CHAPTER 3: RANSEL PUTIH, BEBY, DAN SHAWN MENDES

1959 Words
Pembawaan Gaga yang tenang membuatnya tidak terlihat panik ketika tas-nya tertukar dengan gadis aneh tadi. Tapi tetap saja Gaga tidak bisa memungkiri perasaan kesalnya. Dan wajahnya sudah jelas menunjukkan kekesalan lelaki itu. Dengan masih berusaha tenang, Gaga mulai membuka tas ransel bewarna putih yang sama dengan milknya itu. Tapi tetap saja membukanya dengan kasar karena dia sedang kesal. Dan dirinya langsung terperangah begitu mengambil salah satu barang dari dalam tas ransel milik gadis aneh tadi. Sebuah kertas besar—atau yang biasa disebut poster. Dengan wajah orang barat yang tersenyum kearah Gaga dengan tulisan poster itu; SHAWN MENDES -1998- "Ini gila!" Gumam Gaga, dengan langkah besar dia segera keluar dari cafe itu untuk mencari si gadis aneh. Tidak lupa dia meremas poster Shawn Mendes dengan tangannya, membuatnya seperti gumpalan bola dan melemparkannya ke tong sampah dengan kasar. Sebenarnya, isi tas ransel yang sekarang dibawanya adalah barang-barang dengan tema Shawn Mendes, serta sebuah tiket? Entahlah, Gaga tidak tahu itu tiket apa karena dia tidak mau tahu. Intinya Gaga ingin ranselnya segera kembali, dan dia segera menghampiri seorang petugas bandara. Kemudian menjelaskan segala yang terjadi, sampai membuat petugas bandara itu menawarkan Gaga untuk menunggu di sebuah ruang tunggu selagi petugas bandara mencari si gadis aneh itu melalui cctv. Sebenarnya bisa lebih mudah jika Gaga mengetahui nama gadis itu. Masalahnya, Gaga tidak mengetahui nama gadis itu. Dan oh, dia tidak mau tahu namanya!  *** Sebuah kebetulan yang bisa dibilang melegakan bagi Gaga, karena ini benar-benar kebetulan yang bahkan Gaga tidak bisa menyangkanya! Gadis itu ternyata sudah membawa paspor dan semua dokumen penerbangan yang dia pegang sendiri sedari tadi di cafe, sehingga dia bisa masuk kedalam pesawat. Penerbangan business class dengan tujuan ke Oslo—Norwegia, dan satu maskapai penerbangan dengan Gaga. Kemudian karena waktu yang sudah tidak memungkinkan bagi Gaga untuk bertemu dengannya di business lounge, maka petugas bandara menyarankan agar Gaga langsung menghampiri gadis itu saja di dalam kabin pesawat. Maka tidak butuh waktu lama bagi Gaga untuk ikut masuk kedalam pesawat, dan matanya menyipit tidak suka ketika melihat gadis itu—Beby, sedang membuka tas ransel milik Gaga. "Kamu!" Sentak Gaga. Dan Beby terkesiap keras. Ransel di pangkuannya tadi jatuh, kemudian merintih kesakitan ketika dengan keras Gaga menarik tangannya sehingga Beby langsung bangkit dari duduknya begitu saja. "Kembalikan ransel saya!" Beby langsung melirik ransel putih di lantai yang terjatuh setelah baru saja dia buka. "Om yang tadi, kan?" Gaga langsung menyentakkan tangan Beby begitu saja, membuat Beby meringis kesakitan lagi dan Gaga dengan cepat mengambil tas ransel miliknya yang terjatuh. "Kenapa om enggak minta maaf, sih?!" Beby mulai sewot. "Tangan saya sakit nih, pake di tarik-tarik segala. Dan satu lagi, harusnya om minta maaf karena sudah mengambil ransel saya gitu aja." "Excuse me? Kamu suruh saya minta maaf? Bukannya terbalik, ya?" Gaga menatap Beby tidak percaya. "Saya baru keluar sebentar dari cafe untuk menerima panggilan telepon dan ketika saya kembali, ransel saya sudah tidak ada." Kemudian Gaga mendengus kesal. "Atau, kamu memang berencana mencopet ransel saya?" "What? Nyopet?!" Beby terbelalak tak percaya. "Gini ya, om. Tangan saya bisa dipotong sama ibu saya kalau saya nyopet dan lagi, emang ada copet naik pesawat duduk di business class?" Skakmat! Gaga langsung merasa mati dengan ucapan Beby barusan. Karena kalau dipikir-pikir... benar juga ucapannya. Rata-rata orang yang menaiki pesawat dan mengambil business class adalah orang-orang yang berfinansial cukup baik serta mampu membayar harga lebih mahal untuk naik pesawat demi kenyamanan yang eksklusif. Dan dari yang Gaga lihat, gaya serta tampilan gadis dihadapannya ini juga tidak norak-norak amat. Tapi tetap saja, gaya bisa menipu siapa saja, bukan? "Penumpang diharapkan duduk dan memasang sabuk pengaman—" Beby langsung menarik ransel putih miliknya yang berada di genggaman Gaga dan kembali duduk, lalu melirik Gaga, "duduk, om. Tuh, halo-halo mbaknya sudah nyuruh duduk, pakai sabuk pengaman. Silahkan duduk kalau gamau tibo (jatuh)." Gaga hanya bisa mengernyit tidak paham. Ucapan gadis didepannya ini sangatlah absurd, membuat Gaga sulit paham. Namun kemudian seorang pramugari kembali menghampirinya, meminta Gaga menunjukkan tiket perjalanannya dan pramugari itu tersenyum ramah. "Tempat duduk Anda benar disini." Ucap pramugari itu. Gaga menatap kursi yang terlihat nyaman dihadapannya tanpa dia harus berpindah sedikitpun. Karena kursi miliknya ada di sebelah si gadis remaja aneh yang dia tuduh sebagai pencuri tadi. "Silahkan," Pramugari itu mempersilahkan. Gaga berdeham, dan Beby membuang muka kearah lain karena dia tahu dia akhirnya duduk di sebelah Gaga. Dan begitulah akhirnya, Gaga harus duduk di sebelah gadis aneh ini sampai pesawat lepas landas dan nanti akan transit di Dubai. "Loh, loh?!" Walaupun dinding pembatas diantara keduanya cukup tinggi, Gaga masih bisa mendengar pekikan Beby. "Loh, ya ampun!" Gaga hanya menghela napas, dia sudah memasang headset dan ingin menonton film saja agar tidak mendengar pekikan gadis di sebelahnya. "Eh, om!" Gaga terkejut, menoleh kesamping dan melihat Beby cemberut kearahnya setelah dinding pembatas diantara mereka di turunkan oleh Beby. "Kalau kamu terus berisik, saya akan panggil pramugari untuk mengusir kamu dari sebelah saya." Ancam Gaga. "Bukan gitu." Beby meralat dengan cepat. "Emang tadi waktu ransel kita ketuker om enggak lihat poster pacar aku di ransel?" "Pacar?" "Shawn Mendes, om! Pacar aku. My boyfriend." Jelas Beby. "Oh," Gaga mengangguk. "Tadi saya buka tas kamu karena refleks dan kaget ransel kita tertukar. Terus enggak sengaja saya lihat poster si Shawn-shawn itu." "Terus mana posternya?" Gaga berdeham, "saya buang." Sontak Beby memekik tidak percaya. "APA?!" "Iya, saya buang." Gaga langsung membuang muka. "Tidak sengaja." "Ya ampun, om." Bahu Beby melemas, pipinya menggembung dan bibirnya langsung mengerucut. Tanpa di duga-duga, tak lama kemudian dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan dan menangis. Mendengar tangisan itu Gaga langsung menoleh, tergagap dan panik karena sudah membuat anak orang menangis. "Hei, oke-oke. Saya minta maaf." "Om!" Beby menyeka air matanya. Tapi masih terisak. "Om nggak tahu sih itu ekskusif, om. Poster itu aku dapetin setelah beli online album asli beserta vinyl eksklusif-nya Shawn Mendes. Cuma yang beli asli yang bisa dapat." "Ya mau gimana lagi. Sudah terlanjur saya buang." Bukannya ucapan Gaga menenangkan, hal itu malah membuat Beby makin terisak. "Nggak mau tahu, pokoknya ganti!" "Astaga," Gaga mengusap wajahnya. Dia frustasi. "Gimana saya gantinya?" "Nggak tahu juga." Cicit Beby, membuat Gaga mendesah lelah. "Udah ah, om. Aku bete sama om." Gaga hanya melirik Beby yang duduk sambil bersedekap di sampingnya. Baiklah, Gaga jujur bahwa dia merasa bersalah. Lagipula pasti tadi ada setan merasukinya, membuat Gaga merasa begitu marah sampai membuat dirinya meremas serta membuang poster kesukaan gadis itu. Gaga tidak tahu jika poster seperti itu sangat berharga sampai di tangisi oleh pemiliknya. "Sekali lagi saya minta maaf, ya." Pinta Gaga dengan datar. Akhirnya meminta maaf juga. "Tadi saya terbawa emosi." Beby kemudian menghela napas. "Iya, Beby maafin." Mendengar nama Beby, membuat Gaga mengernyit heran. "Kamu lagi sok imut dengan memanggil dirimu sendiri baby atau memang nama kamu Beby?" "Ini modus om biar bisa kenalan sama Beby, ya?" tiba-tiba saja kesedihan gadis aneh ini menghilang dan dia langsung genit pada Gaga. Siapa yang tidak tergoda untuk genit pada lelaki tampan di sebelahnya? Beby sampai khilaf dengan ketampanannya. "Yaudah-yaudah, Beby juga enggak keberatan buat kenalan. Hitung-hitung nambah teman." Ucap Beby. kemudian menyodorkan tangannya kearah Gaga. "Tak kenal maka tak sayang. Namaku Beby Abhyaksa, biasa di panggil princess." Kenyitan di dahi Gaga makin dalam setelah mendengarnya. Princess? Really? "Hehe, becanda, om. Serius amat." Beby menyikut Gaga, membuat lelaki itu tersentak. "Panggil aja Beby. Lahir di Jogja, besar di Jakarta, kalau ngomel pakai bahasa jawa soalnya jarang ada yang ngerti, suka sama Shawn Mendes dan berumur dua puluh lima tahun." "Dua puluh lima tahun?" Oke, Gaga terkejut sekarang. Karena tadi Gaga kira, Beby adalah remaja labil yang masih SMA. Beby mengangguk. "Nama dan umur om berapa? Om enggak kelihatan tua banget, sih." "Sebaiknya kamu jangan panggil saya om. Usia kita cuma beda satu tahun." Gaga menoleh, menatap Beby dengan datar. "Umur saya dua puluh enam tahun." "Oh my lord. Beneran?!" Tanya Beby sambil menepuk kedua pipinya, bergaya sok imut yang kini membuat Gaga bergidik jijik. "Terus Beby manggilnya siapa dong?" "Enggak usah manggil." Jleb! Jawaban datar Gaga benar-benar menusuk hati Beby, bung. Tapi karena Beby adalah gadis baik hati dan tidak sombong, maka dia tetap tersenyum. "Beby panggil tanpa nama aja, ya?" Gaga tidak menjawab, hanya memutar bola matanya. "Eh, eh. Si tanpa nama." Beby mencolek-colek lengan berotot Gaga. Dan Gaga langsung menatap Beby dengan pandangan risih. "Tanpa nama berarti ke Oslo juga, ya? Mau ngapain kalau boleh tahu?" Tanya Beby. Kemudian Gaga langsung mengarahkan telapak tangannya kedepan muka Beby dan menghela napas lelah. Gaga benar-benar lelah. "Nama saya Dirgantara Felixiano." "Wow," Beby tersenyum senang. "Di panggil apa, nih? Dirga? Anta? Tara? Felix? Ano? Nano-nano?" "Panggil Gaga saja." Gaga mengusap wajahnya sekarang. Dia terkena kutukan apa sih sehingga harus duduk di samping gadis berisik yang bernama Beby ini. "Oke deh, Beby panggil mas Gaga aja, ya? Biar kita cepat akrab." Tawar Beby sambil menaik turunkan alisnya. Gaga menghela napas. "Terserah." Padahal dia tidak ingin akrab dengan Beby. Beby tersenyum senang dan kemudian sudah memposisikan dirinya, terlihat hendak menonton film dari layar monitor dihadapannya. Dan Gaga bersyukur dia bisa memejamkan matanya sejenak, karena semenjak tadi malam dia belum sempat tidur. Email dari Emma membuat pikirannya penuh. Belum lagi Gaga harus memesan tiket perjalanan, bersiap lagi di temani oleh perasaannya yang gundah gulana. Kini, memejamkan mata di kursi yang empuk dan nyaman ini setidaknya bisa memberi waktu Gaga untuk beristirahat. Jika saja dia tidak terganggu lagi. "Eum..." tapi gumaman Beby menganggu tidurnya. Beby kemudian menoleh, melihat Gaga yang menyipitkan mata kearahnya. "Kebangun ya, om?" "Kamu bisa diam?" Beby mencebikkan bibirnya. "Beby bingung nih, mau nonton film apa. Enaknya ngapain ya, mas?" "Terserah." "Ah, Beby tahu. Mendingan Beby fangirling calon suamiku." Beby kemudian membuka ranselnya dan mengambil macbook dari dalam sana. "Memangnya Nuranni aja yang bisa jadi calon suaminya Iqbaal? Beby juga bisa kali jadi istrinya Shawn." "Kamu itu terobsesi sekali ya sama si Shawn Mendes itu?" Tanya Gaga. Kemudian Gaga sepertinya menyesali pertanyaan yang dia lontarkan barusan. Karena mata Beby langsung berbinar setelah mendapatkan pertanyaan itu dan dia langsung memiringkan macbook-nya kearah Gaga. "Beby nge-fans banget sama Shawn Mendes soalnya dia ganteng dan suaranya itu loh, mas. Uw... aku melting kalau dengar." Beby menunjukkan sebuah video carpool karaoke dengan Shawn Mendes sebagai bintang tamunya. "Tuh, dengerin, mas. Bagus kan suaranya?" Gaga hanya menatap layar macbook dengan datar dan kemudian menatap Beby yang berbinar sambil menonton video itu. "Beby sebenarnya nge fans juga sama Justin Bieber, tapi sekarang dia kaya nggak kerawat gitu penampilannya dan Beby patah hati banget setelah dia tunangan sama Hailey Baldwin." Curhat Beby sambil terus menonton. "Luka setelah patah hati Beby belum sembuh setelah kabar pertunangan Justin. Eh, kabarnya sebentar lagi Calvin Leonard mau menikah dan dia sudah punya anak ternyata! Ya ampun, keretek-keretek hati Beby, mas." Gaga menggelengkan kepalanya, "daritadi kamu ngomong, saya nggak paham kamu cerita apa."  "Makannya sini Beby tunjukin," Beby dengan lancang menarik lengan Gaga, sehingga tubuh Gaga sampai sedikit menjorok kearah tubuh Beby. Gaga di paksa untuk melihat sebuah video lagi. "Ini Calvin Leonard, mas! Penyanyi juga dari remaja sampai sekarang gantengnya nggak hilang-hilang. Tapi dulu dia playboy, eh sekarang sudah mau nikah." Beby mulai bercerita. "Mas Gaga harus lihat video clip-nya Calvin yang baru. Itu keren ba-nget! Soalnya—" Kuping Gaga serasa berdenging mendengar celotehan Beby. Tapi apa daya, demi menghormati orang yang berbicara, Gaga jadi tidak enak hati untuk menolak diajak menonton video clip dari penyanyi-penyanyi terkenal dan tampan yang disukai Beby. Helaan napas lelah di keluarkan Gaga lagi. Dia akan menghabiskan waktu tujuh jam lima puluh lima menit untuk mendengarkan segala cerita Beby. Entahlah, masih berlanjut atau tidak. Entah kenapa Gaga jadi sadar, mungkin kesialannya dalam perjalannya ke Oslo ini terjadi karena dia membantah Athayya—ibunya. Dan restu ibu itu sangat penting, jika tidak mendapat restu, inilah akibatnya. Membuat Gaga terjebak dengan wanita dewasa dalam pikiran remaja muda seperti Beby Abhyaksa. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD