Dua sisi berbeda

1146 Words
Nadine tidak bisa melupakan malam yang sudah berlalu dengan dosen bernama Abraham itu. yang Nadine dengar, dia adalah salah satu dosen yang katanya berpengaruh di Yayasan. Yang Nadine tau, pria itu bernama Abraham Thompson, berusia 29 tahun dan sialnya merupakan wali dosen Nadine juga. “Berhenti memikirkan itu,” ucap Nadine menggelengkan kepalanya. Di usianya yang baru 29 tahun, Nadine tau kalau pria itu baru saja menyelesaikan gelar doktornya. Mendapatkan banyak pujian dan terkenal dengan sifat dinginnya. “Tidak apa, kau sudah mendapatkan uang yang bisa membantu ibumu,” ucap Nadine seperti itu pada dirinya sendiri. “Bisakah kau diam? Kau berisik sekali, ini perpustakaan.” “Maaf,” ucap Nadine pada orang orang yang ada di perpustakaan. Dengan sejumlah uang yang diberikan oleh Abraham pula membuat Nadine bisa melunasi semua kebutuhan kuliahnya. Dia hanya focus dan menyelesaikan kuliah. setelah itu, dia akan menjadi seniman. Tapi tetap saja, Nadine harus menari tiang untuk membalas jasa Belle meskipun uangnya cukup banyak tersisa sekarang. Ada kominisi untuk wanita itu dari hasil apa yang Nadine lakukan. Segera Nadine menyelesaikan tugas temannya dan bergegas keluar dari pepustakaan. Satu mata kuliah lagi, dan itu giliran Abraham. Semoga saja dia tidak datang dan digantikan dengan asisten. Duduk menunggu di kelas, Nadine khawatir sekali pria itu akan mengenalinya. Meskipun jika difikir lagi, mereka bagaikan langit dan bumi. “Nadine, mana tugas yang aku berikan padamu?” “Ini, aku sudah menyelesaikannya.” “Bagus, ini uang untukmu. Sisanya ambil saja.” “Terima kasih, Sera,” ucap Nadine mengambil uang itu. Bertingkah supaya tidak menjadi pusat perhatian. Dan sialnya, yang masuk hari ini adalah Abraham, padahal seharusnya pria ini disibukan dengan posisinya sebagai wakil dekan I di bagian akademik. Kenapa harus datang? Ketakutan selalu ada, Nadine mencoba menghindari tatapan pria itu sampai jam pelajaran selesai. “Nadine Rosela?” “Iya, Pak?” “Ikut ke ruanganku, ada yang harus kita bicarakan.” Nadine menelan salivanya kasar. Dari semua hari, kenapa setelah kejadian itu? Padahal dulu Abarahm tidak pernah menganggapnya ada. Nadine masuk ke ruangan yang ada di samping ruang prodi, memiliki tempat yang luas dan juga nyaman. “Ada apa, Pak?” “Kau memiliki nilai yang bagus. Pihak rektorat menghubungiku supaya kau menerima tawaran mereka sebagai pertukaran mahasiswa selama satu minggu ke London. Kau mau?” Nadine menghela napasnya lega. “Itu hal yang baik bukan? Tidak seharusnya saya menolak kesempatan.” “Oke, berkas-berkasmu akan diurus, pemberangkatan minggu depan.” “Apakah ada teman yang ikut dengan saya, Pak?” “Tidak, kau akan pergi denganku. Bagian akademik yang harus menangani hal seperti ini.” Nadine menelan salivanya kasar. “Baik, Pak. Apa masih ada yang ingin anda sampaikan?” “Kau bisa keluar.” Sejauh ini, Nadine tidak melihat kecurigaan di mata Abraham. Dia segera keluar dari sana dan pergi menemui sang ibu yang ada di rumah sakit. Operasinya berjalan dengan lancar. Namun karena sang Ibu tidak hanya memiliki satu penyakit, hal itu menyebabkan Ane harus tetap berada di sini untuk kesembuhannya. “Aku memiliki berita bagus untukmu, Ibu,” ucap Nadine dengan senyuman. “Universitas memilihku untuk pergi ke Luar Negara sebagai perwakilan fakultas. Ibu bangga kan?” Mata tua itu menyipit akibat senyuman. “Ibu bangga padamu, Nak. Maafkan ibu yang membuatmu kesusahan dan harus menanggung penderitaan sebanyak ini.” “Ibu, jangan mengatakan hal yang konyol. Kau sudah membesarkanku sampai sekarang. Kini giliran aku yang merawat ibu.” “Kemaba ibu harus mengganti uangnya? Kau pasti kesulitan untuk mendapatkan uang itu ‘kan?” “Jangan mengatakan hal itu. tidak ada yang perlu diganti, semuanya baik baik saja asalkan Ibu sehat.” **** Nadine pergi ke klab malam itu untuk menampilkan tarian lainnya, dia berbicara dengan Belle juga kalau dia akan pergi selama satu minggu ke London sebagai bagian dari tugasnya sebagai mahasiswa. “Kau tidak masalah kan?” “Tidak apa, kau sudah banyak memberikan keuntungan untukku.” “Terima kasih, Belle.” “Tapi jangan harap kau bisa lepas ya, aku belum menemukan seseorang yang memiliki keahlian sama sepertimu, Rose. Harus ada pengganti saat kau pergi nanti.” “Kuharap kau segera mendapatkan pengganti, aku punya tabungan, ibuku hampir sembuh dan aku akan lulus kuliah.” “Aku paham itu, tenang saja.” Rose segera menyelesaikan make up nya. Kali ini dia memakai bik*ni yang begitu seksi untuk mendapatkan lebih banyak uang. Tidak jarang ada pria yang menginginkan Rose menari hanya untuk mereka saja. dan bayarannya biasanya lebih mahal. “Kau tidak tertarik untuk kembali menjual dirimu lagi? uangmu akan semakin banyak.” “Cukup sudah, yang kemarin saja membuatku kaget.” “Sorry, aku hanya berkomunikasi dengan asistennya. Aku pikir dia bukan dosen di fakultasmu.” Karena sudah berlalu, Rose tidak bisa apa apa. Dia sudah mendapatkan uang dan mengorbankan dirinya. “Tapi aku serius, Rose. Keuntungan akan lebih banyak kalau kau bermalam bersama mereka.” “Saat ini, uangku masih cukup,” ucap Rose keluar dari ruangan pribadinya. Salah seorang penari lainnya tidak sengaja menabrak Rose dan langsung menatapnya tajam. “Kau baik baik saja?” tanya Rose. “Jangan mempedulikanku,” jawabnya kemudian melangkah dengan menahan sakit. Ups ya, bukan hanya alcohol dan penari di sini. Belle menjajakan para wanita untuk pria yang berminat dan menyediakan kamar khusus. Banyak yang menawar Rose sejak pertama kali dia bergabung, apalagi Rose sangat misterius dengan topeng di wajahnya. Namun, semua itu ditolak berapapun nominalnya. Hingga minggu kemarin, Rose akhirnya menyerahkan diri pada orang yang menawar paling tinggi. Dan rumor di kalangan pria kaya itu menyebar, kalau katanya Rose tidur bersama dengan seorang pria. Mereka berbondong-bondong menawar Rose, tapi dia tolak karena sudah merasa cukup uang. Rose bahkan memiliki pengawal tersendiri supaya tidak ada pria yang bermacam macam dengannya. Menari dengan lihai sampai akhirnya Rose lelah dan mempersilahkan penari lain mengambil alih. Dia ingin pulang lebih awal sekarang. “Rose, ada tamu yang ingin melihatmu menari secara privacy.” “Tidak, terakhir kali aku hampir diperk*sa.” “Kau tidak akan rugi jika diperk*sa olehnya, dia memiliki banyak uang.” “Tidak, Belle. Aku ingin pulang sekarang. Sampai jumpa lagi minggu depan. Pastikan penggemarku tidak rindu.” Belle berdecak. “Jangan lupa belikan aku oleh-oleh.” “Tergantung nanti.” Memakai kacamata dan hoddie. Tidak ada satupun polesan make up di wajah Nadine hingga memperlihatkan pori pori yang besar, wajah kemerahan juga jerawat di beberapa bagian. Berbeda jauh dengan Rose yang selalu sempurna. Ketika di lorong pintu keluar, Nadine melihat salah satu teman menarinya sedang menggoda seseorang di sana. “Tuan Abraham, aku bisa memberikanmu kenikmatan malam ini. ayo tidur denganku.” Nadine menutup mulutnya ketika dia melihat perempuan itu dijambak hingga penuh kesakitan. “Beraninya kau menggodaku,” ucap Abraham pada wanita itu. Nadina bergegas pergi, tapu kakinya tidak sengaja menabrak rak di sana hingga menimbulkan suara. “Berhenti di sana.” Dalam keadaan dirinya yang tidak memakai make-up, Nadine yakin Abraham akan mengenalinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD