Prolog

481 Words
Anyelir memutar lehernya pelan. Saat itu, sendi-sendinya berbunyi berkali-kali karena rasa pegal yang harus dia tahan berjam-jam selama proses membersihkan bunga. Dia melepas masker dan celemek lalu menggantungnya di belakang pintu. Dia melihat, bunga-bunga yang baru saja akan kuncup. "Ini menyenangkan sekaligus melelahkan." Anyelir menutup dan memejamkan matanya. Sekarang sudah pukul satu dini hari dan dia sudah tidak pulang ke rumah selama tiga hari karena menyelesaikan lukisan-lukisan yang akan dipajang di galeri seni miliknya. Anyelir seorang pelukis yang sangat terkenal, dia sudah berapa kali mengadakan pameran dan lukisannya selalu laku terjual dengan harga tinggi. Dia memiliki galeri seni yang cukup terkenal di kota. Pengagumnya datang dari banyak tempat. Terkadang ada yang memesan lukisan khusus, Anyelir juga menerimanya jika tidak sedang sibuk dan juga ketika menerima harganya yang cukup untuk membayar hasil karyanya. Anyelir meraih ponselnya, dia menghubungi suaminya yang sedang lembur di perusahaan. Kemungkinan dia masih bekerja karena sedang mempersiapkan peluncuran cabang perusahaan baru. "Tumben nggak di angkat? Mungkin sedang ada pekerja." Dia menyimpan ponsel dan bersiap pulang ke rumah. Suaminya seorang manajer umum di perusahaan. Jam kerja yang lebih sibuk darinya. Tetapi, suaminya itu bahkan lebih sering pulang dari pada dirinya. Mungkin saja, suaminya sudah pulang dan tidur di rumah. Anyelir tiba di depan rumah, "Permisi, apa kalian melihat mobil hitam masuk?" Beberapa ibu-ibu yang masih duduk di depan rumah tertawa kecil, "Iya, Nye. Mungkin satu jam lalu." Anyelir yang senang langsung menyusul suaminya ke dalam rumah. Dia mengerutkan kening ketika melihat pintu gudang sedikit terbuka. Ruangannya yang temaram membuatnya bertanya-tanya, tapi mungkin suaminya lupa menyalakan lampu karena terburu-buru masuk. "Hmm...ah! Mas!" Dia membeku di pintu setelah mendengar suara desahan itu. Anyelir menelan ludah, jantungnya berdetak kencang. Dia mundur satu langkah ketika merasa salah masuk rumah. Tetapi, rumah ini memang rumahnya. Anyelir mengunci rapat bibirnya, itu suara seseorang wanita. Dia melihat kamar anaknya yang masih tertutup rapat, tidak mungkin juga anaknya bersuara seperti itu. Anyelir nekat masuk, dia akan menerima konsekuensi jika saja orang yang ada di dalam itu bukan suaminya. Tetapi, jika benar itu suaminya entah apa yang akan dia lakukan nanti. Dia benar-benar melangkah masuk, siluet pasangan sudah dia lihat dari cahaya lampu yang memasuki gudang. "Jangan disitu, Mas. Nanti ada yang lihat!" Dia kembali membeku ketika mendengar suara perempuan yang sepertinya familiar. Anyelir meraba dinding, dia mencari saklar lampu dan menekannya. Seketika ruangan ganti itu terang benderang, tetapi Anyelir tidak mendapatkan pasangan itu. Mereka berpindah tempat. "Duh, siapa yang menyalakan lampu! Anye, kamu pulang?" Anyelir melebarkan matanya, dia melangkah perlahan menuju sumber suara dengan mengendap-endap. "Sudahlah Mas, mungkin sistem otomatisnya kembali menyala." Dia semakin mendekati mereka, beruntung ruangan itu memiliki beberapa bilik yang dipisahkan oleh rak lemari yang digunakan untuk menggantung pakaian dan barang lama. Air mata Anyelir langsung tumpah ketika melihat suami dan juga seorang perempuan yang hampir tidak berbusana, badan atasnya sempurna polos tanpa sehelai benang sedang dihimpit oleh seorang pria. Mereka sedang beciuman mesra.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD