“Luna…”
Gadis cantik yang tengah duduk menatapi pemandangan dari jendela pesawat Lufthansa Airlines kemudian menoleh kearah suara yang memanggil namanya itu.
“apa?”
“tidak.. ayah hanya ingin memanggil namamu saja..”
Ucap pria yang berada di sampingnya itu sambil tersenyum dan mengusap pipi anak gadisnya yang bernama Luna itu.
“ayah ini…”
Balas Luna yang juga ikut tersenyum saat melihat lengkungan bibir di wajah ayahnya yang sangat tampan, masih terlihat muda meski akan memasuki usia empat puluh tahun itu.
Sesungguhnya Bryan bukan hanya sekedar ingin memanggil Luna saja, yang membuatnya tampak seperti seorang ayah yang ingin bermain-main dengan anak gadisnya karena bosan selama penerbangan yang cukup lama, Namun ada sedikit kekahwatiran yang dirasakan Bryan pada anak remajanya itu. Sejak masih berada di bandara Paris Charles de Gaulle, Luna hanya terus diam menunduk, bahkan melamun dengan pandangan kosongnya. Bryan sangat mengenal Luna, karena ia yang membesarkan anak Gadisnya itu sendiri selama 16 tahun tanpa bantuan orang lain, termasuk sang Ibu. sebab ia harus pergi meninggalkan keduanya lebih dulu saat melahirkan Luna.
“Luna..ayah ingin meminta maaf padamu..”
Bryan berucap begitu, membuat sang anak menaikan alisnya sedikit terkejut tiba-tiba mendengar permintaan maaf dari ayahnya.
“untuk apa ayah?”
“maaf… karena kamu lagi - lagi harus berpisah dengan teman-temanmu, orang-orang di lingkungan rumah, bahkan kamu jadi tak bisa mengunjungi Les Deux Magots di Paris yang sangat kamu sukai sayang..”
“hh..itu bukan salammu ayah, jadi tak usah minta maaf seperti ini lagi, Luna sudah cukup bisa mengerti tuntutan pekerjaan yang membuat ayah harus membawa Luna pindah dari satu negara ke negara lainnya”
Bryan tersenyum, hatinya tersentuh mendengar anaknya yang telah tumbuh menjadi seseorang yang pengertian seperti itu.
Sesungguhnya ada banyak penyesalan yang di rasakan Bryan untuk Luna, atau tepatnya itu lebih kepada perasaan bersalah. Karena profesinya yang bekerja sebagai diplomat dengan banyaknya jadwal kunjungan dinas keluar negri dengan durasi yang tak menentu, yang membuatnya jadi tak bisa menetap di satu negara saja. Bryan selalu mendapat tugas penempatan sebagai perwakilan di berbagai negara. Dan tentu saja Luna tak bisa di tinggalkannya seorang diri, Bryan selalu mengajak Luna ke negara manapun ia pergi.
Bahkan pernah Luna dibawanya pindah dari Singapura, Kyiv, Ukraina, Den Haag Belanda, dan Tbilisi, Georgia dalam waktu dua tahun saja. Bryan sedikit khawatir pada perkembangan social Luna. ia jadi tak bisa mendapatkan teman dekat ataupun sahabat seperti kebanyakan anak seusianya. karena tak sampai lama Luna mengenal seseorang, ia kemudian harus berpisah kembali, karena Bryan yang harus di tugaskan lagi ke negara lainnya. Sempat Luna menangis sejadinya dan cukup lama untuk ia bisa berdamai dengan kesedihannya karena harus berpisah dengan seorang teman yang begitu di sukainya selama berada Singapura. Meski teknologi sudah sangat canggih kini, video call dan cara berhubungan lintas negara lebih mudah aksesnya, tetap saja perpisahan bagi luna adalah yang paling sulit di lakukannya.
Dan karena telah belajar dari pengalamannya, selama tiga tahun terakhir Bryan dan Luna menatap di Paris. Luna tak pernah ingin terlalu dekat dengan seseorang apalagi sampai ingin memiliki sahabat, karena ia tahu endingnya akan seperti apa.
Dan benar saja, saat inipun Luna harus meninggalkan Paris dan terbang ke Indonesia bersama sang ayah, untuk tinggal di kota Surabaya. Tapi kali ini Luna tak begitu keberatan untuk pindah, karena ia akan mendatangi kota kelahiran sang ibu, Surabaya.
“aku pikir kali ini akan jadi persinggahan yang menyenangkan ayah..”
“ehmm.. benar ayahpun begitu, ayah merasa seperti pulang ke rumah”
“setelah sampai.. kenalkan aku lebih banyak soal ibu..”
Pinta Luna.
“tentu sayang…”
***
****
Luna pov
“istirahatlah sayang.. semua barangmu biar bibi pembantu rumah yang membereskan”
Ucap ayahku saat semua barang telah di turunkan dari mobil.
“selamat malam ayah..”
“ehmm.. have a nice dream sayang..”
Ayahku mendaratkan kecupan lembut di kening anaknya ini. Aku kemudian masuk lebih dulu, naik ke lantai dua rumah yang cukup luas ini, ayah memilih rumah di kawasan perumahan Citraland Surabaya untuk kutinggali bersamanya. rasanya terlalu berlebihan tinggal di perumahan yang terkenal karena kemewahannya di kota Surabaya bagian barat ini, untuk kutempati hanya berdua saja dengan ayahku. Meski aku memang selalu menempati hunian yang tak biasa-biasa, dan cukup nyaman di manapun itu negaranya. Tapi sejujurnya saat kudengar akan tinggal di Surabaya, aku banyak berharap bisa tinggal di rumah yang pernah di tempati oleh ayah dan ibu dulu saat masih bersama, tentunya sebelum aku lahir dan membuat ibu pergi dari dunia ini.
“hhh.. sepertinya mandi air hangat bisa mengurangi jet lag ku ini..”
Gumamku dan langsung kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi. membersihkan diriku setelah delapan belas jam lebih penerbangan Paris – Surabaya. Tak berlama-lama dan ingin segera merebahkan diriku di kasurku. akhirnya dengan cepat kuselesaikan mati kilatku ini dan mulai mengeringkan tubuhku dengan handuk lalu memakai piyama tidurku.
“hay…”
Kulihat ayahku membuka pintu kamarku tepat saat ku buka pintu kamar mandiku. Tangannya membawa nampan dengan segelas s**u di atasnya.
“sudah ayah duga kamu tak langsung tidur..”
“Luna harus membersihkan tubuh Luna dulu ayah….dan kenapa ayah juga tak langsung tidur?”
Tanyaku, dan hanya di balasnya dengan senyuman, lalu memberiku s**u hangat yang telah di buatkannya untukku itu. aku langsung mengambil itu. namun saat akan ku minum, ada yang aneh dengan aroma susunya.
“ehmm.. kenapa baunya seperti ini?”
Tanyaku dan akhirnya bukan langsung kuminum, tapi malah kuciumi bau s**u buatan ayahku itu.
“ayah tambahkan susunya dengan kayu manis dan gula merah untuk mengurangi jet lagmu.. dulu ibumu selalu membuatkan itu untuk ayah setelah pulang dari perjalanan”
“benarkah?”
Mendengar ternyata itu adalah minuman yang selalu ibu buatkan, aku penasaran dan langsung meminumnya. Rasanya, tentu sangat enak, membuatku merasa rilex. Dan mungkin karena kudengar itu adalah s**u resep ibuku, entah kenapa rasanya sangat special bahkan kupikir itu lebih mujarab dari melatonin yang selalu ayah berikan padaku, untuk membantu agar aku bisa beristirahat dan tidur lebih nyenak setelah penerbangan-penerbangan melelahkan.
“enak?”
“ehmm.. terimakasih ayah..”
Kataku setelah kutegak habis s**u hangat special buatan ayahku itu.
“sekarang berbaringlah, kamu harus tidur dan beristirahat”
Ayahku menuntunku untuk berbaring di tempat tidurku. Ia menaikan selimutku.
“tidur yang nyenyak sayang..”
Lalu kecupan di kening, mata, pipi dan hidungku, yang tak pernah di lewatkannya setiap malam sebelum aku tidur.
“ayah juga.. love you daddy..”
“love you too baby..”
Setelah menatakan kata-kata manis itu, ayah mematikan lampu kamarku dan keluar tak lupa menutup kamarku.
***
*
Berjalan turun dari tangga lantai dua rumahku, kulihat ayahku sudah duduk di meja makan dengan pakaian rapihnya.
“hay.. pagi sayang”
Sapa ayahku pagi ini dari meja makan, tangannya sedang mengoleskan selai stroberi pada roti untuk sarapannya pagi yang sudah menjelang siang ini.
“emmhh.. pagi ayah”
Balasku sambil mengucek-ngucek mataku, yang masih saja malas terbuka padahal matahari sudah terlihat cerah di atas langit sana.
“ayah siapkan s**u untukmu”
“tak usah ayah, biar Luna bikin sendiri..”
Kataku, langsung kuraih gelasku dan menuangkan s**u untuk kuminum pagi ini.
“Luna sekolah barumu.. akan dimulai lusa, jadi mungkin kamu harus beli seragam sama beberapa perlengkapan lainnya”
Lusa, itu berarti tepat di hari senin aku akan mulai menjalani kehidupan SMA-ku di kota ini.
“ehmm.. ya ayah..”
Aku terbilang anak yang selalu manut saja apa katanya. kadang ayahku selalu berpikir aku ini robot atau anak kucing yang selalu mengiyakan semua perkataannya. Akupun juga jarang sekali meminta atau menginginkan sesuatu dari ayahku. Bisa di katakan aku ini anak yang pasif dan lempeng-lempeng saja. tak neko-neko dan malas sekali jika harus terlibat sebuah masalah. stay calm, berada di zona aman saja adalah salah satu motto-ku.
“nanti.. kita shopping gimana? Mau? Sekalian kamu juga bisa jadi keliling kota ini?”
Mataku yang berat dan susah di buka tadi, mendengar kata ‘shopping’ langsung terbalalak, membesar dua kali lipat, menatap ayahku dan mengangguk-angguk dengan antusias menerima ajakan ayahku itu.
“ah.. Luna.. naik dulu, mandi dulu… sebentar kok yah.. jadi tunggu..”
Kataku sambil bangun dari kursi dan buru-buru naik tangga ke lantai dua.
“Luna sarapan dulu..”
Teriak ayahku dari meja makan.
“udah kenyang!”
Balasku sama berteriaknya karena sudah berada di depan pintu kamarku lagi saat ini. aku mandi dan bersiap dengan cepat, mengenakan dress putih summer-ku tahun lalu.
“cuaca Surabaya ternyata sepanas LA”
Kataku setelah selesai bersiap dan kini tengah berkaca, melihat diriku dari bayangan cermin besar yang ada di kamarku.
Tok tok tok
Pintu terbuka kemudian.
“ready?”
Aku tersenyum berbalik menatap ayahku. Meletakan tanganku di pinggang berpose seperti seorang model menunggu penilaian darinya soal penampilanku yang akan pergi keluar bersamanya.
“ehmmm…. cantic banget!!! anak siapa si ini?”
“anak Bryan William Prihardjo”
Kataku sambil berjalan memeluknya di ambang pintu.
“let’s Go, Luna Putri Prihardjo”
Aku dan ayahku kini menuju Ciputra World Mall Surabaya yang berjarak 10 km lebih dari perumahan yang tempati saat ini, dan itu memakan dua puluh satu menit saja untuk sampai ke kawasan superblock Mixed use yang berada di bilangan Dukuh Pakis Surabaya itu.
“Luna.. tak jauh dari kawasan itu ada juga kebun binatang, jadi saat libur nanti kita bisa berkunjung kesana”
“benarkah? Kalau begitu kita akan bertemu dengan teman-teman ayah dong”
“maksudmu..”
“beruang.. disana ada beruang yang mirip dengan ayahkan?”
“hahahah.. kamu ini jadi maksdumu ayah mirip beruang begitu?”
“ehmm.. daddy Bear”
Balasku, ayahku benar-benar terlihat seperti beruang. Bahkan dulu tetanggaku di Kiev memanggiku dan ayah dengan julukan Masha and the Bear. Tubuh ayahku memang sangat besar, maksudku tinggi dan badannya yang kokoh karena otot-ototnya yang sangat Bulk, dadanya yang juga sangat lebar, untunglah ayahku ini tak botak dan berkulit putih, karena jika ia botak dan berkulit agak tanned ku pikir akan sama seperti seorang Dwayne Jhonson si The Rock.
*
Sampai di dalam Mall yang terdiri atas enam lantai ini. mataku langsung di manjakan dengan designnya yang cukup elegan dan modern.
“ayah boleh aku temani aku kesalon nanti setelah kita belanja?”
“tentu sayang.. kamu harus tampil cantic di hari pertamamu sekolah nanti.. ah setelah itu kita nonton dan makan di restoran jepang kesukaanmu, ayah dengar disini juga ada resto Yoshinoya yang terkenal karena menunya yang enak..”
Aku sangat exited jadinya, ini benar-benar cara kencan yang hebat bersama ayahku. Aku kemudian memasuki sebuah salon kecantikan, menata rambutku dengan gaya baruku dan hasilnya cukup memuaskan.
“waw.. lihat siapa ini?”
Kata ayahku sambil tersenyum dan membulatkan matanya memangdangiku, sedikit terkejut dirinya kupikir dengan perubahan gaya rambutku. Bagiamana tidak, untuk pertama kalinya aku mendapat potongan gaya rambut baru dari salon kecantikan yang biasanya di datangi banyak wanita di luar sana. selama ini ayahku cukup posesif merawatku dan ia tak membiarkanku seenaknya memasuki dunia luar, ia hampir selalu menjagaku 24 jam.
Meskipun aku sudah lama menetap di negara yang bisa di katakan bebas dari sisi pergaulannya, rasanya itu tak berlaku untukku. Ayahku menjaga segala-galanya atas diriku ini. Jangan bayangkan aku yang sedang meneguk cola dan menggigit burger King dengan pakaian yang super fancy ala-ala bule di jalanan kota Paris, London, ataupun LA dengan bebas atau menikmati musim panas menggunakan bikini di pantai berpesta ria. Itu semua tak pernah kurasakan, bahkan pergi kesalon bersama teman-temanku saja aku tak pernah mendapat izin darinya.
Aku yang di tuntut untuk menjadi wanita elegan, calming, yah.. seperti layaknya seorang putri. Ayahku inginkan aku tumbuh menjadi wanita anggun dan baik hati seperti ibuku. Terlebih karena pergaulan anak muda zaman sekarang yang sangat menakutkan di mata ayahku. Dan jadilah ayahku mengatur segalanya tentangku mulai dari makanan, teman, lingkungan, apa yang kukerjakan, bahkan lebih parahnya ayahku memantau apa saja website yang kukunjungi di internet. Meski semula aku agak kesal karena tak pernah memiliki privasi, tapi aku tahu ayahku hanya ingin menjaga anaknya yang di besarkannya seorang diri ini. dan aku tentu sangat berterimakasih untuk itu.
“ayah.. biarkan aku sering-sering pergi kesalon sendiri oke.. aku tak akan mewarnai rambutku atau merubah gaya rambutku seperti seroang funk, aku janji padamu..”
“tentu, putri ayah ini sudah mulai dewasa, padahal masih kemarin ayah kuncirkan rambut untukmu”
“ahhh.. jangan ungkit itu.. how embarrassing it is daddy…don’t start again with that story”
“hahaha baiklah..”
Dulu memang ayahku yang selalu menata rambutku, meskipun ia terkadang kesusahan untuk mendapatkan model rambut yang di inginkannya seperti anak perempuan sekolah dasar kebanyakan saat itu. ayahku melakukan apa yang biasanya seorang ibu lakukan untuk anaknya, ia membantuku bersiap kesekolah, mulai dari membangunkanku pagi hari, membantuku bersiap, membuatkan bekal makan siang sampai mengantarku kesekolah. Bryan Prihardjo adalah ayah juga ibuku yang telah membesarkanku.
Ayahku dan aku akhirnya berada di escalator panjang yang dinamai Travelator karena panjangnya yang tak biasa ‘katanya’ tengah menuju lantai empat. Di lantai ini banyak tenant yang menjual produk fashion dan beberapa brand pakaian. Aku berbelanja apa-apa saja yang kubutuhkan di lantai ini. tak butuh waktu lama untuk mendapatkan semua itu, sampai akhirnya aku sudah selesai dengan urusan belanja-belanjaku.
Kemudian ayahku dan aku beristirahat sejenak di starbucks, meneguk ice blanded dan mengunyah beberapa snack.
“lelah?”
Tanya ayahku yang melihatku duduk bersadar di kursi kafe ini dengan malasnya.
“ehmm.. lelaaaah….aku bingung dengan banyak wanita yang selalu menghabiskan waktu untuk berbelaja sepanjang hari dengan heels mereka”
“hhh..jadi kamu mau pulang saja begitu?”
“NOO!!! Kita nonton dan makan malam dulu ayah..”
“okey..okey baby…”
Setelah itu aku berjalan menuju bioskop Cinema XXI namun sebelum sampai kulihat ada pameran yang sedang berlangsung disana.
“Luna lihat itu..”
Ayahku menunjuk satu dari tiga mobil yang tak jauh dari tempatku.
“ayo kita mampir kesana sebentar”
Ajak ayahku. Ia menarik tanganku untuk memasuki area tempat di gelarnya pameran itu. terpampag tulisan di bagian mukanya ‘BMW Exhibition Indonesia’. Ayahku memang belakang tertarik pada salah satu mobil yang di luncurkan BMW Grup yang juga sudah menjadi incarannya beberapa hari ini. dan secara kebetulan mobil berwarna biru yang sangat mengkilap itu kini ada di depan matanya.
“cobalah, kita sedang melakukan penawaran program ‘Drive now, Pay later”
Ucap seorang pria saat tahu ayahku mendekati salah satu mobil di pameran ini.
“oh.. Mr. Jodie O’tania”
Sapa ayahku, ia sangat tahu siapa pria yang menyapanya saat ini. ayahku itu benar-benar sedang tergila-gila pada otomotif jadilah dia seperti itu, sampai mencari siapa Director of Communications BMW Group Indonesia dan beruntungnya lagi saat ini sedang ada di hadapannya.
“saya Bryan Prihardjo, benar.. saya bisa mencobanya?”
“ah.. tentus saja Mr. Bryan sepertinya anda sangat tertarik pada BMW M8 ini”
Ayahku menatapku sangat antusias kini.
“Luna.. masuklah kedalam..”
“ayah saja yang masuk.. masa jadi Luna sih, kan ayah yang suka”
Balasku.
“silahkan masuk nona cantik”
‘Oh yang benar saja’, director itu sudah membukakan pintu BMW itu untukku kini. Tak ayal dia bisa menjadi director yang selalu di puji ayahku, karena kemampuannya yang ternyata hebat memikat hati konsumennya seperti sekarang ini.
“ahh.. baiklah, terimakasih”
Aku akhirnya masuk kedalam mobil itu, kulihat didalamnya memiliki fitur yang ehem.. meskipun aku tak mengerti soal mobil tapi aku tahu di dalam mobil ini sudah terpasang system navigasi dan Intelligent Personal Assistant. Selain itu juga ada mode track selain road dan sport untuk menambah kesan sportynya.
Tak ingin berlama-lama, aku kemudian turun dari mobil itu dan kembali berdiri di samping ayahku yang masih mendengarkan soal performa mobil itu dari Mr. Jodie.
“aku ingin ambil ini.. yang ini..”
Seseorang di belakangku berkata begitu, tanpa mempedulikan ayahku yang sedang mengobrol bersama Director BMW itu. membuatku penararan hingga menoleh dan kutemukan wajahnya.
“oh.. aku jadi semakin menginginkannya, karena ada gadis cantik yang juga tertarik pada mobil ini”
Tambahnya sambil menatap kearahku. Aku cukup tahu siapa yang di maksudkannya itu, dan ayahkupun kini sudah bereaksi dengan menarik lenganku membuatku sedikit mendur ke belakang tubuhnya.
“anda bisa langsung berbicara dengan-“
“bisakah anda sendiri, Mr. Jodie yang melayani saya, anda tahu bukan sudah berapa banyak produk perusahaan anda ini berjajar di rumah saya”
Laki-laki yang kulihat masih sangat muda itu bahkan berani memotong perkataan Mr. Jodie. Aku juga jadi menatap ayahku yang kini sedang melengkungkan bibirnya, tersenyum, tapi aku tak tahu entah apa arti dari senyumannya itu.
“baiklah sebentar akan saya coba urus”
Ucap Mr. Jodie akhirnya menuruti keinginan konsumennya itu dan segera menemui beberapa orangnya. kuperhatikan wajahnya dan kupikir usianya tak terjalu jauh jaraknya denganku. ia jelas masih sangat sangat muda, namun ia kini membeli mobil seharga 6,7 miliar itu, seperti tengah membeli barang seharga enam ratus ribu.
“dan untuk anda.. jika anda begitu tertarik pada mobil sport seperti ini, anda bisa chatting dan mengobrol santai bersama saya..Mr?”
“Bryan,”
Singkat ayahku, tangannya kemudian di jabat oleh laki-laki muda yang kutebak sangat kaya itu.
“Reyno Tedja, anak dari keluarga Alexander Tedja, raja property Pakuwon Surabaya”
Kenalnya dengan sangat angkuh. Ayahku hanya tersenyum pada anak muda itu.
“Pakuwon, ehm.. Luna, hampir saja kita juga tinggal di Pakuwon City Residence milik keluarganya, tapi sayang kita tak jadi lebih memilih Citraland…”
Balas ayahku, entah kenapa dia membahas rumah yang kutinggali padanya.
“ah.. jadi anda dan putri anda yang cantic ini tinggal di Citraland?”
“benar.. dan sepertinya saya juga putri saya harus segera pergi. Senang berkenalan denganmu”
Ayahku langsung menarik tanganku, berjalan cepat meninggalkannya. Namun saat akan pergi melewatinya, kurasakan tangannya sengaja menyentuh lenganku sampai aku menoleh kebelakang untuk melihatnya. Ia melambaikan tangannya sambil tersenyum padaku. ‘apa maksudnya dia itu’ tanyaku dalam hati.
“cih… anak muda sekarang sangat tak sopan”
Gerutu ayahku.
“memangnya Pakuwon sehebat itu ya.. sampai bisa dengan mudahnya membeli mobil-mobil yang ayah saja tidak-“
“Luna.. ayah tidak membeli semua mobil-mobil itu karena ayah pikir akan sangat tak berguna karena kesibukan ayah.. jangan kamu pikir ayah bisa kalah darinya!”
“aah.. maaf ayah..”
Ayahku sepertinya merasa tersinggung dengan anak muda bernama Reyno itu. Dan karena itu pula mood ayahku jadi rusak, hasilnya acara menonton di bioskop malam ini harus di hapus dan jadilah hanya makan malam saja. setelah itu akupun langsung pulang.
***
**
*
Hari Pertama Sekolah.
Dear Diary
Besok adalah hari pertamaku sekolah, dan aku akan berada di sekolah tempat ibu dulu mengenyam pendidikan SMA-nya. Aku harap, aku bisa membuat moment tak terlupakan selama bersekolah disana.
Tulisku di buku diaryku, sambil kupandangi foto ibu yang sedang tersenyum dengan sangat cantik memakai seragam sekolahnya yang berlogo SMA ST. Louis 1 Surabaya.
“hey.. sedang apa?”
Tanya ayahku yang kemudian duduk disampingku. tangannya langsung mengambil foto ibu yang sedari tadi kupandangi. Kini ayahku juga jadi memandangi itu dan Ikut melengkungkan bibirnya seperti yang ibu lakukan di dalam foto itu.
“ibu.. bagaimana ia dulu di sekolah, ayah?”
Tanyaku pada ayah, karena yang kutahu dari ceritanya, SMA ST. Louis 1 tempat aku akan bersekolah besok adalah tempat ayah dan ibu dulu bersekolah. dan di SMA itu juga keduanya memulai kisah cinta mereka sampai bisa menikah dan memiliki diriku ini.
“ehmm.. ibumu… Putri Salim adalah siswi terpintar dan tercantik yang pernah ayah tahu. Gadis yang berani dan selalu membantu semua teman-temannya yang kesulitan. Hatinya lembut dan karena itu semua ayah sampai mengejar cintanya semasa SMA dulu”
Hatiku menghangat mendengar cerita ayahku.
“ayah, Luna pikir.. kali ini Luna akan menetap untuk waktu yang lama di kota ini, Luna ingin tahu lebih banyak soal Ibu. Dan Luna juga akan tetap di sekolah itu, meskipun saat di tengah-tengah nanti ayah harus pergi keluar karena pekerjaan, untuk kali ini saja.. Luna tak ingin ikut ayah.. Luna ingin terus sekolah di SMA itu…”
Ungkapku pada ayahku, aku pikir aku tidak tahu apapun soal ibuku, aku ingin lebih mengenalnya. sudah kuputuskan dengan bersekolah di tempat ibu sekolah dulu karena aku pikir itu cara terbaik untuk lebih dekat dengan sosoknya.
“jika itu maumu… ayah akan coba turuti sayang”
**
*Esokan harinya
“ayah akan jemput saat kamu pulang nati”
Ucap ayahku tepat saat ia membukakan pintu mobil untukku. Kecupan di keningku didaratkannya dengan sangat lembut. Sikap manisnya tetap tak berubah meski aku sudah mulai menjadi gadis remaja kini.
“bersenang-senanglah di sekolah barumu sayang”
“ya ayah..”
Aku melambaikan tangan pada ayahku yang sudah masuk kembali kedalam mobilnya dan kini telah melaju pergi dari area sekolah.
“hay.. anak baru?”
“namamu.. katakan siapa namamu?”
“kupikir dia keturunan luar, kulitnya pucat seperti orang asing dan matanya bulat hitam.. yang barusan itu ayahmu? dia asli dari negara mana? Tampan juga…”
Tiga orang perempuan menghampiriku dan langsung menghujaniku dengan pertanyaan-pertanyaan itu.
“hey! Jangan ganggu dia!!”
Seseorang berteriak dan berkata begitu dari belakangku, aku langsung berbalik dan sangat kaget saat kulihat siapa dia.
‘anak songong itu..dia.. dia juga sekolah di sini OMG!!’
Gerutuku dalam hati.
“hhhh… sebaiknya kita pergi sebelum si crazy rich menyebalkan itu berulah”
“ohh.. biarkan aku ikut”
Kataku, ingin menghentikan dan menyusul ketiga siswi itu yang sayangnya sudah berjalan jauh meninggalkanku itu. tapi tubuhku kalah cepat dari tangan laki-laki yang kini sudah merangkulku.
“kita.. bertemu lagi .. Luna..”