11. Kencan dari masa lalu

2053 Words
Daniel merasa dia sekarang sudah tidak dapat mempercayai siapa pun lagi. Seluruh pelayannya seperti sudah kompak untuk tunduk pada Ayahnya. Daniel bahkan tidak diizinkan untuk pergi ke kelab demi menjaga nama baiknya. Daniel sudah mencari tahu tentang wanita yang akan dijodohkan dengannya itu. Wanita itu memang sempurna, badannya bagus, pintar dan juga terkenal. Tapi Daniel belum tahu kepribadiannya. Menurut Daniel kepribadian itu faktor kunci untuk menikah walau bukan faktor pertama. Daniel akhirnya memilih untuk berdiam diri di apartemennya dan menjelajah sosial medianya untuk menemukan hal menarik. Tiba-tiba saja dia melihat Abel yang baru saja memperbaharui foto lamanya dengan keterangan bahwa gadis itu sedang butuh hiburan. Dengan cepat dia kemudian langsung menelepon Abel. “Halo?” suara Abel terdengar. “Halo, kamu di rumah? Cepat siap-siap aku jemput satu jam dari sekarang.” Daniel berkata-lebih tepatnya seperti menyuruh. Kemudian dia juga ikut ke kamar mandi dan berganti baju. Kali ini dia hanya memakai kaos hitam dan juga celana jeansnya. “Maaf Tuan muda mau pergi ke mana?” tanya pelayan Daniel ketika melihat Daniel sudah berpakaian rapi. “Aku hanya ingin pergi makan. Kalian berlebihan sekali,” kata Daniel kesal. “Baik, tapi kami akan tetap mengikuti Tuan muda,” kata pelayan itu lagi. Daniel berbalik dan menghela nafas pasrah. “Ya sudah, terserah kalian! Tapi jarak kalian harus sepuluh meter. Kalau kalian berani mendekat, aku akan bertindak nekat,” ancam Daniel. Dia kemudian segera pergi menjemput Abel. Sementara itu Abel masih bingung dengan telepon Daniel yang singkat itu. Dia yang sedang maskeran itu merasa aneh karena Daniel yang tiba-tiba mengajaknya pergi. Pada akhirnya dia tidak peduli dan kemudian meneruskan untuk menonton drama Korea kesukaannya di laptop. Mumpung dia libur besok. Ray sudah sangat kasihan melihat Abel yang sudah hampir mati menangani semua pekerjaan Luna. Abel memang sudah punya rencana bahwa malam ini dia akan menghabiskan malam dengan maskeran, nonton drama Korea dan makan ramen kemudian tidur dan bangun siang. Membayangkannya saja sudah membuat Abel bahagia. Tiba-tiba Abel mendengar suara mesin mobil yang menggelegar berhenti di depan rumahnya. Dengan cemas Abel mengintip dari jendela dan benar saja, mobil Daniel berhenti di depan pagar rumahnya. Sosok Daniel kemudian keluar dari mobil biru itu dan membuka pagar rumah Abel dengan santai. Abel segera keluar untuk membuka pintu. “HHAAHHHH!!!!” Daniel berteriak kaget saat melihat sosok Abel dengan wajah putih karena masker bengkuangnya muncul dari balik pintu. “AARRGGHHH!!!” Abel juga secara refleks berteriak karena mendengar teriakan Daniel. “Hah-Hah-Hah,” Daniel mencoba untuk bernafas dengan normal setelah mengalami kejut jantung. “Kamu kenapa sih niat banget mau nakutin orang?” ujar Daniel kesal. Abel tak kalah kesal melihat Daniel. “Kamu yang kenapa? Kenapa malam-malam datang ke rumah aku?” “Ya kata kamu, kamu lapar. Makanya mau aku ajak makan. Gak ada terima kasihnya,” kata Daniel. Abel mencoba mengingat kapan dia pernah meminta Daniel untuk mengajaknya makan. “Aku—“ “Udah buruan ganti baju sana. Udah dibilang dari tadi bukannya ganti baju,” ujar Daniel masih kesal. “Sama sekalian cuci muka deh, kamu lebih menakutkan dari pada hantu.” Abel kemudian memegang wajahnya lagi. “IIIHHHH... gara-gara kamu nih, masker aku retak!!” Daniel menggaruk telinganya. “Masker retak kek, muka retak kek, aku gak peduli. Sekarang kamu ganti baju kita pergi makan,” kata Daniel lagi. Abel berjalan ke kamar mandi dengan kesal. Daniel benar-benar mengacaukan malam istirahatnya. Dia sebenarnya tidak ingin pergi tapi perutnya berkata sebaliknya. Lagi pula makan ramen tentu saja tidak sehat. Abel segera mencuci wajahnya dan berganti baju lalu kemudian menemui Daniel lagi. Lelaki itu sekarang sedang berada di ruang tamunya sambil melihat-lihat pajangan yang di tata Abel di sebuah lemari kecil. “Mau apa kamu? Mau maling ya?” tuduh Abel. Daniel terkejut tapi kemudian memandang Abel dengan tatapan heran. “Rumah ini saja bisa kubeli sekarang juga buat apa maling?” “Dih, sombong!” “Orang sombong itu jika dia pamer padahal dia tidak punya dan tidak mampu. Aku punya dan aku mampu. Jadi aku tidak sombong,” balas Daniel. Dia kemudian memandangi Abel yang hanya menggunakan celana pendek dengan kaos super besarnya. Daniel mengangkat sebelah alisnya. “Kamu yakin mau pergi makan dengan pakaian seperti itu?” tanya Daniel. “Iyalah, kan cuma pergi makan,” jawab Abel. “Euhm, aku sarankan kamu ganti baju, kita mau makan—“ “Udah ayo buruan! Aku udah lapar nih,” potong Abel kemudian mendorong Daniel agar segera keluar dari rumahnya. Bagaimana pun, tetangganya pasti akan bergosip jika mereka tahu Abel membawa pria ke dalam rumah. Dia ingin hidup dengan tenang. *** “Eh, kok kita ke sini?” tanya Abel panik karena Daniel membelokkan mobilnya ke sebuah mal kelas atas. “Iya, aku mau makan steik sama minum anggur,” jawab Daniel. Abel tahu soal restoran yang dimaksud Daniel. Sebuah restoran steik kelas atas yang biasanya orang datangi dengan pakaian formal bukan kaos oblong, celana pendek dan sendal jepit seperti yang sedang dipakai Abel saat ini. “Kok gak bilang-bilang?” protes Abel. Daniel menarik nafas panjang. “Tadi aku mau bilang udah kamu potong. Ya, salah sendiri,” kata Daniel lagi. “Aku pikir kita bakalan makan di kafe aja.” Daniel menatap Abel lagi. “Aku gak mau makan soto terus.” Abel terdiam. “Aku gak turun deh,” kata Abel lagi. Bahkan petugas kebersihan mal ini saja lebih layak dalam berpakaian dibandingkan Abel. “Ih, udah sampai sini juga. Pede saja, YOLO begitu,” kata Daniel yang menyilangkan tangannya di depan wajah. “Yola yolo palamu. Gak mau ah.” Daniel kemudian turun dari mobil. Dia kemudian membuka pintu penumpang dan menarik Abel turun dari mobil. Menggenggam tangan Abel agar berjalan bersamanya sementara gadis itu terus menunduk karena malu menjadi pusat perhatian. “Orang tuh cantik bukan Cuma karena penampilannya, tapi juga karena rasa percaya dirinya. Mau semua orang di mal ini bilang kalau kamu aneh tapi kalau aku bilang kamu cantik gimana?” bisik Daniel. Abel terdiam. Diam-diam dia tersipu juga dibilang cantik oleh Daniel. “Angkat kepalamu dan percaya dirilah.” Perlahan-lahan Abel mengangkat wajahnya. Ternyata hampir tidak ada orang yang menatapnya. Masing-masing dari mereka malah sibuk dengan kegiatan mereka sendiri. Memang mungkin beberapa orang sempat memandanginya dengan tatapan aneh namun Abel membalas mereka dengan mengukir senyumnya. Abel melihat punggung Daniel yang berjalan di depannya, tangan lelaki itu masih bertaut dengan jemari Abel yang terlihat kecil jika dibandingkan dengan tangan Daniel. Hati Abel menghangat merasakan perhatian dan juga perlindungan dari Daniel yang ternyata manis juga. Keduanya akhirnya sampai di restoran itu. Abel jarang sekali kesini, dia baru sekali mengunjungi restoran ini. Ini adalah kali keduanya. “Kamu mau pesan apa?” tanya Daniel begitu mereka duduk di meja mereka. "Samain aja sama kamu," jawab Abel. Abel menatap pemandangan kerlap kerlip lampu kota dari jendela kaca di sampingnya. “Saya mau steik wagyu A limanya dua dan anggur merah,” kata Daniel pada pelayan itu. “Aku suka banget sama restoran ini,” kata Daniel pada Abel. Abel mengarahkan pandangannya pada Daniel. “Kenapa?” tanya Abel. “Banyak kenangan di sini,” jawab Daniel pelan. Abel terdiam sejenak mencoba menebak isi pikiran Daniel. “Makanannya atau orang menemani kamu makan?” tanya Abel. Daniel tersenyum namun pria itu jelas menampakkan kesedihan. “Dua-duanya,” jawab Daniel singkat. *** “Mau temani aku main gak?” tanya Daniel ketika dia dan Abel sudah selesai makan. Abel memberikan Daniel tatapan curiga. “Bukan main yang aneh-aneh. Sumpah!” Daniel menaikkan dua jarinya ke udara. “Awas aja sampai berani macam-macam,” “Aku mana berani macam-macam sama macan kayak kamu,” kata Daniel sambil bergidik ngeri. Keduanya kemudian keluar dan pergi dari mal itu. Daniel mengemudikan mobil dengan lebih santai sekarang membuat Abel menikmati perjalanan mereka. Tangan Daniel meraih radio dan menyalakan musik agar hening di antara mereka mereda. Sebuah lagu romantis bermain di tengah-tengah lagu menandakan bahwa lagu itu terhenti di sana. Setelahnya lagu itu kembali bermain, Abel menatap ke arah Daniel yang tampak tenang menikmati lagu itu. “Lagunya ini aja?” tanya Abel. Daniel mengerjap keluar dari lamunannya. “Iya, aku loop soalnya. Kalau mau ganti, tekan next aja,” kata Daniel. “Gak pa-pa, lagunya enak,” kata Abel. Keduanya larut dalam pikiran masing-masing menuju tempat yang diinginkan Daniel. Sekitar 15 menit kemudian Daniel membelokkan lagi mobilnya ke sebuah stadion yang sudah tutup. “Kita mau ke mana?” tanya Abel penasaran. Daniel hanya tersenyum. “Ikut aja, seru kok!” Daniel mengarahkan tangannya ke arah Abel. Abel menatap tangan Daniel yang menggantung di udara menunggu uluran tangan Abel. Pelan-pelan Abel menyambut tangan Daniel yang kemudian membawanya menuju ke dalam stadion itu. “Sumpah kalau kamu berani macam-macam sama aku, kubunuh kamu!” ancam Abel. “Sudah ku bilang aku gak minat macam-macam sama macan sama kamu,” Daniel kemudian menghidupkan lampu membuat seluruh ruangan itu menjadi terang benderang. Abel memperhatikan sekelilingnya. “Sepatu roda?” tanya Abel heran. Daniel malah mengangguk bersemangat. “Kamu main sepatu roda tengah malam begini?” Daniel tidak menjawab, dia malah mengambil dua pasang sepatu roda dan memberikannya sepasang pada Abel. “Eh gak... gak... aku gak bisa main sepatu roda,” tolak Abel. “Ya makanya cobain dulu, gampang kok. Seru lagi,” kata Daniel. Dia kemudian berlutut dan membuka sendal jepit Abel dan memasangkan sepatu roda pada Abel. Setelah itu Daniel juga memakai sepatu rodanya. “Sekarang coba berdiri,” kata Daniel. Abel mencoba berdiri tapi tubuhnya masih belum bisa seimbang dengan baik. Daniel menahan tangan Abel dan mencoba membantu Abel agar dapat seimbang. Setelah dirasa cukup, pelan-pelan Daniel membawa Abel keluar dan mengajarinya cara bermain sepatu roda. Abel dan Daniel tertawa puas malam itu. Keduanya bermain seperti anak kecil. Saling dorong, saling tarik bahkan saling kejar karena ternyata Abel lumayan cepat menjadi mahir dalam bermain sepatu roda. Setelah lelah, Abel duduk di aspal lapangan bulat itu. Badannya berkeringat dan juga kelelahan tapi dia sangat senang dan bersemangat. Entah kenapa semua lelahnya karena pekerjaan hilang entah ke mana. “Kamu senang?” tanya Daniel yang ikut duduk di samping Abel. Abel mengangguk sambil tersenyum ke arah Daniel. Daniel pun ikut tersenyum, dia kemudian merebahkan diri di aspal sambil matanya memandang bintang. “Biasanya setelah sepatu roda aku akan melihat bintang dan langit sampai pagi,” kata Daniel. Abel kembali menatap Daniel, sekali lagi gadis itu berusaha memahami kata-kata Daniel. “Ayo pulang,” kata Daniel sambil berdiri. Dia kemudian membantu Abel berdiri juga. Setelah mengembalikan sepatu roda mereka, mereka bersiap untuk pulang. Dalam perjalanan pulang, lagu yang sama kembali mengalun. Abel semakin penasaran. Abel membuka sosial medianya dan mencari akun milik Daniel. Abel terkejut karena sebuah postingan dengan keterangan kencan yang di unggah Daniel beberapa tahun lalu sama persis dengan apa yang sedang dialaminya malam ini. Semuanya dimulai dari makan malam steik dan anggur, lagu yang sama, dan sepatu roda. Hanya saja tidak ada melihat bintang. d**a Abel menjadi sesak karena dia pikir Daniel hanya melakukan ini dengannya ternyata dirinya hanyalah alat yang digunakan Daniel untuk menghidupkan kembali kenangannya bersama dengan mantan pacarnya. Yang lebih mengejutkannya lagi, wanita yang membuat Daniel gagal move on itu terlihat sangat mirip dengannya. Wajahnya yang kecil, tubuh mungil dan rambut sebahu. Jika hanya dilihat dari belakang, keduanya sangat mirip. Jadi ini alasan Daniel mendekatinya tapi tidak mengajaknya tidur seperti wanita lain?. Karena dia mirip dengan wanita yang dicintai dan masih dicintai Daniel. Perlahan-lahan air mata Abel turun dengan perlahan. Dia mencoba menghapusnya dengan cepat sebelum Daniel sadar dia sedang menangis. Untung saja rumahnya sudah terlihat. “Eh, kok kamu nangis?” tanya Daniel panik karena tiba-tiba saja dia melihat Abel sudah menangis tanpa mengeluarkan suara. Gadis itu terisak semakin keras karena Daniel sudah mengetahuinya sedang menangis. mata Daniel menangkap sesuatu dari layar ponsel Abel yang masih menyala. Foto Nara di akun sosial medianya yang belum dia hapus sampai hari ini terpampang di layar ponsel itu. Abel mengusap air matanya lagi dan memandang Daniel. “Aku pikir aku spesial malam ini nyatanya aku hanya pengulangan dari kenangan indah kamu bersama orang lain.” Daniel diam, dia tidak tahu harus berkata apa. “Maaf tapi aku bukan dia yang dari masa lalu kamu. Jika kamu masih mau hidup dalam masa lalu kamu, maka hiduplah sendiri di sana. Jangan ajak-ajak aku.” Abel turun dari mobil meninggalkan Daniel yang semakin kacau perasaannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD