunya di depan pintu keluar.
Sejenak, Beby hanya mendongakkan kepalanya sembari menatap wajah datar Gaga. Namun kemudian Bey langsung menarik tangan Gaga dan mengajaknya ke sebuah bangku yang terdapat di luar bagian cafe yang tak jauh dari restoran ini.
Setelah duduk berhadap-hadapan dengan Beby. Gaga baru sadar. Kenapa dia bisa bertemu lagi dengan gadis freak ini?
"Muka kamu babak belur." Ucap Beby yang hanya membuat Gaga balas menatapnya dengan datar. "Tadi Beby nungguin mas Gaga buat ngasih ini."
Kemudian Beby mengeluarkan sapu tangan, sebotol air mineral, serta satu kotak plester luka.
"Nggak perlu." Gaga langsung berdiri, hendak pergi ketika menyadari bahwa Beby ingin mengobatinya.
"Eh—sini dulu!" Beby dengan refleks menarik Gaga lagi, membuat Gaga kembali terduduk. Namun nyaris terjengkang di kursinya, tapi Beby malah nyaris terbahak. "Itu luka kamu bisa infeksi."
"Saya enggak mau," Gaga menepis tangan Beby ketika wanita itu sudah hampir mengusap sudut bibirnya yang berdarah dengan sapu tangan yang sudah di basahi dengan air mineral.
"Jangan kayak anak kecil, deh." Sungut Beby dengan kesal sambil menahan bahu Gaga.
Gaga sontak terdiam, dan akhirnya hanya menghela napas pasrah ketika Beby dengan serius mengusap sudut bibirnya.
"Ah," Gaga meringis kesakitan dan dengan refleks nyaris menjauhkan tangan Beby dari mukanya ketika sapu tangan Beby mengusap kulitnya yang terluka dengan kasar. "Pelan-pelan."
"Pelan?" Beby tertawa meremehkan. "Nonjok orang aja keras banget. Tapi luka-nya di usap pakai sapu tangan saja sudah meringis kesakitan." Lalu Beby menghela napasnya. "Kamu tadi seperti orang kesurupan."
Gaga hanya memutar bola matanya, malas menanggapi ucapan Beby.
"Wajah gantengnya mas Gaga nyaris pudar, deh." Gumam Beby sambil mengusap bekas darah di hidung Gaga. "Babak belur semua sih, mukanya.
Lalu Beby mengusap dahi Gaga yang seperti tergores sesuatu. "Mas Gaga harus minta maaf sama Beby."
"Saya enggak punya salah apa-apa sama kamu." Ucap Gaga tanpa merasa bersalah sama sekali. Karena dia memang tidak mengetahui apa salahnya pada Beby.
Beby sontak mendengus kencang sembari merobek bungkus plester luka dengan kasar. "Karena tanpa sadar mas Gaga menggenggam tangan Beby tadi, sekarang bekas jabat tangan Shawn Mendes di tangan Beby, meng-hi-lang!
"Hari ini Beby nonton konser Shawn Mendes dan dapat jabat tangan dari dia secara enggak sengaja. Padahal Beby sudah bersumpah tidak akan cuci tangan selama dua puluh empat jam sampai merasa harum tangan Shawn meresap ke kulit Beby!"
Gaga sontak mengernyit jijik. Selain norak, wanita dihadapannya ini juga menjijikkan.
"Dan mas Gaga merusak segalanya!" Omel Beby sambil menempelkan plester luka di sudut bibir Gaga, serta dahinyajuga. "Kenapa sih tadi kamu pakai genggam tangan Beby segala?"
"Dan kenapa kamu bisa tiba-tiba ada di daerah sini?" Tanya Gaga akhirnya.
Selesai mengobati Gaga, Beby menjauhkan dirinya dari muka Gaga dan kemudian menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. "Setelah nonton konser, Beby pengen jalan-jalan ke daerah ini. Terus lihat ada orang berantem dari jendela restoran tadi. Dan Beby lihat ada mas Gaga disana."
"Seharusnya kamu nggak ikut campur." Ucap Gaga sambil melengoskan wajahnya. "Dan tidak menampar saya."
"Ditampar, biar setan dalam tubuh mas Gaga itu hilang." Sungut Beby sambil cemberut.
Gaga sontak mengangkat sebelah alisnya sambil bersedekap, "jadi, seharusnya kamu tahu 'kan siapa yang harusnya meminta maaf?"
Tapi Beby malah balas menatap Gaga tidak paham. Hanya mengerjapkan matanya.
Gaga menghela napas lelah. "Kamu. Sudah menampar saya, minta maaf."
"Mas Gaga juga sudah menghilangkan bekas jabat tangan Shawn Mendes. Minta maaf juga, dong."
"Perempuan dan sifat tidak mau disalahkannya." Ucap Gaga sambil memijat pelipisnya. "Tapi, terimakasih."
"Untuk?" Beby mencoba memancing Gaga sambil senyum-senyum sendiri.
Namun Gaga malah mengernyit. "Ya saya cuma mau berterimakasih saja. Tidak usah di deskripsikan terimakasih untuk apa."
"Cih, seharusnya kamu bilang; terimakasih ya Beby yang cantik, sudah membuat saya berhenti berkelahi. Terimakasih sudah mengobati saya juga. Coba aja kalau nggak ada kamu—eh, mau kemana?" Beby langsung berdiri. Bahkan berlari kecil untuk menyusul langkah Gaga yang besar-besar. "Mas Gaga mau kemana?"
Gaga yang sedang berjalan hanya melirik Beby. "Pulang."
"Terus Beby gimana?" Beby merengek sembari mengerucutkan bibirnya.
"Itu urusan kamu. Saya nggak perduli."
"Kok gitu, sih?" Rengekan Beby makin keras, bahkan kini menarik lengan Gaga. "Waktu jalan-jalan Beby tersita gara-gara kamu."
Astaga... Gaga berkali-kali harus menghela napasnya dan mengusap telinganya yang berdenging mendengarkan rengekan Beby. Tadi dia sudah mendapatkan kenyataan pahit bahwa Emma benar-benar tidak ingin memperbaiki hubungan mereka, lalu mengetahui kenyataan bahwa Zion adalah tunangan Emma.
Dan kemudian harus mengganti rugi sejumlah wine yang pecah di restoran. Sekarang, dia harus bersama gadis freak ini. Kini Gaga benar-benar percaya definisi 'sudah jatuh, tertimpa tangga pula' melekat pada dirinya.
"Mas..." Gaga menarik-narik lengan Gaga lagi.
Membuat Gaga sontak menghentikkan langkahnya dan memberikan tatapan tajam pada Beby. "Mau kamu apa, sih?!"
"Beby nggak punya kenalan orang Indonesia yang bisa bahasa Norway seperti kamu."
"Tahu darimana saya bisa bahasa Norway?"
"Tadi, kamu ngomong-ngomong sama staff di restoran pakai bahasa sini." Sungutnya.
Gaga memijat lehernya. "Lalu apa hubungannya dengan saya yang bisa bahasa Norway?"
Beby langsung menyengir lebar. "Beby mau ke TusenFryd! Repot kalau kesana tapi nggak bisa bahasa Norway."
"TusenFryd jauh dari sini. Lagipula, lebih seru Dufan daripada TusenFryd." Ucap Gaga.
Dan lagipula, kondisi Gaga yang masih patah hati ini benar-benar tidak baik jika dirinya harus ke taman bermain semacam TusenFryd.
Namun Beby kembali cemberut. "Nanti Beby bayarin deh, semuanya. Tiket Oslo Metro-nya juga."
"Oslo Metro?" Gaga mendengus ketika mendengar bahwa Beby akan naik kereta ke TusenFryd. "Tidak perlu. Saya sudah bawa mobil."
"Jadi?" Tapi cengiran Beby malah makin lebar, membuat Gaga menjaga jarak satu langkah karena sifat aneh gadis itu. "Jadi, tunggu apa lagi? Ayo!"
Gaga sampai kembali hendak terjungkal kedepan ketika tiba-tiba Beby menarik tangannya, menyeretnya bagaikan sapi.
"Mobil kamu dimana?" Tanya Beby. "Jauh nggak dari sini? Nanti Beby beliin ice cream juga, deh!"
"Tu-tunggu." Gaga berusaha sekuat tenaga menghentikan langkahnya, dan Beby menatap Gaga sebal. "Kamu yakin mau pergi sama saya?"
Beby mengangguk. "Ada yang salah?"
"Tentu salah." Gaga berdeham, sedikit merasa aneh. "Saya itu orang asing bagi kamu dan begitu juga sebaliknya. Saya juga pria. Dan kamu... nggak takut ada sesuatu terjadi?"
Beby jadi mengerjapkan matanya. "Mas Gaga... napsu sama Beby?"
Mendengar itu membuat Gaga langsung terbatuk-batuk sendiri dan melemparkan tatapan membunuh pada Beby. "Kamu gak semenarik itu untuk menjadi wanita yang membuat saya napsu sama kamu."
"Berarti nggak akan terjadi apa-apa dong sama kita." Beby mengerling pada Gaga. "Kalaupun itu terjadi, anggap saja mas Gaga lagi khilaf."
Sungguh, sungguh... Gaga merutuk dalam hati sambil mengacak rambutnya frustasi. Gadis dihadapannya ini benar-benar freak dan membuat Gaga terheran-heran, sekaligus sampai takut pada Beby.
"Anggap saja khilaf, katanya?" Gumam Gaga sambil mendengus. "Jalan di samping dia, itu sudah termasuk khilaf."