Takdir macam apa?

1048 Words
Belva tidak jadi dipaksa untuk melapaskan pakaiannya, karena kedatangan seorang laki-laki yang tampak bersih dan tidak terlihat seperti para laki-laki di ruangan ini yang penuh tato. "Waw, hari ini kau mendapatkan yang cukup baik. Apa kau sudah memilih salah satunya?" tanya laki-laki yang baru datang itu pada laki-laki yang tadi menyuruh orang untuk melepaskan pakaian Belva. "Bukan untukku, tapi untuk mereka!" tunjuk laki-laki itu pada deretan laki-laki di sebelahnya. "Baiklah, tapi kenapa ada anak sekolah di sini?" Laki-laki berpakaian rapi dan bersih itu mendekati Belva. Belva tidak berani bergerak. Meremas kemeja sekolahnya saat ada tangan menyentuh wajahnya. Dia ketakutan saat mata orang itu tengah menatapnya. Apalagi saat melihatnya tersenyum miring, Belva ketakutan. "Igo, sepertinya kau salah tangkap mangsa. Jelas kalau dia anak orang kaya!" Belva baru tahu, jika laki-laki yang memerintahkannya telanjang tadi bernama Igo. "Tidak salah, itu namanya takdir!" jawab Igo melangkahkan kakinya menuruni tangga. Cih, Belva mencibir saat laki-laki itu mengatakan tentang takdir. Yah, takdirnya sangat buruk hingga membuatnya masuk ke dalam lingkungan preman. Belva tidak tahu apakah mereka preman atau bukan, tapi penampilan mereka yang dipenuhi tato dan memperlakukan wanita dengan tidak hormat, dia tahu mereka bukan orang baik. "Namamu siapa?" tanya laki-laki berpakaian rapi pada Belva. Belva terhipnotis dengan senyum ramahnya. Dia melirik laki-laki bernama Igo yang melihatnya tajam. Menundukkan wajahnya, Belva menjawab dengan suara sangat pelan, "Belva!" "Kalau ngomong itu liat orang yang diajak ngomong!" sentak Igo pada Belva. "Dia hanya gadis kecil. Kamu galak sekali. Lihat, dia jadi ketakutan!" Tangan besarnya mengusap rambut basah Belva, "Namaku Bian, aku teman orang berwajah sangar di depanmu ini. Dia namanya Virgo. Kamu tidak perlu takut, coba angkat wajahmu!" Belva hanya menurut, dia mengangkat wajahnya. Melihat pada laki-laki berpakaian rapi, yang memperkenalkan dirinya dengan nama Bian. Lalu tatapannya beralih pada laki-laki yang memiliki nama lengkap Virgo. Dia pikir namanya beneran Igo tadi. Bian nampak takjub dengan wajah gadis remaja di hadapannya itu. Dia terlihat polos dan sepertinya masih sangat muda. Kenapa dia bisa sampai di sarang serigala? Melirik pada Virgo, Bian mengangkat alisnya bertanya. Biasanya Virgo hanya menangkap orang-orang yang memang sengaja berurusan dengan kelompoknya. Tapi melihat Belva, dia yakin jika Belva tidak mungkin berurusan dengan mereka. Dia terlihat seperti anak orang kaya, tidak mungkin bukan? "Kayaknya dia gak perlu telanjang. Karena aku yakin dalamnya mulus. Ambil buatmu aja, Go!" Belva melotot mendengar ucapan Bian. Apa maksudnya, dia pikir laki-laki itu adalah orang baik, karena penampilannya. Tapi ternyata dia sama saja. Dia tidak tahu harus bagaimana. "Jika kalian mau uang. Aku bakal kasih. Tapi lepasin aku!" Belva berharap mereka akan tergiur dengan tawarannya, karena tidak ada orang yang akan menolak uang, bukan? Virgo terlihat tersenyum meremehkan, sedangkan Bian malah tertawa mendengarnya. Mereka mengakui kepolosan Belva. Mereka tidak lagi tertarik dengan uang, jika ada wanita yang lebih menarik dari itu. "Berapa yang bisa kamu beri pada kami, gadis kecil?" tanya Bian sambil menepuk kepala Belva gemas. Belva langsung menyebut nominal yang banyak, karena melihat dari cara mereka berbicara. Mereka tidak tertarik dengan tawarannya. "Sebanyak yang kalian mau!" jawab Belva yakin, membuat orang-orang yang sedari tadi hanya menyimak menertawakan ucapan gadis kecil cantik yang sedang berhadapan dengan pemimpin serigala itu sendiri. "Kau pikir aku miskin?" tanya Igo mendekatkan wajahnya pada Belva. Belva terkejut karena melihat wajah garang itu terlalu dekat. Kemudian dia melirik Bian, masih berharap jika laki-laki itu akan menolongnya. "Sayangnya, uangmu tidak akan berguna di sini. Tapi tubuhmu, itu cukup menggiurkan!" jawaban Virgo membuat Belva melotot dengan tubuh membeku. Dia masih umur enam belas tahun, Belva tidak mau menyerahkan tubuhnya. Dia bahkan tidak mau telanjang seperti wanita-wanita itu. "Sudah kubilang bukan. Lebih baik ambil dia untukmu. Sangat sayang jika tubuh mulusnya kau berikan pada para lelaki hidung belang di atas sana!" bisik Bian pada Virgo yang dapat di dengar oleh Belva. "b******n!" Belva mengumpat dalam hati, dia tidak akan selamat dari para penjahat kelamin seperti mereka. "Bawa dia masuk. Aku akan berurusan dengan mereka!" perintah Virgo pada Bian. Laki-laki itu langsung menarik Belva berjalan menuju sebuah ruangan. Belva sendiri masih menoleh ke belakang, melihat para wanita tadi mulai dipilih oleh laki-laki yang berada di atas sana. Meskipun masih muda, Belva bisa menebak apa yang akan terjadi pada mereka. Begitu masuk ke sebuah ruangan yang memiliki sifat panjang menghadap televisi, juga terhubung langsung dengan dapur. Ada pintu lain yang tertutup rapat di sana. Belva ragu saat Bian memintanya untuk duduk. "Jangan takut. Aku sudah menyelamatkanmu. Wanita tadi akan dijadikan b***k s*x bergilir. Saat bosan, mereka akan menjualnya lagi pada orang lain. Nah, setidaknya, kalau bersama Virgo, dia tidak akan melemparmu saat bosan. Dia mungkin malah akan mengembalikan ke tempat asalmu!" jelas Bian sambil mengambilkannya minum dari kulkas. Penjelasan dari Bian, membuat Belva merasa sesak. Apakah artinya dia juga harus melayani Virgo? Tapi dia masih kecil bukan, dia bahkan belum pernag berciuman. Palingan saat dekat dengan teman laki-laki dia hanya saling berpegang tangan, tidak ada sentuhan lebih. "Minumlah, aku tahu kamu terkejut. Jangan panik. Terima saja takdirmu!" saran dari Bian sama sekali tidak membuat Belva lebih baik. Belva menerima uluran gelas berisi air dingin. Meminumnya cepat karena tenggorokannya terasa sangat kering. Dia mulai berharap, pamannya yang serakah akan mencari keberadaannya. Atau setidaknya melaporkan pada polisi tentang kehilangannya. Dia tidak punya siapapun untuk dimintai tolong. Temannya? Dia tidak tahu dimana letak ponselnya. Dia tidak tahu cara meminta pertolongan. Apakah dia benar-benar harus pasrah? "Aku ingin pulang!" Belva mengatakan dengan lantang. Dia membanting gelas di tangannya. Berlari menuju pintu yang tertutup. Kebetulan Bian memang tidak menguncinya. Tapi pemandangan di depan sana membuat matanya melebar, menutup mulutnya dengan satu tangan. Wanita-wanita itu menjerit, saat beberapa laki-laki mulai menjamah mereka. Ada salah satu yang tidak sengaja bertatapan dengannya. Wanita itu menggeleng, membuka mulut tanpa suara. Tapi Belva bisa membaca gerakan mulutnya. Wanita itu memintanya masuk kembali. Yah, dia tidak mau Belva mengalami atau menyaksikan adegan tidak senonoh di hadapannya. Bersamaan dengan itu, tiba-tiba ada seseorang menjulang tinggi dihadapannya. Wajah garangnya yang bisa membuat Belva merinding takut. Virgo melangkah maju mendorong Belva agar masuk kembali. Pintu di depannya kembali tertutup. Kali ini ada suara kunci yang artinya dia sedang dikurung. "Duduklah. Sudah kubilang, aku menyelamatkanmu. Kemarilah. Kita nonton balap motor!" Bian melambaikan tangan ke arahnya. Belva duduk dengan kaku di sisi Bian. Dia masih merinding melihat pemandangan tadi. Apakah takdir sedang sedikit berbaik hati padanya. Yah, setidaknya dia baru saja selamat dari adegan menjijikkan di luar tadi. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD