Kasus kecelakaan yang menimpa Camelia Regan atau yang lebih dikenal dengan Mia Reynolds dinyatakan selesai. Pihak kepolisian telah memberikan pernyataan dengan terbuka di hadapan semua pencari berita yang kemudian menyebar ke setiap sudut negara bagian dengan begitu cepat.
Hal yang terasa ganjil saat jasad tidak ditemukan namun pencarian dihentikan. Pihak kepolisian memberikan bukti jika jasad Mia hangus terbakar bersama dengan ledakan mobil yang dikemudikannya. Pernyataan polisi diterima dengan begitu tenang oleh keluarga Reynolds yang diwakili oleh Lorna Butler sebagai juru bicara. Penunjukkan Lorna bukan tanpa sebab dikarenakan keberadaan Tom Elliot suami kedua Mia yang tidak memungkinkan untuk memberikan pernyataan.
Fakta yang ada lainya adalah jika semua orang yang dianggap terhubung dengan korban sulit dihubungi atau bahkan terkesan menghilang. Ada beberapa nama yang menjadi daftar pencarian Nick Ryan yang telah langsung meminta bantuan pada Nolan Ross yang kini menetap di New York.
“Tom Elliot,” desis Nick yang membuat Nolan menoleh dan menatap dengan curiga.
Tatapan mata Nick masih tertuju pada layar televisi besar yang menempel di salah satu dinding dalam ruang kerja Nolan Ross yang mewah di dalam gedung OF.
“Pria itu menjadi suami kedua Mia, Nick.” Kalimat Nolan membuat Nick mengerjap dan semua isi pikirannya menguap bersama udara. Nolan menyodorkan sebuah dokumen yang terpampang di tablet miliknya ke hadapan Nick. “Aku telah mencari tahu kehidupan terakhir seorang Mia Reynolds.” Nolan menambahkan.
Nick tampak begitu serius membaca hasil pencarian yang dilakukan Nolan. Fakta jika Tom Elliot telah menikahi Mia dan menjadi suami kedua Mia beberapa bulan setelah kematian Ben Reynolds dalam sebuah kecelakaan yang juga ada Mia di dalam mobil nahas itu.
“Aku masih menyelidiki semuanya. Aku harus meretas beberapa pencarian untuk mengungkap siapa sebenarnya Tom Elliot.”
Nick memicing. “Kau pernah ke kantor Mia?” tanya Nolan yang membawa Nick pada kenangan masa lalunya. Beberapa tahun silam saat dirinya mencoba untuk mendekat pada sosok Mia. Nick tak dapat memungkiri jika sosok Mia telah mengingatkan Nick pada sosok Meghan Adam, mendiang istrinya. “Nick,” Nolan memanggil Nick dan pria tampan itu mengerjap.
’’Kau mengingatnya?” Nolan bertanya sambil menatap dengan serius.
Bayangan siang itu beberapa hari setelah pameran bisnis itu berlangsung. Nick tidak akan pernah lupa jika dirinya lah yang telah menghubunhi Mia lebih dahulu dan mengiriminya sekotak coklat dengan hiasan pita di atas permukaannya. “Aku pernah masuk ke dalam gedung kantor milik Mia. Kunjunganku yang kedua siang itu,” ucap Nick pada akhirnya.
Nolan mengangguk pelan yang membuat Nick menatap dengan heran. “Kenapa?” Pertanyaan yang singkat meluncur dari mulut Nick.
“Berapa kali kau datang menemuinya?”
“Aku hanya mengajaknya makan siang satu kali dan---” Kalimat Nick berhenti saat tatapan matanya bertemu dengan tatapan mata milik Nolan yang duduk di seberangnya. “Mia yang lebih memilih untuk keluar menemuiku dan... kami makan siang setelahnya.”
“Kenapa ia melakukan itu? Maksudku kau menawarkan kerjasama padanya tapi kau---”
“Ben Reynolds pria yang pencemburu. Aku tak menyalahkan Mia bersikap seperti itu padaku.” Nick menyela ucapan Nolan yang belum selesai. Keduanya masih saling menatap. “Kami pergi makan siang. Berbincang tentang kemungkinan untuk kerjasama.”
“Suaminya tahu jika Mia pergi denganmu untuk---”
“Entahlah,” sahut Nick pendek sambil meletakkan tablet milik Nolan di atas meja. Nick menyandarkan punggungnya ke belakang dan ingatannya masih berputar-putar pada masa lalunya. “Tapi aku juga tak akan pernah lupa jika seseorang telah menuliskan sebuah ancaman untukku.”
“Ancaman?” tanya Nolan dengan spontan sambil menegakkan duduknya.
Nick tersenyum miring sebelum mimik wajahnya berubah datar bersama dengan ingatannya yang kembali pada sosok Ben. “Katakan ancaman seperti apa yang kau dapatkan, Nick?” buru Nolan.
“Mungkin kah jika wanita itu---”
“Apa maksudmu?” Pertanyaan Nolan yang membawa Nick pada potongan kejadian di suatu siang saat Nick memutuskan untuk tidak beranjak area kantor Mia hingga kemunculan sosok Ben yang kemudian disambut seorang wanita di dalam mobil.
Mobil yang dikendarai Nick berhenti tak jauh dari mobil yang dikendarai Ben. Nick hanya menatap dari kejauhan saat Ben keluar dari dalam mobil dan Nick mengutuki dirinya karena ia tidak dapat melihat wajah dari sosok wanita yang bersama Ben. “Sial!” maki Nick pada dirinya.
Tampak Ben dan wanita itu masuk ke dalam sebuah restoran dan tak ada pilihan bagi Nick selain masuk ke dalam mengikuti Ben dan wanita itu. “Tak ada pilihan lain,” gumam Nick sambil meraih ponsel dan topinya sebelum berhambur keluar dari dalam mobil. Nick perlu menyeberangi jalan untuk sampai ke atas trotoar dan melangkah masuk ke dalam restoran.
Restoran yang terlihat ramai dengan pelayan yang berjalan mondar-mandir dari satu meja ke meja lainnya. Nick mengedarkan padangan matanya ke setiap sudut dan ia tak menemukan sosok Ben.
“Ada yang bisa kami bantu, Sir?” Pertanyaan seorang pelayan wanita yang membuat Nick terkejut.
Nick tersenyum sambil menggeser posisi berdirinya dari ambang pintu.
“Saya----”
“Anda sudah memesan tempat?” potong pelayan cantik itu lagi yang membuat Nick tergagap. Nick kembali mengedarkan pandangan matanya dan tidak ada sosok Ben.
“Saya perlu tempat untuk---” Kalimat Nick berhenti saat matanya menangkap sosok Ben yang keluar dari dalam sebuah ruangan. “Apakah di sini tersedia ruang khusus?” tanya Nick sambil menoleh kembali ke arah sang pelayan yang menatapnya dengan bingung.
“Ya, kami menyediakan ruang khusus untuk pertemuan bisnis, Sir.”
Nick mengangguk pelan. “Sayangnya saat ini semua ruangan telah terisi. Jadi----” Kalimat pelayan itu terpotong saat ponsel Nick berbunyi dengan tiba-tiba. “Terima kasih untuk informasinya,” ujar Nick sambil berbalik dan melangkah keluar dari restoran.
“Aku akan ke sana sekarang,” ucap Nick sebelum mematikan sambungan teleponnya. Panggilan gawat darurat telah membuyarkan semua rencananya. “Sial,” maki Nick sambil menoleh ke belakang dari balik bahunya sebelum ia kembali menyeberangi jalan raya di depannya untuk segera meluncur ke rumah sakit. Seorang pasien gawat darurat telah menantinya. Pasien korban tabrakan lalu lintas.
Langkah Nick berhenti saat dirinya mendapati secarik kertas berlipat terselip di depan kaca mobilnya.
JANGAN PERNAH CAMPURI URUSAN KAMI, DOKTER.
Mata Nick membulat, dan napasnya seakan berhenti beberapa detik karena terkejut. Nick mengedarkan pandangan matanya ke semua arah, menatap setiap mobil yang berhenti tak jauh dari tempatnya. “Ulah siapa ini?” gumam Nick. Ia menatap kembali restoran yang ada di seberangnya dengan sepasang lansia yang baru saja keluar dari dalam restoran sambil bergandengan tangan.
“Berengsek!” maki Nick sambil meremas kertas di tangannya dan masuk ke dalam mobilnya.
“Jadi kau menduga jika---”
“Aku tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan pernikahan mereka, Nolan. Aku juga tahu jika Ben telah mengajukan gugatan cerai pada Mia.” Suara Nick terdengar emosional. Tatapan Nick juga berubah tegas dan cenderung tajam.
“Dari mana kau---”
“Leo Torres,” sambar Nick cepat.
Keduanya membisu. Rahang Nick mengatup rapat hingga mengeras bak batu. “Kapan itu terjadi?” tanya Nolan lagi.
“Aku mengetahuinya sebelum aku terbang ke Jerman untuk sebuah acara seminar kedokteran dan bertemu dengan Rudolf di London.” Nick menjawab dengan lugas dan apa adanya. Nolan mengangguk pelan tanpa menggser tatapannya dari manik mata abu-abu milik Nick.
“Kau memberitahunya jika kau akan pergi ke Jerman?”
“Ya, aku mengirimkannya pesan jika aku akan kembali untuk sebuah berita baik dari kerjasama yang aku ajukan pada Mia setelah Ben Reynolds menolak tawaranku.” Ada penekanan di setiap kata yang keluar dari pita suara Nick.
“Mia membalas pesanmu?” buru Nolan.
Nick mengangguk pelan dengan penuh keyakinan.
Mia Reynolds: Aku tidak ingin menjanjikan apa pun padamu, Nick. Semoga perjalananmu menyenangkan.
“Aku masih menyimpan pesannya, Nolan.” Nick meletakkan ponsel miliknya ke atas meja sebelum mendorong ke arah Nolan. “Aku yakin ada hal besar yang terjadi antara Mia dan Ben.”
“Hal yang biasa dalam berumah tangga, Nick,” seloroh Nolan santai sebelum ia meraih ponsel milik Nick dan membaca isi pesan yang dikirimkan Mia pada Nick.
Pesan terakhir sebelum penerbangan Nick menuju Jerman malam itu.
Penerbangan yang akan terasa panjang bagi Nick. Waktu tempuh selama kurang lebih tujuh jam lamanya. Nick masih mencoba untuk menghubungi Mia melalui ponsel dan mengirimi pesan teks. Tapi tidak satu pun yang di balas oleh Mia.
“Ke mana dia?” gumam Nick seorang diri. Ia mencoba untuk membuka sosial media milik Mia Regan, tidak ada unggahan baru atau hanya sekedar status. Pertemuan terakhir yang terasa tidak baik bagi Nick. Tatapan Mia dan wajah cantiknya yang mempesona bagi Nick tidak tampak seperti saat pertemuan pertama keduanya atau saat keduanya menyantap makan siang bersama. Nick merasa ada yang tidak beres. “Aku harus mencari tahu segalanya.”
“Sepertinya kau benar-benar mencemaskannya.” Suara Nolan yang memporak-porandakan lamunan Nick tentang kepergiannya ke Jerman dan bertemu Rudolf di London.
Tatapan Nick terlihat curiga hingga Nolan membaca ulang isi pesan lainnya yang dikirimkan Nick pada Mia. Pesan yang tak pernah berbalas.
Nick Ryan: Aku mengkhawatirkanmu, Mia. Aku berharap dapat berbicara denganmu secara langsung. Bukan tentang tawaranku, melainkan tentang dirimu.
Nick tersenyum getir setelahnya. “Kau jatuh cinta padanya, Dr. Nicholas Ryan.”