8. Perhatian Terselubung

1656 Words
Daniel menutup telepon dengan senyum mengembang. Dia kemudian mengeluarkan sebuah kertas kecil berwarna kuning yang ditulis Abel tadi siang. Gadis itu bahkan menandatangani kertas itu. Daniel berjanji dia akan menjaga kertas itu dengan baik. “Tuan Daniel, Tuan sudah dipersilahkan untuk menemui Tuan Ferry Wijaya,” kata seorang pelayan kepada Daniel yang sedang menunggu di balkon rumahnya. “Baik terima kasih,” balas Daniel. Daniel adalah anak satu-satunya dari keluarga Ferry Wijaya, pemilik Wijaya grup yang melegenda itu. Daniel adalah generasi ke 8 dari keluarga Wijaya yang menjalankan bisnis mereka. Keluarganya bahkan berdarah biru karena masih ada kaitannya dengan kerajaan di masa lalu. Intinya, keluarga Wijaya ini berhasil melewati pepatah kaya 7 turunan. Sekarang mereka sudah di turunan ke 8 dan masih kaya. Daniel kemudian berjalan menuju ke ruangan kerja Ayahnya. Meski di rumah, Ayahnya tetap mempunyai ruang kerja untuk tambahan waktu kerja. Dan Daniel, jika sudah mengenai pekerjaan, maka dia disetarakan dengan pegawai Ayahnya yang lain. Seperti ini, dia ingin menemui Ayahnya untuk laporan tapi harus menunggu giliran. Dari kecil Daniel dididik sekeras itu jika masalah masa depan. Dia selalu bersekolah di sekolah yang terbaik dan harus menjadi yang terbaik di sana. Hanya ketika kuliah Daniel dapat melawan Ayahnya. Dengan licik dia malah berkuliah di dalam negeri padahal Ayahnya sudah menyediakan tempat untuknya di Universitas terbaik di luar negeri. Tapi Daniel bersyukur, dia bertemu Nara di kampusnya. Dia dapat mengenal gadis itu dan menjadi kekasih Nara. Dia tidak bisa lupa begitu terkejutnya Nara saat tahu Daniel adalah anak orang super kaya. Tapi Daniel selalu mengatakan bahwa, dirinya akan tetap menjadi seperti dirinya yang sekarang. Daniel menggelengkan kepalanya, dia mengingat Nara lagi. Nara yang sudah bahagia bersama orang lain. Nara yang sudah melupakan Daniel dan tidak peduli jika Daniel belum melupakannya. Daniel menghembuskan nafas panjang. Dia lelah. “Bagaimana pertemuan kamu sama anaknya Diego itu?” tanya Ferry saat Daniel masuk ke dalam ruangannya. “Lancar, kami sudah akan mulai perencanaannya besok. Waktunya 3 bulan ini,” jawab Daniel. “Aku dengar dia masuk rumah sakit. Pastikan proyekmu tidak terganggu akan hal itu.” Daniel menggigit bibirnya sedikit. “Kemungkinan besar kehadiran Luna tidak akan berpengaruh. Dia punya tim yang hebat,” kata Daniel lagi. “Ya sudah, teruskan kalau begitu. Jangan sampai gagal.” “Baik, aku permisi dulu,” kata Daniel bersiap untuk keluar. “Daniel,” panggil Ferry lagi. Daniel berhenti. Dia tahu jika Ayahnya itu sudah memanggilnya dengan nama rumah seperti itu berarti ada sesuatu yang penting yang ingin disampaikan. “Jangan lupa, temui wanita yang sudah disiapkan untuk kamu. Berhentilah bermain dengan wanita-wanita bayaran di luar sana,” kata Ferry. Dirinya tidak melihat ke arah Daniel. “Aku pernah serius dengan wanita yang sama sekali tidak pernah kubayar, tapi kalian membuatnya pergi.” Daniel merasa sesak di dadanya. Ferry berdeham kecil. “Kamu harusnya juga paham bahwa menjadi nyonya Wijaya itu butuh bibit, bebet, bobot yang tinggi. Gadismu waktu itu tidak memiliki semuanya,” kata Ferry lagi dengan tega. Dia tidak peduli jika hati Daniel hancur saat mendengar hal itu. Tangan Daniel terkepal karena emosi. Hanya saja dia masih bisa mengendalikan emosinya saat ini. “Temui dia, dan kalau lancar kami akan segera mempersiapkan lamaranmu.” Hati Daniel semakin terluka. Kenapa hidupnya harus diatur seperti ini. Seakan dia lahir bukan untuk menjadi anak melainkan menjadi boneka untuk orang tuanya?. *** “Abel!” Panggil Ray. Ray menggantikan Luna untuk sementara waktu karena Luna sedang di rawat di rumah sakit. Luna sempat masuk seminggu dan kemudian dia ditemukan pingsan di kamar mandi dengan kondisi berdarah. Kabarnya Luna akan bed rest untuk waktu yang cukup lama. “Iya Pak Ray?” “Tolong bantu saya, daftar data toko berdasarkan abjad dan juga kotanya ya,” kata Ray lagi. “Baik Pak.” Abel mengangguk mengerti dan segera mengerjakan pekerjaannya. Walau Ray adalah atasannya tapi pria itu baru untuk pekerjaan ini sehingga Abel yang harus mengarahkan Ray. Untunglah pria itu sangat pintar sehingga tidak sulit untuk mengajari pria tersebut. “Pak, untuk datanya mau saya email atau hardcopy?” tanya Abel lagi. “Email saja,” jawab Ray lagi. “Ehm... Abel,” panggil Ray lagi. “Iya Pak Ray?” “Ini saya lihat ada kontrak yang baru di tanda tangani sama yang sementara on-process ya?” “Oh iya Pak. Ada empat kontrak baru yang sedang berjalan. Satu dengan perusahaan Korea, yang satu dengan Wijaya grup. Untuk yang dua sedang dalam tahap diskusi,” jelas Abel. Ray mangut-mangut sambil melihat berkas di tangannya. “Kalau begitu, kamu tolong tangani yang dua kontrak yang sudah tanda tangan. Nanti yang masih dalam tahap diskusi biar saya yang tangani,” kata Ray lagi. “Tolong dibantu ya. Saya tahu ini di luar pekerjaan sehari-hari kamu. Tapi, Luna gak punya orang kepercayaannya lagi selain kamu.” “Iya Pak, saya pasti akan bantu kok,” kata Abel. “Baik, terima kasih Abel.” *** Abel kemudian menghapus semua jadwal Luna selama dua bulan ke depan dan menggantinya dengan jadwalnya selama dua bulan ke depan. Abel sudah pasrah bahwa dia tidak akan pernah menikmati indahnya akhir pekan di rumah sambil leha-leha selama dua bulan ini. Apalagi setelah Abel tahu keadaan Luna dan bayinya yang sedang tidak baik-baik saja. Abel kemudian bersiap, dia harus menghadiri rapat lainnya untuk menggantikan Luna. “Pak Ray, saya permisi dulu Pak. Saya harus rapat dengan beberapa toko official,” kata Abel. “Oke, semangat ya Abel!” kata Ray. “Terima kasih, Pak. Bapak juga semangat,” kata Abel sebelum menutup pintu. Dia kemudian melangkahkan kakinya menuju ruang rapat. Saat membuka pintu ternyata klien mereka sudah ada. Dengan tenang Abel menjelaskan mengenai situasinya. Beberapa dari mereka tidak setuju karena Abel hanyalah seorang sekretaris dan dia tidak pantas untuk memimpin rapat. “Saya lebih dari seorang dengan sebuah jabatan. Saya memahami masalah dan dapat menemukan solusinya,” kata Abel dengan tenang. “Izinkan saya untuk memimpin rapat kali ini sekali saja. Jika dirasa saya kurang kompeten, maka silakan ajukan komplain ke pihak direksi kami,” sambungnya. Perlahan-lahan kegaduhan itu redup dan Abel kembali melanjutkan rapatnya. Tidak disangka, dia sebagus Luna. Tidak percuma selama ini Abel hampir selalu menempel dengan Luna. Dia dapat mengambil kharisma CEO milik Luna sehingga kliennya malah merasa puas akan hasil rapat mereka. Abel kemudian menunggu rapat keduanya dengan Wijaya grup. Dia tidak tahu apakah buaya muara alias Daniel akan ada atau tidak. “Selamat siang, nona jutek,” sapa Daniel dari balik pintu. Abel memutar bola matanya malas, dia sudah menduga pasti Daniel akan datang. Pria itu memang suka untuk merusak suasana hatinya. “Selamat siang, Pak Daniel,” sapa Abel mencoba sesopan mungkin. Daniel tersenyum lebar memperlihatkan barisan giginya yang rapi. Dia kemudian mengambil tempat duduk di meja panjang itu. “Loh, ini Cuma aku?” tanya Daniel. “Loh Bapak karyawannya yang lain ke mana emang?” tanya Abel lagi. “Gak tahu ke mana, lagi pada ngadu cupang kali,” kata Daniel santai. “Cupang diadu, padahal lebih enak kalo dibikin,” sambung Daniel membuat Abel geleng-geleng kepala. "Ya sudah, kita mulai rapatnya aja ya, Pak.” Abel mengambil remot proyektor dan kemudian bersiap memulai rapatnya dengan Daniel. “Huaaa aku bosan,” kata Daniel sambil merentangkan tangannya. “Kita bahkan belum mulai, Pak.” Abel setengah melotot ke arah Daniel. “Iya, kita bahkan belum mulai tapi aku udah bosan,” ujar Daniel. Abel terdiam dan memandangi Daniel. “Maksudku, kamu tidak membosankan. Cuma, ruangan ini yang terlalu membosankan. Bagaimana kalau kita pindah saja. Di kafe mungkin?” tanya Daniel. Abel kembali memutar bola matanya dengan malas. Daniel memang selalu punya cara untuk menghancurkan suasana hati Abel. “Di sini saja ya pak,” bujuk Abel mencoba untuk profesional. “Gak mau!! Aku gak mau dengar kalau kamu masih mengoceh di sini. Ikut aku,” kata Daniel lagi sambil berdiri dan berjalan keluar ruangan. “Pak!!!” Abel mencegah Daniel. “Pak!!” Daniel tidak peduli. “Pak Daniel!!” Lelaki itu tetap berjalan. “DANIEL!!!” teriak Abel. Daniel berhenti, dengan perlahan dia berbalik menghadap Abel. “Apa sayang? Mau ikut? Ayo,” kata Daniel sambil mengulurkan tangannya ke arah Abel. Sementara gadis itu bergidik jijik. *** Keduanya berakhir di sebuah kafe yang lantai duanya berkonsep outdoor. Daniel melangkah dengan santai dengan tangan dimasukkan ke dalam sakunya sementara Abel kerepotan membawa banyak berkas di tangannya. Mau tidak mau Abel harus mengikuti Daniel. Dia tidak mungkin menunda proyek-proyek ini sedangkan Luna masih dalam masa bed restnya. Tentu hal yang tidak beres di kantor akan menambah beban pikiran Luna dan Abel tidak mau jika hal itu sampai terjadi. “Hah, kita duduk di sana,” kata Daniel sambil menunjuk ke sebuah kursi yang berbentuk ayunan yang terletak di ujung paling belakang kafe itu. “Bisa kita bahas sekarang, Pak?” tanya Abel. “Entar dulu dong, saya kan mau pesan makan dulu,” kata Daniel. Pria itu kemudian memanggil pelayan dan kemudian memesan makanan dan juga minuman. Abel juga melakukan hal yang sama. “Bisa kita bahas dulu?” tanya Abel lagi. “Entar dululah, kita makan dulu. Saya gak bisa mikir kalau belum makan,” kata Daniel lagi yang membuat Abel semakin kesal. “Makan dulu, kamu gak mau kayak Luna kan? Lagian kalau kamu maksain diri kamu buat kerja dan sakit. Kira-kira siapa yang susah?” kata Daniel lagi. Abel terdiam, lelaki itu benar juga. Dia saat ini berniat untuk membantu Luna sebanyak mungkin. Jika dirinya sakit, maka akan sulit bagi semuanya untuk dapat bekerja lagi. “Jadi kamu sengaja bawa aku ke sini cuma biar aku makan?” tanya Abel sambil menatap Daniel. “Ya gaklah. Aku ke sini karena emang aku lapar,” “Dasar nyebelin!” rutuk Abel pelan. Sementara Daniel terkekeh melihat wajah Abel. Gadis keras kepala itu memang menyenangkan untuk digoda dan dikerjai. Dia membuat suasana hati Daniel menjadi lebih baik. Satu hal yang dibingungkan Daniel sekarang, apakah dia sudah tertarik pada Abel? Karena sepertinya masih ada Nara dihatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD