01 - Debu yang menyakiti mata

1485 Words
 • DEBU YANG MENYAKITI MATA Dalam beberapa kutipan tentang perbedaan, perbedaan membawa keindahan, menciptakan beragam hal sehingga apapun yang manusia rasakan akan lebih berwarna. Dengan perbedaan orang-orang harus saling merangkul untuk saling melengkapi. Perbedaan antara pria dan wanita misalnya, dengan sifat bawaan pria yang lebih kuat secara fisik daripada wanita, pria dominan menjadi sosok yang dapat melindungi wanita dan sifat bawaan wanita yang kuat secara mental daripada pria menjadi sosok yang dapat memberikan ketenangan secara mental kepada para pria. Dikala pria tak dapat mengontrol emosinya maka disanalah perbedaan sifat wanita dapat menekan emosi pria, sehingga perbedaan keduanya dapat berjalan selaras dan memberikan harmoni. Tidak hanya itu, kalian bisa bandingkan perbedaan yang paling sering kalian temui dalam kehidupan sehari-hari, sepatu misalnya. Bagian kanan dan juga kiri sepatu dibuat berbeda, dengan bentuk yang berlawanan namun selaras, bayangkan kalau hanya memiliki satu bagian, kanan-kanan atau kiri-kiri... Meskipun sama tapi akan terlihat aneh ketika dipakai, bukan? Itu membuat perbedaan juga terlihat harmonis. Lalu apa salahnya perbedaan antara tampan dan juga jelek? Kenapa perbedaan seperti ini malah tidak bisa berjalan harmonis, apa karena perbedaan pria dan wanita itu adalah dalam jenisnya, tapi mereka tetap dikatakan sama-sama manusia? Dan sepatu bagian kanan dan bagian kiri tetap dikatakan sepasang sepatu? Lalu jika pria terlahir tampan akan disebut manusia, dan jika terlahir jelek apa mereka bukan manusia? Sehingga harus mendapatkan perlakuan yang berbeda. Begitulah hal yang selalu direnungkan oleh Su Mingzhi, seorang siswa yang belajar di sekolah menengah paling bergengsi di ibukota, dengan ribuan murid sekelas bangsawan, tempat orang-orang elit menyekolahkan anak-anak mereka. Di sekolah tersebut rata-rata murid berpenampilan menarik bak model, jelas saja mereka merupakan anak-anak orang konglomerat yang kebanjiran banyak harta sehingga menggunakan perawatan kulit yang mahal dan jelas mujarab untuk memelihara penampilan mereka. Karna sekolah tersebut membebaskan murid disana dalam berpakaian maka kemanapun mau melihat akan ada banyak pakaian dari brand dan merk milik perancang busana ternama bahkan ada yang memakai pakaian yang secara pribadi dijahit oleh perancang busana terkenal. Penampilan yang serba elegan menjadi hal biasa di sekolah tersebut, ibarat emas tercampur dengan emas lainnya maka tak ada suatu hal lagi yang harus di sorot, tapi jika ada batu kerikil ditengah-tengah emas tersebut sekilas pandang saja itu bisa dilihat dan akan mengganggu mata yang melihatnya. Begitulah Su Mingzhi dipandang, sebagai sosok batu kerikil di tengah-tengah tumpukan emas. **** Gendut, pendek, kulit pucat dan memiliki wajah yang jelek. Baju yang dipakainya hanya diganti 3 kali dalam seminggu dan tidak memiliki merek ternama ataupun dijahit oleh seorang profesional, tentulah hanya siswa miskin yang memakainya. Setiap pagi selalu berjalan sama setiap harinya, mata para murid yang selalu memandang rendah Su Mingzhi, dan rasa tidak puas para murid atas kehadirannya. “Bagaimana bisa sekolah ini menerima siswa seperti dia? Berpakaian tidak pantas, bahkan penampilannya iuhhhhh…. Apakah level sekolah ini sudah menurun? Tidak bisa dipercaya,” ujar salah satu siswa mengatakan dengan jelas di depan Mingzhi yang berjalan menunduk menuju ke kelasnya. “Apa sekolah akan membiarkan reputasinya menurun karena menerima siswanya sembarangan, orang seperti dia hanya akan menjadi aib bagi sekolah kita,” ujar orang disebelah pengucap pertama, “Tanpa diduga kita dapat melihat gelandangan mondar-mandir di sekolah kita ini setiap hari, sungguh lelucon yang buruk,” sambungnya. Mingzhi tetap menunduk terus berjalan menuju kelasnya, bukanlah hal baru baginya mendengar cemoohan para siswa lainnya, dia hanya bisa menerima karna apa yang dikatakan mereka tidak sepenuhnya salah. Jika siswa lain mengeluh atas kehadiran Mingzhi, maka Mingzhi memakluminya. **** Mingzhi memasuki kelas dengan kepala yang tetap tertunduk. “Lihat dia, dia masih berani datang ke kelas kita meskipun kemarin kita sudah menghajarnya,” ujar Li Saoqi, teman sekelas Mingzhi, dia dan kelompoknya selalu mengganggu Mingzhi bahkan tak segan menindasnya dengan kekerasan, tujuannya adalah membuat Mingzhi kapok untuk datang kesekolah lagi. “Apa kita tidak terlalu lembut ketika memberinya pelajaran?” kata teman Saoqi, Wang Zhiqing. Sambil menepuk tangannya yang salah satunya menggenggam. “Kita harus membuat keluhan kepada kepala sekolah untuk segera mengeluarkan anak ini, mataku tak bisa menerima untuk melihatnya setiap hari, mood ku jadi hilang untuk belajar setiap harinya karnanya,” dengan sinis pacar Saoqi yang juga sekelas dengan Mingzhi mengatakan hal itu. “Ran Ran, kau pikir hanya kau yang berpikir untuk mengajukan keluhan ini pada kepala sekolah? Murid lainnya pasti merasakan hal yang sama,” ujar Saoqi. “Maksudmu… keluhan ini sudah pernah diajukan sebelumnya dan kepala sekolah tidak bisa berbuat apa-apa begitu?” ujar Zhiqing. “Yap!!! Kepala sekolah pasti memiliki suatu kondisi sehingga tidak dapat mengeluarkan Mingzhi dari sini,” balas Saoqi. “Beasiswa???” tanya Ranran. “Apa kalian pikir Mingzhi siswa berprestasi sehingga pantas mendapatkan beasiswa?” jawab Saoqi, yang lainnya hanya mengangkat bahu mereka tanda tidak tahu. “Bahkan nilainya adalah salah satu yang terburuk dari seluruh siswa yang sekolah disini,” tambahnya. “Artinya… Kondisi yang dimilikinya tidak memungkinkan kepala sekolah mengeluarkannya, jadi dia akan tetap sekolah disini,” kata salah satu teman Saoqi di kelompoknya. “Seriusan…. Haaah…. Apa kita akan selalu melihatnya tiap hari? Jujur aku pun sudah tidak tahan,” keluh Zhiqing. “Bro… bukannya kamu bertanya apakah kita terlalu lembut saat menghajarnya?” kata Saoqi dengan sedikit senyum. “Satu-satunya cara membuatnya tidak datang kesekolah ini lagi adalah dengan memberikannya pelajaran yang lebih keras,” tambahnya. Teman-teman Saoqi tersenyum dan mencoba merencanakan perundungan kepada Mingzhi setelah jam sekolah selesai. Mrs. Ann masuk ke kelas dengan wajah cantik dan senyumnya yang manis menyapa semuanya dengan ramah. “Selamat pagi semuanya!!!” “Selamat pagi Mrs. Ann!!!” jawab murid-murid dengan lantang dan samar samar suara Mingzhi juga terdengar mengucapkannya. Selang beberapa jam, kelaspun berakhir dan murid-murid keluar beramai-ramai dari kelas kecuali Mingzhi yang menundukkan kepalanya sambil memasukkan buku pelajarannya yang usang kedalam tasnya yang sedikit compang-camping. **** “Mingzhi!” sapa Mrs. Ann dengan nada lembut. “Apa kamu baik-baik saja?” sambung Mrs. Ann, Mingzhi mengangguk sedikit. “Jangan hanya mengangguk, Mingzhi. Coba lihat bu guru ketika berbicara, dengan begitu ibu akan tau kalau kamu beneran baik-baik saja atau tidak,” ujar Mrs. Ann yang mengkhawatirkan Mingzhi. Mingzhi perlahan mengangkat wajahnya untuk melihat Mrs. Ann “Astaga!!! Apa yang terjadi Mingzhi? Kenapa ada luka lebam diwajahmu?” Mrs. Ann terkejut. “Hehe.. hanya luka lebam yang saya dapat ketika jatuh dari tangga ketika mengangkat barang, Mrs. Ann.” Jawab Mingzhi, dia menjadi kuli angkut barang untuk membiayai hidupnya sehari-hari. “Lalu tanganmu!” tegas Mrs. Ann, Mingzhi langsung menyembunyikan tangannya yang juga penuh dengan luka lebam. “Jatuhnya terlalu tinggi, Mrs. Ann. Jadi hal seperti ini tidak bisa dihindari,” ujar Mingzhi sambil menggaruk kepalanya. “Apa kau mencoba membohongi bu guru?” ujar Mrs. Ann “Saya tidak berani berbohong kepada orang yang selalu baik pada saya, terutama anda, Mrs. Ann. Jadi mana mungkin saya berbohong.” Jawab Mingzhi yang terpaksa harus berbohong karena tidak ingin membuat Mrs. Ann terlibat dengan apa yang dia alami. “Jika kau menemui masalah kau bisa bercerita padaku!” suruh Mrs. Ann. “Tentu,” sambil tersenyum Mingzhi Menjawabnya. Setelah itu Mingzhi dan Mrs. Ann berjalan keluar kelas dan berpisah di depan pintu kelas, Mingzhi memberi hormat pada Mrs. Ann yang berjalan menjauhinya dengan setengah membungkuk. **** Jam sekolahpun berakhir, Mingzhi terlihat sudah ada di dekat gerbang sekolah berjalan dengan wajah menghadap lantai, Saoqi dan kelompoknya menunggu Mingzhi agar mereka bisa melakukan penindasan terhadapnya setelah pulang sekolah. “Dia datang Bos!!!” seru salah satu kelompok Saoqi, “Apa kita akan langsung membawanya?” sambungnya. “Dengan apa? Mobilmu? Jangan gunakan milikku, aku ga mau baunya kecampur di dalam mobilku,” sahut Zhiqing. “Jangan membawanya, kita ikuti saja dia… dia akan pulang lewat kota, salah satu jalan disana memiliki gang gelap yang sangat sepi pejalan kaki, kita bisa menghajarnya disana,” kata Li Saoqi selaku pemimpin kelompok tersebut. “Heh…..” dengan nada yang aneh “Setahuku Li Saoqi si penguasa selalu men-Stalking para gadis cantik untuk dijadikan mainannya, tidak disangka dia men-Stalking si buruk rupa Mingzhi juga, apakah kau mulai seperti itu?” sambung Zhiqing sambil menggoda Saoqi yang mengiranya gey. “Bacot!! Tentu saja tidak, aku merencanakan hal ini sejak lama makanya aku tau,” sahut Saoqi dengan nada kesal. “Seperti yang diharapkan dari bos kita, dia sudah jauh-jauh hari memikirkan untuk menghabisi si sampah Mingzhi,” ujar salah satu orang di kelompok tersebut. “Kalau begitu mari kita ikuti dia!!!” kata Zhiqing yang sudah tidak sabar untuk memukuli Mingzhi. “Skuyyy lah!!!” dijawab dengan serentak. Kelompok Li Saoqi mengikuti Mingzhi, meskipun mereka beramai-ramai dan terlihat mencolok namun Su Mingzhi yang selalu berjalan menunduk tak menyadari kalau dirinya diikuti, apalagi dia selalu memikirkan hal-hal seperti penyesalan dalam hidupnya, bahkan jika dia mendengar klakson kendaraan paling keraspun dia tidak akan terkaget-kaget mendengarnya. Dengan Li Saoqi dan kelompoknya yang mengikuti Mingzhi, Mingzhi tidak menyadari bahaya apa yang mungkin dia dapatkan katika sudah sampai di tempat yang dijanjikan. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD