Keluarga

1725 Words
 • Keluarga “Terimakasih Chef! Saya sangat tersanjung menerima kebaikan dari Chef!” Jawb Mingzhi seraya berdiri di depan Chef Edmond. Semua orang hanya bisa berbicara satu sama lain. “Apa yang terjadi? Apakah chef Edmond memang orang yang seramah ini?” “Ntahlah, menurut pembicaraan mereka aku menangkap beberapa kata yang terkait penghormatan. Sepertinya chef Edmond terkesan dengan pemuda itu dan beliau bilang beliau sangat menghormatinya.” “Luar biasa! Bahkan tokoh lima keluarga besar tidak mampu menggerakkan chef Edmond dan memaksanya keluar dari dapurnya. Tapi pemuda ini... Benar-benar bakat yang tidak terduga.” “Pikiran anak muda tentang memasak sangatlah luas, apakah anak muda ini seorang chef juga?” kata chef Edmond sambil merangkul bahu Mingzhi. “Ah... Kalau harus dibilang apakah saya seorang chef, saya rasa itu terlalu berlebihan. Saya hanya hobi memasak. Daripada dibilang sebagai hobi... Saya lebih mencintainya.” Jawab Mingzhi. “Haha! Bagus! Bagus! Aku suka dengan jawabanmu itu. Seringlah kemari, dapurku menyambut talenta muda sepertimu.” Chef Edmond tertawa dan menepuk-nepuk bahu Mingzhi. “E.... Ini... Seorang yang dikenal sebagai troll dapur berhati dingin baru saja tertawa bersama Su Mingzhi. Apa ini mimpi?” dalam hati Wu Shuan. “Wah.... Sepertinya chef Edmond mengundang pemuda itu kedapurnya.” “Benarkah? Dia berkata seperti itu? Ya ampun, seharusnya aku belajar bahasa prancis dengan benar.” “Itu artinya pemuda itu berbakat, sampai seorang chef Edmond mengundangnya secara pribadi. Ini luar biasa!” Chef Edmond pergi agar Mingzhi dapat menikmati masakannya setelah beberapa perbincangan kecil diantara mereka. Lalu beramai-ramai orang datang ke meja Nyonya Wu untuk menyapa Mingzhi. “Nak! Sepertinya kau cukup berbakat! Paman juga memiliki sebuah restoran, yah... Meskipun tak sebesar restoran ini, tapi masih bisa dikatakan besar. Jika kau mau mencari pekerjaan sebagai chef, paman ini akan menerimamu dan langsung memberimu gaji saat itu juga.” “Enak saja! Dia akan aku undang sebagai chef di rumah keluarga Ye ku. Kami akan menyediakan lingkungan yang baik untuknya.” Beberapa orang datang untuk menyanjung dan memperebutkan Mingzhi, dan Mingzhi cukup tersenyum dan menolak ajakan mereka secara halus. Sedangkan pria berkumis dari keluarga Lin hanya duduk geram sambil menggigit jari. “Huft... Akhirnya selesai...” Pikir Mingzhi. “Hahaha... Aunty Wu tidak menyangka, hanya seorang chef yang mengenali chef lainnya. Ternyata Nak Su juga punya kemampuan sebagai koki, bahkan chef paling terkenalpun menyanjungnya.” “Aunty Wu terlalu melebihkan, aku hanya tau beberapa cara memasak. Wu Shuan pernah menghabiskan semangkok masakanku, kurasa dia menyukainya.” Wu Shuan membuang muka dan menyembunyikan wajah merahnya. “Kalau begitu adik Su, bisakah mengajari kakak ini cara memasak lain waktu? Aku juga ingin tau keahlian adik Su. Mungkin kita bisa belajar secara pribadi.” Wu Shian mengatakannya dengan nada yang sedikit e****s. “Ughhh! Wu Shian ini... Benar benar beda!” dalam hati Mingzhi. **** Setelah menyantap makanan mereka dan mereka keluar dari restoran, senja telah berganti malam. Sinar gemerlap lampu kota kini telah menggantikan hamparan merah langit senja. “Nak Su! Bagaimana kalau kami mengantarmu pulang?” “Ah! Tidak perlu repot-repot Aunty, lagipula aku ada sesuatu yang harus diakukan.” “Baiklah kalau begitu, Aunty juga akan menunggu kabar darimu.” “Mingzhi! Aku pulang dulu, kamu hati-hati pulangnya.” “Tentu Ketua, eh! Wu Shuan. Kalian juga hati-hati pulangnya.” “Bye Bye pria tampan!” Wu Shian mengatakannya sambil mencolek pipi Mingzhi dan melambaikan tangannya sambil melangkah masuk ke dalam mobil. “Astaga! Wanita yang satu ini hanya senang menggodaku! Agghh! Bagaimana aku bisa menahannya?!” Pikir Mingzhi yang terkejut dan memperlihatkan wajahnya yang mulai merona. **** Mingzhi tiba dirumahnya di malam hari, seorang pria paruh baya terlihat sedang berdiri bersandar pada tembok rumah sambil merokok. Mingzhi membuka gerbang yang sudah reot dengan sedikit mendorongnya, sedang kedua tangannya penuh dengan kantong yang berisi bahan makanan. “Kau sudah pulang nak? Astaga kau tidak memberi kabar apapun pada pamanmu yang sudah tua ini.” “Eh?!!” “Mingzhi, apa yang kau lakukan? Tolong buka pintunya, aku sudah kedinginan menunggu sambil merokok di depan beberapa waktu. Hmm... Pamanmu ini sudah tua Nak.” “Barusan dia memanggilku Mingzhi, kan? Paman Hwan mengenaliku? Bahkan semua orang tidak berpikir ini diriku. Bagaimana?” pikir Mingzhi dengan wajah kebingungan. “Pa, paman Hwan... Apa kau mengenaliku?” “Apa yang kau bicarakan?” “Maksudku lihatlah!” Mingzhi menaruh kedua kantong berisi bahan makanan ke bawah. Lalu Mingzhi membusungkan dadanya, bergaya dan berputar-putar memperlihatkan dirinya. “Isss! Hanya karna sedikit tumbuh kau jadi sok keren.” “Hah?!!! Paman Hwan, lihatlah! Aku bahkan terlihat seperti orang lain, bagaimana mungkin kau mengenaliku?!” “hmmm... Apa sih yang kau permasalahkan? dasar bocah bau... Cepatlah buka pintunya dan biarkan pamanmu masuk, diluar dingin.” “Ya ampun, bagaimana dia bisa mengenali wajah baruku. Setauku paman Hwan tidak rabun atau apa, tapi apa dia benar menganggap orang yang terlihat asing baginya sebagai diriku?” dalam hati Mingzhi. **** Di dalam ruang tamu, Mingzhi telah menyiapkan teh hangat untuk Paman Hwan, dengan uap yang bisa terlihat melayang, teh itu tampak nyaman menjadi teman ngobrol di cuaca dingin malam itu. “Apa kau hanya menyuguhkan teh untuk pamanmu? Nak, paman belum makan... Paman datang berharap kau menyediakan beberapa hidangan untuk paman makan.“ “Ah! Baiklah paman Hwan, aku akan menyajikan beberapa masakan untukmu. Kebetulan sekali aku baru belanja.” “Ya ampun! Bahkan paman Hwan benar-benar tidak menganggapku asing sama sekali, sikapnya tidak berubah. Dia masih menganggap aku seperti biasanya. Biasanya orang bingung melihat aku mengaku sebagai Mingzhi, sekarang aku malah kebingungan menghadapi orang yang menganggapku sebagai Mingzhi... Aish.” Pikir Mingzhi. “Sudah! Duduklah dulu!” Mingzhi duduk di depan Paman Hwan. “Kemana kau pergi selama dua minggu terakhir? Apa kau memiliki sebuah masalah atau semacamnya?” “Yah... Kurasa aku bisa bilang bahwa aku mempunyai sedikit masalah yang harus diselesaikan, paman.” “Begitu ya.” “Aku sudah pamit pada paman sebelumnya.” “Benar, waktu itu kau datang ke pabrik dan lalu setelah itu kau tidak ada kabar sama sekali.” “Apa paman tau kalau yang datang itu aku? Maksudku... Bukankah aku terlihat jauh berbeda.” “Benar, kau telah berubah, dan aku tak tau apa yang mengubahmu. Tapi kau... Auramu tetap sama, tidak berubah sama sekali. Karena itu aku mengenalimu.” “Aura?” “Sudahlah, yang terpenting sekarang aku tau bahwa kau baik-baik saja. Aku hanya ingin mengecek kondisimu.” “Apa yang dimaksud paman Hwan dengan aura? Apakah itu bisa membantumu mengenali orang?” dalam hati Mingzhi. Clack! Seseorang masuk membawa dua kantong berisi bahan makanan. Dia menggesekkan kedua telapak tangannya secara cepat dan meniupnya. Tampak sebuah uap keluar dari mulutnya. “Huffft.... Mingzhi, apa kau sudah pulang?!” Seru Mrs. Ann. “Ah! Ternyata kakak. Kakak masuklah!” “Ah! Ternyata paman Hwan, salam paman. Lama tidak bertemu... Apa paman datang untuk melihat Mingzhi?” “Hahaha... Nak Ann, masih sering main kemari... Kau sangat perhatian sekali pada si bocah bau ini.” “Kalau begitu... Bagaimana reaksi paman setelah melihatnya?!!!” Mrs. Ann menanyakannya dengan wajah yang antusias. Paman Hwan terdiam dengan wajah datar. “Nah! Seperti itulah kak saat pertama kali paman melihatku, bahkan dia memanggilku bocah bau seperti biasanya.” “Eh?! Bukannya harusnya paman terkejut, maksudku, lihatlah!” Mrs. Ann memegangi Mingzhi, membuatnya berputar-putar dan membantunya bergaya. “Hahahah! Kalian berdua sangat mirip. Terkadang aku berpikir kalau kalian memang bersaudara.” “Hmm... Jadi paman Hwan tidak terkejut dan dia mengenalimu di saat pertama melihatmu. Aku heran kenapa paman bisa melakukannya.” “Aku juga...” “Oh ya! Mingzhi... Kakak baru belanja banyak bahan makanan. Kau masakkan untuk kakak, mumpung ada paman Hwan, kurasa bahan yang kakak bawa cukup umtuk kita bertiga.” “Kak! Aku juga belanja tadi, lumayan banyak, dan kakak tau kalau disini tidak ada lemari pendingin kan. Nanti semua bahan yang dibeli jadi terbuang karna tidak bisa dipakai.” “Hmmm... Masak saja semuanya. Jadi semua bahan itu tidak akan berakhir sia-sia. Hehe!” “Astaga, bila harus dibandingkan dengan Wu Shuan atau Wu Shian, pikiran kakak Ann terlalu sederhana.” pikir Mingzhi dalam hati sambil tersenyum. Meja telah dipenuhi oleh berbagai makanan, aroma makanan yang terbang menyelimuti ruangan sempit itu sehingga wanginya terjebak di dalamnya. Membuat siapapun yang menghirup udara tersebut ingin makan sesegera mungkin. “Ku rasa aku harus membeli lemari pendingin setelah ini.” “Nak, apa kau memiliki tabungan yang cukup untuk membelinya? Paman memberimu gaji pas pasan, apa kau bahkan tidak jajan di sekolahmu? Bagaimana kau mau membeli lemari pendingin?” “Haha... Mumpung kalian berdua ada disini, ada suatu hal baik yang ingin ku bahas bersama kalian.” “Oh... Sepertinya kau berhasil membuat kesepakatan dengan keluarga Wu, bagus! Kakak senang mendengarnya.” “Kakak benar! Nyonya Wu tertarik dengan minyak olesku dan dia ingin mengajakku bekerja sama dengan perusahaannya. Dia memberiku banyak uang. Lihat!” Mingzhi mengeluarkan segepok uang dari sakunya. “Paman Hwan, aku ingin memberikan setengahnya pada paman. Ini... Adalah sebagai penebusanku, dulu... Ketika ibu sakit, paman meminjamkan banyak uang padaku dan kali ini aku ingin membalasnya. Kuharap paman mau menerimanya, untuk sisanya... Aku akan segera melunasinya.” Mingzhi menyodorkan uang itu di depan paman Hwan. Paman Hwan mendorong kembali uang itu. “Aku tidak membutuhkannya. Nak, dulu aku memberikanmu uang untuk biaya ibumu bukan karena aku ingin kau berhutang budi. Aku memang tidak butuh uang itu, tapi ibumu membutuhkannya. Jangan merasa berhutang atau apapun, tapi ketika pamanmu membutuhkanmu, jadilah orang yang pertama.” “Paman...” Mingzhi terharu dan mulai meneteskan air mata. Mingzhi berdiri, dan memberi hormat pada paman Hwan. “Sudahlah sudahlah, duduk dan makan... Kau memang paling mampu membuat perut bahagia. Jadi jangan menumpahkan airmatamu disini, makan Nak... Haha” “Hmmmm hemmm mmmm nyammm nymmmm” Mrs. Ann dengan mulut penuh mengatakan sesuatu yang tidak dapat dimengerti. “Hahaha... Kak! Kau masih suka bicara saat makan, ya ampun kau sudah menghabiskan dua mangkok dan masih bisa makan sebanyak itu.” “Sempat aku merasa putus asa, sampai aku lupa kalau dikiri dan dikanan... tawa mereka.... Saat aku putus asa suara mereka tidak bisa kudengar, karna kebencianku terhadap diriku sendiri membuatku lupa. Senyum itu, wajah itu... Meskipun ibuku telah pergi, tapi kedua orang ini memanglah datang untukku, Su Mingzhi. Di hari yang dingin ini, tak kusangka aku merasakan kehangatan sebuah keluarga.” dalam hati Mingzhi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD