6

1676 Words
Pelajaran olahraga telah selesai, semua murid kelas sebelas langsung beristirahat ke dalam kelas. Semua murid langsung membersihkan peluh mereka dengan kain lap yang mereka bawa masing-masing. Termasuk dengan Tama dan ketiga sahabatnya. Mereka duduk di bangku masing-masing. Kecuali Tama yang sudah membuka kaos olahraganya, menyisakan baju kaos biru tuanya. "Tam, bagi minum, dong!" pinta Lucas yang baru datang dan menghampiri meja Tama. Tama melirik botol minumnya, lalu ia berikan pada Lucas yang sedang mengipaskan dirinya dengan tangan kanannya. "Duduk kalo minum, Cas," peringat Tama melihat cowok tiang listrik itu yang masih berdiri. Mendengar itu, Lucas segera duduk di bangkunya sendiri. Ia tenggak air putih dari botol Tama dan tersisa setengah botol. Tama yang biasanya mengomel kalau di kasih segitu airnya, kali ini cewek itu diam saja. Menatap lurus Lucas yang mulai membuka kaos olahraganya dan mengipaskan tubuhnya dengan kaosnya. Lucas mengerutkan dahinya. Tubuh bagian atasnya sudah adem tapi kenapa tiba-tiba bokongnya menjadi terasa mulai panas campur dingin? Segera Lucas berdiri, mengendus bangku yang di duduknya dan mengernyit aneh. Merasa kenal dengan bau di bangkunya. "Mark, lo nyiun bau mentol sama kamper kagak di bangku gue?" tanya Lucas pada Mark yang sibuk mengipaskan wajah. Mark merunduk, ikut mengendus bangku Lucas. Cowok itu kembali duduk tegak dan mengangguk dengan muka aneh. "Lo bawa mentol sama kamper, ya, dari lab?" tanya Lucas balik. "Kagak." Lucas menggeleng. Ia menepuk berkali-kali bokongnya yang sekarang hampir sepenuhnya panas. Wajahnya jadi memerah karena itu. "Kayaknya ada yang naro deh." Mark menempelkan tangannya di bangku Lucas. Lama kelamaan ia juga merasakan panas di tangannya. "Iye, ada yang naroin." Mark mengangguk setuju. "Anjir ini gak ilang-ilang panasnya," gumam Lucas yang masih berusaha menetralkan rasa panasnya. Ia kemudian melirik teman sekelasnya. Mereka semua sedang sibuk mengobrol tanpa ada yang menyadari gerak-gerik Lucas. "Tam, lo kenapa sih?" Lucas melirik Tama yang menutup seluruh wajahnya. Bahunya sedikit berguncang dan Nita juga mendengar suara tawa yang ditahan dari Tama. "Tama." Nita menggoyangkan tubuh Tama. Tapi cewek itu bukannya membuka telapak tangannya, malah ia semakin tertawa. "Ngapa sih dia?" tanya Sisca yang dari tadi merhatiin Tama. Nita meraih tangan Tama, dan menariknya turun. Usahanya selesai, Tama malah menunduk dengan suara tawanya yang kencang. "Hahahahahahahaha!" Beberapa murid mengalihkan pandangannya menatap Tama yang terlihat puas dan ngakak. "Tama?" Sekar mendekat. "Eh, dia kenapa sih? Gue ngeri, anjir." "HAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!"  Wajah Tama sudah memerah, karena gelak tawanya yang lebar. Ia melirik Lucas yang meliriknya juga, lalu kembali ketawa ngakak. Lucas yang dilirik Tama jadi sadar. Lalu melototkan matanya dan menunjuk Tama yang belum diam. "Lo jailin gua, ya?!" Tama masih ketawa. Lucas geram. "k*****t nih cewek. Heh!" sentak Lucas lagi. Tama malah ketawa lagi. Lalu berdiri di hadapan Lucas, bikin perhatian seluruh murid berpusat padanya. "Gimana? Hahaha ...." Tama berdehem kecil, tapi gagal karena dia ketawa lagi. "Enak gak?" Tawa Tama kembali melebar. Lucas menggeram kesal. Tangannya mengepal, pengen ditonjok tapi Tama cewek. Cowok itu jadi menghentakan napasnya. "AWW!" pekik Lucas. Ia langsung memegang tulang keringnya yang ditendang Tama barusan. Dan cewek itu, malah kabur keluar kelas. Lucas gak bisa diam lagi, dia nyusul keluar kelas. Tama masih ketawa ngakak akan tingkahnya barusan, dia buka pintu kelas dan menengok sedikit. Langkahnya semakin lebar lihat jarak Lucas yang semakin dekat. Namun sayangnya, saat berbelok, tubuh kurusnya malah terpental ke belakang setelah menabrak seseorang. "Aduh!" Tama memekik sambil memegang bokongnya yang mencium lantai. "Anjeng sakit banget p****t gua!" rintihnya sambil mengumpat. Lucas di belakangnya jadi memelankan langkahnya. Niatnya mau abisin Tama jadi diurungkan melihat cewek itu yang meringis kesakitan di lantai. Taeyong segera jongkok. Ia mendudukan Tama tapi cewek itu jadi memekik kencang. "AAWW! SAKIT!" Tama kembali meringis. Ia mendongak, dan akan mengomel panjang. Tapi tertahan melihat Taeyong yang sudah menggendongnya ala bridal style. "Masih sakit? Saya bawa ke UKS, ya?" Terdengar suara khawatir dari Taeyong. Cowok itu segera membawanya ke lantai bawah dimana UKS berada. Lucas yang melihat itu, jadi melongo. Kaget melihat drama barusan. Mulutnya membulat dengan mata yang sedikit melotot. ••• Kini, di dalam ruangan UKS, hanya mereka berdua saja. Penjaga UKS lagi gak masuk. Dan, Taeyong bingung mau ngapain. Melihat Tama yang masih kesakitan sambil megang bokongnya, Taeyong pengen bertindak cepat. Tapi dia ingat, gak sopan megang b****g Tama. Apalagi bukan muhrim. Jadi, Taeyong cuma bisa diam sambil gigit jarinya dan natap khawatir Tama yang setengah berbaring diatas brankar. "Kamu tidur aja dulu. Nanti sakitnya ilang, kok," kata Taeyong berusaha menenangkan Tama. Padahal, cowok itu panik. Walaupun kejadian ini bukan salahnya. "Tapi sakit, kak." Tama meringis kesakitan. Sebisa mungkin dia gak nangis karena merasakan perihnya bokongnya. "Terus gimana, dong? Bu Ajeng gak masuk, Tama." Tama malah ngeringis. Pelan-pelan dia berbaring lurus. Walau disertai dengan ringisan, akhirnya Tama berhasil berbaring sempurna. Taeyong segera menaikan selimut menutupi tubuh Tama setengah. Dia langsung duduk di sofa yang tidak jauh jaraknya dari brankar. "Masih sakit?" Tama mengangguk pelan. "Lagian kamu ngapain sih lari-larian sama Lucas? Bukannya ganti baju." Cewek itu tiba-tiba berhenti meringis dengar Taeyong mengomel. Ia melirik Taeyong dari sudut matanya. Raut cowok itu jadi terlihat agak menyeramkan. "Lagi bercanda, kok, kak." Tama entah kenapa jadi mencicit kecil. Taeyong menghela napasnya panjang. Ia beranjak dan mengambil segelas air untuk Tama. Taeyong berdiri di samping Tama sambil meletakan gelas. "Makanya kalo lagi bercanda hati-hati. Coba kalo kepala kamu kena pot bunga tadi? Bisa pecah kepala kamu." Tama mengangguk pelan. Ia meraih gelas air tadi dan berusaha minum. Taeyong yang ngerti, segera bantu Tama dengan menaruh tangannya di belakang leher Tama. "Jangan diulangin lagi!" peringat Taeyong tegas. "Iya, kak," cicit Tama, lagi. "Bercanda boleh, tapi liat-liat, ya?" Tama mengangguk, lagi. Taeyong kembali duduk. "Saya keluar sebentar dulu, ya? Izin sama Bu Asa kalo kamu di sini. Abis ini pelajaran kimia kan kamu?" Tama hanya bisa mengangguk, karena suaranya tiba-tiba tercekat. Taeyong kembali beranjak, sebelum keluar, cowok itu menepuk tiga kali bahu Tama dan keluar dari UKS. Ruangan sekarang sunyi, hanya terdengar suara jam dinding. Jantung Tama jadi berdegup kencang, karena ulah Taeyong. Wajah cewek itu, tiba-tiba kembali memerah. Tapi ini karena Taeyong, bukan karena ia menahan tawa karena Lucas. "Ini ... serius kan?" Sementara itu, Taeyong tengah berjalan menuju kelasnya Tama. Sesampainya di sana, kelas sudah diisi Bu Asa. Ia ketuk tiga kali dan masuk. Taeyong mendekati Bu Asa lalu menyalami tangannya. "Bu, maaf Tama gak bisa masuk kelas. Dia lagi di UKS, Bu," kata Taeyong sopan. Nita, Sekar, dan Sisca tersentak kecil. "Tama kenapa di UKS, kak?" tanya Sekar. Cowok itu menoleh pada Sekar dan menjawab, "tadi jatoh abis nabrak saya. Jadi bokongnya kesakitan, deh," jawab Taeyong. "Ya udah, Taeyong. Saya izinin. Kamu temenin Tama dulu, ya? Nanti saya minta izin sama Pak Reza." Taeyong mengangguk sopan. "Baik, Bu. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Taeyong segera pergi dari sana dan menuju UKS menemani Tama. Dia jadi gak enak ninggalin cewek itu sendirian disini. Apalagi bokongnya kesakitan. Yaa, walau gak sepenuhnya sakit kayak asistennya Park Hyungsik di drama Korea Strong Women Do Bong soo. Nita tiba-tiba saja menoleh pada Lucas yang menyimak penjelasan Bu Asa. Ia mendesis pelan agar cowok tiang itu nengok. Tapi bukannya Lucas nengok, malah Mark yang nengok. "Panggilin Lucas," bisik Nita. Mark menoel bahu Lucas. Menoleh, Mark langsung nunjuk Nita. Lucas pun menoleh, dengan alis yang terangkat. "Lo apain Tama sampe masuk UKS?" Sselidik Nita pada Lucas. Menggeleng, Nita masih menatap tidak yakin. "Serius gak gue apa-apain. Tama sendiri yang nabrak kak Taeyong. Makanya pantatnya sakit abis nyium lantai. Gue liat sendiri kok kalo kak Taeyong gendong Tama ke UKS," jelas Lucas panjang lebar. "Lucas! Jangan ngajak obrol Nita! Perhatikan ke depan!" Reflesk, Lucas duduk tegak dan kembali merhatiin Bu Asa. ••• Tama memiringkan badannya ke sisi kiri, tidak ingin Taeyong melihatnya yang tengah berbaring. Cowok itu sendiri juga lagi main hape. Jadilah di ruangan itu hening. Taeyong mendongak, ia menyimpan hapenya di saku celananya dan berdiri mendekati Tama. Mendengar itu, Tama memejamkan matanya. Biar Taeyong kira Tama lagi tidur. Sedikit memajukan badannya, Taeyong menghela napasnya. Tama lagi tidur nyenyak dan Taeyong gak mau gangguin Tama. Ia berdiri disamping brankar. Menatap wajah Tama dari samping yang terlihat sangat damai dan polos, di matanya. Entah ia sadar atau tidak, tapi tangannya sudah mengusap rambut Tama dari atas sampai bawah. Begitu terus. Di samping itu, Tama sendiri tengah meremas kuat selimutnya. Ia jadi merasa aneh karena perlakuan Taeyong terhadapnya. "Aneh gak, sih?" Kening Tama mengerut dengar ucapan Taeyong. Hampir saja ia ingin membalas ucapan kakak kelasnya itu. "Belum genap dua hari saya kenal kamu, tapi kenapa rasanya ada yang aneh, ya?" Taeyong kembali bermonolog. Taeyong menarik kembali tangannya. Cowok itu masih berdiri di belakang Tama dengan mata yang menatap lurus Tama. Memejamkan mata, Tama bergerak dan memposisikan dirinya menghadap Taeyong. Cowok itu tersentak sehingga mundur selangkah. Jantungnya berdegup sangat cepat, takut Tama mendengar monolognya. Ia menghela napas lega, lalu tersenyum melihat Tama masih nyenyak tidur. Ia merunduk, menyamakan posisi wajahnya di depan wajah Tama. Memerhatikan wajah Tama dengan senyum yang semakin mengembang. Alis matanya yang natural tebal dan sedikit kecoklatan, bulu mata yang sangat lentik, hidung mancung dan terakhir, bentuk bibirnya yang sedikit plum dan berwarna merah muda pucat. Ia baru sadar jika dilihat dalam jarak sedekat ini, Tama memiliki wajah yang sedikit ke baratan. Tiba-tiba saja, bel istirahat pun berbunyi dengan nyaring. Taeyong berdiri tegak dan melirik jam tangannya. Sudah pukul sepuluh dan perutnya sudah bergemuruh minta diisi makanan. Tapi, bagaimana caranya untuk makan? Tama akan sendirian jika ia tinggal. Namun tak apa, Taeyong akan terus- "Assalamualaikum!!!" Taeyong tersentak, lagi. Mendengar suara nyaring dari para sahabat Tama yang baru datang dengan cengiran masing-masing. Mereka bertiga masuk kedalam dengan buru-buru. "Pelan-pelan, Tama lagi tidur." Taeyong tersenyum simpul. "Hehehe iya, kak," balas Sisca. "Kak Taeyong kalo mau jajan, jajan aja. Biar kami bertiga yang jagain Tama, kak," kata Sekar. "Gapapa?" Taeyong bertanya. Serempak Sisca, Nita dan Sekar mengangguk. "Kita udah jajan buat makan disini, sekalian buat Tama juga." Nita mengangkat kantung plastik di tangannya yang berisi makanan. "Oke, makasih, ya." Taeyong tersenyum lagi. Setelah di jawab seruan oleh mereka bertiga, barulah Taeyong keluar dari UKS. Setelah pintu tertutup kembali, Tama langsung membuka matanya yang tadinya terpejam. Dia segera beranjak duduk dengan napas yang ngos-ngosan. Melihat itu, ketiganya terkejut. "Gue kira lo tidur." Tama melirik sahabatnya, ia segera menegak segelas air putih dan mengatur napasnya yang tersengal. "Lo kenapa?" "Hhhh, gue pengen terbang!" pekiknya tiba-tiba, membuat ketiganya kembali tersentak. "Nanti gue ceritain."  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD