bab 2

1941 Words
Setelah bernyanyi, Renatha dan Alfan kembali ke tempat duduk mereka dengan tersenyum bahagia. Gadis itu sangat senang bisa tampil sendirian tanpa harus adanya Bara seperti biasa. Ini pengalaman pertamanya melakukan sesuatu tanpa harus bertanya ataupun meminta persetujuan dari Bara. Bara sendiri sejak tadi hanya melihat apa yang ia lakukan tanpa memberikan komentar apapun. Itu membuat Renatha semakin percaya jika dirinya sudah pasti bisa mandiri tanpa adanya Bara. " Wah Bar, gue rasa Renatha udah bisa mandiri tanpa lo." " Iya tuh, kayaknya dia bisa maju tanpa adanya pawang " " Atau dia emang udah lama deket sama si Alfan makanya berani tampil bareng " Mendengar teman-temannya terus berbicara membuat Bara emosi, tiba-tiba ia merasa tidak suka jika Renatha malah dekat dengan laki-laki lain. Mungkin ia cemburu dengan kedekatan Renatha dengan Alfan yang terjalin hanya sebentar dan mereka langsung akrab. Ada rasa tidak rela saat melihat Renatha tersenyum bahagia dengan lelaki lain. Selama ini Renatha selalu bergantung pada Bara, sebagai orang yang selalu ada untuk Renatha. Tentu ia merasa cemburu pada orang lain yang bisa menggantikan dirinya dalam waktu dekat. Selesai acara kelulusan Bara dan teman-temannya tak langsung pulang mereka pergi ke salah satu club. Renatha ? Gadis itu memilih untuk pulang sendiri di antar oleh Melly dan Alfan. Sebelumnya ia sudah mengirimkan pesan untuk Bara jika ia pulang dengan kedua teman barunya, mereka cukup akrab karena Renatha yang begitu ramah. Hari mulai larut, sudah di pastikan semua orang akan tidur dengan nyenyak. Tapi entah kenapa Renatha malah sibuk memikirkan hari esok, sampai-sampai ia tak bisa tidur. Ketika matanya mulai berat terdengar seseorang membuka pintu kamarnya membuat Renatha terpaksa membuka kembali matanya. Ternyata Bara, laki-laki itu berjalan sempoyongan menghampiri Renatha. "Bara kamu mabu ?" Tanya Renatha "Iya, aku mabuk kenapa kamu gak suka?" Jawab Bara "Kamu kenapa mabuk, kalo papa mama kamu tau mereka bisa marah." cerca Renatha lalu membantu Bara bangkit "Aku sudah besar Renatha jadi suka-suka aku mau ngapain aja. Dan aku kesini mau ajarin kamu jadi orang dewasa yang bisa merasakan surga dunia." kata Bara dengan terbata-bata karena pengaruh alkohol Tanpa pikir panjang Bara menarik piama tidur Renatha dengan keras hingga sobek, Renatha yang merasakan tarikan keras tertarik ke arah Bara. Ia menutupi bagian tubuhnya yang terekspos karena piama yang di kenakannya telah robek. Tak sampai di situ Bara terus melancarkan aksinya dengan membuka semua baju yang melekat pada tubuh Renatha. Gadis itu hanya bisa menangis dengan meronta-ronta karena perlakuan bara yang di luar dugaan. Kamar Renatha yang biasanya selalu rapi dan sunyi ketika malam tiba, sekarang sangat berantakan dan berisik karena suara tangis Renatha yang menggema. Tangisan kekecewaan dan kesakitan yang tak pernah ia rasakan selama hidupnya, sekarang diberikan dari sahabatnya sendiri. Dimana malam yang tak pernah terpikirkan olehnya karena akan bernasip sangat buruk. Paginya Bara terbangun dengan kepala pusing karena pengaruh alkohol semalam. Perlahan ia membuka matanya dan melihat sekitar, kamar yang sangat ia kenal dan sekarang ingatannya kembali pada Renatha. Gadis itu tidak ada disana dan terdengar suara tangisan dari dalam kamar mandi, sudah bisa di pastikan jika itu adalah suara Renatha. Melihat kondisi kamar yang sangat berantakan Bara sudah tau apa yang terjadi semalam terhadap dirinya juga Renatha. "Renatha buka pintunya." panggil Bara karena sudah hampir satu jam sejak dirinya bangun Renatha tak kunjung keluar dari kamar mandi Karena tidak mendapat jawaban terpaksa Bara mendobrak pintu kamar mandi, ternyata Renatha sudah selesai berpakaian dan dia bisa melihat sangat jelas gadis itu tampak sangat sedih juga terluka. Bahkan Renatha hanya diam saat melewati Bara yang terus menatapnya. Melihat Renatha yang tampak tidak berminat untuk bicara, Bara memilih untuk mandi terlebih dahulu lalu setelah itu ia akan mulai berbicara. *** Setelah kejadian dua bulan lalu Renatha memilih untuk menjauh dari Bara dan semua orang. Bahkan setelah acara wisuda ia memilih pergi ke rumah neneknya yang ada di Singapura. Bahkan ia melarang orang tuanya untuk memberitahu pada siapapun dengan alasan ingin belajar mandiri. Sampai dua bulan kemudian Renatha merasakan hal aneh pada dirinya yang sering kali merasa lelah dan mual-mual. Awalnya ia hanya mengira jika itu efek kelelahan karena dirinya terlalu sibuk menyiapkan diri untuk kuliah di Amerika. Sekarang ini ia sedang berada di rumahnya sendiri karena orang tuanya pergi perjalanan bisnis ke Inggris. Ia harus lebih banyak di rumah setelah hampir satu bulan setengah ada di Singapura. " Duh aku kok mual terus-terusan si " gumamnya yang baru keluar dari kamar mandi " Astaga, aku telat jangan-jangan " Renatha langsung menyambar tasnya yang ada di atas kasur lalu bergegas pergi Renatha pergi ke apotek untuk membeli beberapa tes alat kehamilan, ia cukup tau beberapa faktor tentang kehamilan. Setelah membeli ia kembali pulang ke rumahnya lalu kembali masuk ke kamar mandi di kamarnya. Hatinya sangat gelisah dengan hasil yang akan di lihatnya karena ia belum siap melihat kenyataan yang akan membuat semua orang kecewa. Dengan sangat berat hati Renatha perlahan melihat hasilnya, ia sangat berharap hasilnya tidak seperti dugaannya. Deg Seakan detak jantungnya berhenti, Renatha menjatuhkan dua benda itu ke lantai berserta tubuhnya yang merosot. Perlahan air mata mulai berjatuhan, dunianya seakan runtuh seketika kala mengetahui fakta yang baru saja ia ketahui. Ketakutan, kekecewaan, rasa bersalah semuanya bercampur menjadi satu. " Bara harus tau aku harus ketemu dia sekarang juga " dengan menghapus air matanya cepat Renatha kembali berdiri Dalam perjalanan ia terus berdoa semoga Bara mau bertanggung jawab atas kondisinya saat ini. Laki-laki itu satu-satunya yang bisa menjelaskan semuanya pada kedua orang tuanya. Semua ini terjadi juga karena Bara yang mabuk dan datang ke rumahnya saat larut malam juga kedua orang tuanya sedang tak ada di rumah. Renatha menarik nafasnya pelan ketika sudah sampai di rumah Bara, perlahan kakinya melangkah menuju pintu. Saat akan mengetuk pintu terdengar suara mobil datang membuat Renatha segera menoleh. Ternyata itu adalah bara laki-laki yang akan ia temui, Bara terlihat biasa saja saat melihat Renatha tak seperti biasanya yang menyambut dengan senyum hangat. " Bara aku mau ngomong serius sama kamu " kata Renatha ketika Bara akan langsung melewatinya " Ya udah di dalem aja " kata Bara acuh lalu kembali melangkah tanpa melihat Renatha Renatha berjalan mengikuti Bara yang berjalan terlebih dulu hingga mereka berhenti di ruang tengah. Renatha mulai tidak tenang dan takut untuk mengatakan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Apalagi Bara terlihat sedang tidak baik dan acuh pada dirinya. " Kenapa ?" Bara bertanya dengan acuhnya " Gini em dua bulan lalu kita kan emm- " Renatha yang berbicara dengan ragu membuat Bara langsung faham apa yang akan di katakan sahabatnya itu " Melakukan hubungan badan karena ketidak sengajaan " sela Bara cepat " Iya, dan gimana kalo seandainya aku hamil ?" Ujar Renatha ragu " Gugurin aja, beres kan " jawab Bara enteng Renatha langsung menatap Bara tak percaya karena jawabannya, hatinya sakit saat mendengar perkataan Bara barusan. Bagaimana bisa Bara berkata seperti itu sebelum ia memberikan yang sebenarnya. " Kok kamu gitu, kan dia anak kamu emang kamu gak mau punya anak apa " sergah Renatha berusaha terlihat to gugup dan kembali seperti Renatha yang dulu " Semua orang pasti pengen punya anak, begitu juga aku. Tapi nggak sekarang. Aku juga gak mau punya anak dari sahabat sendiri, lagian aku udah punya pacar mana mungkin aku punya anak sama kamu. Dan aku juga akan kuliah di Italia lalu jadi orang sukses kalo aku punya anak semua impian aku bisa lenyap dalam sekejap Renatha, kamu tau kan aku anak tunggal yang harus bisa membanggakan orang tua ku " jelas Bara dengan tersenyum Entah itu senyum apa, tapi Renatha merasa sangat sakit hati dengan ucapan Bara. Laki-laki itu yang merusak dirinya, menghancurkan segala impiannya, ia juga ingin membanggakan orang tuanya. Renatha juga ank tunggal yang menjadi satu-satunya harapan kedua orang tuanya selama ini. Bukan cuma Bara yang ingin sukses dan membanggakan kedua orang tuanya, Renatha juga ingin. " Hem kamu bener, kalo gitu aku pergi dah " Renatha segera beranjak dari duduknya melangkah pergi tanpa memandang lagi wajah Bara " Kamu hamil ?" Tanya Bara menyelidik Tubuh Renatha menegang mendengar pertanyaan itu, ia takut karena perkataan Bara barusan. Mau tidak mau Renatha harus berbohong demi calon anaknya. " Enggak aku cuma tanya aja, apa yang akan kamu lakukan kalo aku hamil. Dan kalo pun aku hamil aku akan langsung lakukan apa yang kamu bilang, karena aku juga mau membahagiakan orang tua ku, jadi orang sukses dan hidup bahagia. Aku harus pulang, ini udah terlalu larut malam bye Bara semoga kamu bahagia selalu " Renatha kembali melanjutkan langkahnya untuk keluar Semuanya sudah jelas jika Bara sama sekali tidak memikirkan dirinya, dia hanya memikirkan dirinya sendiri saja. Tangis Renatha pecah saat kembali mengingat apa yang bara katakan, hatinya sakit mendengar jawaban Bara yang sama sekali tidak memikirkan calon anaknya. Renatha membulatkan tekad untuk pergi dari rumah dan meninggalkan semuanya. " Anak ini belum lahir, tapi ayahnya sudah menolak dia mentah-mentah. Apa sekarang saatnya semuanya berubah? Hidup bagaikan tuan putri yang selama ini aku rasakan, akan segera berubah menjadi wanita hina dimata masyarakat. Dunia ini begitu mengerikan dibandingkan kandang harimau " batin Renatha " Hidup di dunia ini harus pintar-pintar menjaga diri dan bersikap, agar tidak terlalu banyak mendapat kritikan orang tidak di kenal. Apalagi netizen, mereka hanya tau dari foto dan omongan yang belum tentu benar. Tapi sudah berani mengeluarkan kritikan yang menyakitkan. Saat aku berhasil melahirkan anak ini dengan selamat, aku akan selalu menjaganya dan memberikan nasehat yang baik " Renatha terus berkutat dengan pikirannya Ia takut kedua orang tuanya akan marah dan memintanya untuk menggugurkan kandungannya sama seperti Bara. Sudah cukup dosa yang ia lakukan bersama Bara dan sekarang ia akan menebus dosa itu sendiri dengan merawat calon anaknya sendiri. Sebelum pergi Renatha meninggalkan sepucuk surat untuk kedua orang tuanya yang masih belum kembali dari perjalanan bisnis mereka di luar negeri. *** Sepeninggalan Renatha dari rumahnya, Bara terus memikirkan gadis itu entah kenapa pikirannya kalut. Apalagi saat mengingat pagi dimana ia melihat Renatha dengan mata sembab dan kekecewaan yang sangat mendalam. Ingin sekali menemui Renatha dan bertanya apakah gadis itu baik-baik saja, lalu memeluknya dan menyalurkan kerinduan yang selama ini ia rasakan. Karena hatinya semakin gelisah akhirnya Bara memilih untuk pergi ke rumah Renatha. Dengan melaju kecepatan mobilnya dengan sangat tinggi Bara kini sudah sampai di rumah mewah milik keluarga Renatha. Ia tau jika orang tua sahabatnya itu sedangkan dalam perjalanan bisnis dan akan pulang Minggu depan. Saat akan mengetuk pintu ia melihat jika pintu itu tidak di kunci, tanpa menunggu lama lagi Bara langsung masuk dan mencari keberadaan Renatha. Karena tak bisa menemukan keberadaan Renatha di manapun membuat Bara berpikir yang tidak-tidak. " Renatha kamu dimana ? Kamu mandi ?" Panggilnya dengan mengetuk pintu kamar mandi Karena tak ada jawaban Bara memilih membuka pintu kamar mandi, tak ada siapapun di sana Renatha tidak ada di kamar mandi itu. Saat akan keluar matanya tak sengaja melihat benda yang menurutnya aneh karena tidak pernah melihat benda itu di kamar mandi Renatha. Tangannya perlahan mengambil barang itu dan melihatnya dengan serius. " Jadi bener Renatha hamil, astaga. Bara kenapa lo b**o banget sampe gak bisa mencerna perkataan Renatha yang tiba-tiba tanya soal responnya saat dia hamil " gumamnya tak percaya Tanpa berlama-lama ia kembali keluar dari kamar mandi Renatha. Mencari petunjuk dimana gadis itu berada, ia tak mau Renatha semakin membencinya karena jawaban yang ia berikan. Sekarang Bara pun kembali membawa mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia akan mencari Renatha kemanapun. Kegelisahannya semakin bertambah saat ponsel Renatha tak kunjung bisa di hubungi. Yang Bara pikirkan saat ini hanyalah kondisi Renatha setelah mendengar jawabannya, ia tak peduli dengan kandungan Renatha yang akan di gugurkan. Karena perasaan Renatha lebih penting bagi Bara saat ini. Tapi kemana ia akan mencari gadis itu di larut malam seperti ini, tanpa sadar air matanya menetes dengan lancang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD