4. Aku sudah melakukannya sepuasku!

1248 Words
Sedikit lagi mencapai tujuannya, Tama menjelaskan kembali penawarannya itu yang juga tidak merugikan siapa pun, tidak pula mencari keuntungan dan tidak ada salahnya pula untuk menerima uluran tangan dari Tama. “Sungguh, aku hanya ingin membantu saja! Kalian boleh membayarkan kapan saja. Boleh juga dicicil berapa pun yang kalian mampu.” “Ini kan tentang perusahaan, bukan tentang membantu Rima saja. Ada nasib karyawan lain di sana!” Bak berhati malaikat, Rima pun akhinya tak bisa menolak penawaran tersebut. "Kamu benar Tama, jika kita menerima bantuannya, kita bisa menyelamatkan banyak karyawan. Mereka punya keluarga yang perlu di nafkahi, kita memiliki tanggung jawab pada mereka, Rima." Ucapan sang ayah itu turut membuka mata Rima. Apa lagi, sang ayah berjanji akan bekerja keras untuk membayar semua hutang mereka pada Tama nantinya dan benar-benar berhutang budi pada Tama. Melihat Rima yang melunak, Tama pun tak melewatkan kesempatan itu. Ia berusaha untuk lebih menarik hati Rima, “Rima, mengertilah, ini bukan bantuan yang akan membuat kalian terikat denganku. Aku hanya ingin membantu. Lagi pula, aku punya uang lebih yang tidak terpakai, jadi tidak ada salahnya kan aku membantu kalian!” “Bahkan bila itu bukan kamu sekali pun, bila ada orang yang aku kenal dan aku tahu betul bagaimana akhlaknya. Aku akan membantunya, sama seperti apa yang aku lakukan padamu!” Luluh, Rima dan keluarganya pun menerima penarahan tersebut dan membuat Tama semakin dekat dengan keluarga Rima. Hingga perlahan, hati Rima pun ikut terus terpikat dengan kebaikan hati Tama yang sepertinya tak pandang bulu itu. Meski, sepupu Rima kerap mengatakan jika kebaikan yang Tama tunjukkan itu memiliki maksud tertentu. Tapi, Rima tak pernah menghiraukan semua yang orang lain katakan setelah ia menyaksikan dengan mata kepalanya betapa baiknya sikap Tama. Akan tetapi, sebuah kenangan masa lalu lainnya ikut muncul secara bersamaan. Saat dimana Rima dulu sempat menolak perasaan Tama berulang kali. Sampai Rima sendiri terpaksa menjauh dari Tama, walau pada akhirnya mereka tak sengaja dipertemukan kembali dan malah membuat Rima berhutang budi. "... atau kamu hanya penasaran karena tak bisa mendapatkan aku?" Sejenak dalam keheningan, pikiran itu pun muncul dalam benaknya secara tiba-tiba di tengah lamunannya yang cukup panjang itu. Tama yang mengejar Rima mungkin merasa penasaran sampai ia bisa memiliki Rima dan itu membuat Tama mengambil kesempatan untuk membantu keuangan Rima. "Tapi, kenapa kamu setega ini padaku?” Rima masih tak habis pikir dengan apa yang Tama lakukan. Pernikahan mereka sudah sebentar lagi dan terlalu keji rasanya jika Tama juga mempermainkan sebuah pernikahan hanya karena rasa penasarannya yang tak bisa menggapai cinta di masa lalu. Rasa kecewa pun memenuhi seluruh hati Rima yang lebur tak berbentuk lagi itu. Perasaan dibodohi, terperdaya, dan terjebak itu terasa sangat menyebalkan. Rima sangat sakit hati, sebab Tama bahkan sampai melibatkan keluarga dalam hal tersebut. Terlepas Tama serius dengannya, atau hanya penasaran karena belum bisa menggapai Rima. Namun, apa pun itu Tama sudah membuat semuanya benar-benar menjadi lebih rumit lagi. “Dia mempermainkan hubungan ini, apa dia pikir keluargaku hanya permainan untuknya?” “Semudah itu kah baginya untuk bermain-main dengan nasib seseorang?” Rima sungguh tak lagi bisa menahan dirinya dengan baik. Ia marah besar dengan apa yang Tama lakukan, harga dirinya terinjak saat ia memikirkan bagaimana orangtuanya yang begitu menyayangi Tama. Bantuan yang Tama berikan sangat berjasa bagi keluarga Rima, sehingga Rima sendiri akan kesulitan untuk menjelaskan segalanya agar pertunangan itu batal. Tentu saja, mengingat hutang mereka pada Tama yang jumlahnya juga tidak sedikit. "Aku tidak bisa diam saja, harga diriku diinjak seperti ini!" Sungguh tak ada lagi air mata yang bisa menetes dari Rima. Tangisannya bahkan mengering akibat rasa sakit dan kecewa yang ia rasakan. Meski tekad Rima bulat, kenangan indah saat bersama Tama terus mengalir deras tak terhentikan. Sentuhan lembutnya, senyuman tulusnya, tatapan matanya yang penuh kasih, semua itu tak terlihat palsu. Apa lagi, seluruh bantuan Tama selama ini juga tampaknya begitu tulus dan penuh pengorbanan. "Tama tak mungkin mengkhianatiku!" desah Rima dengan suara lembutnya untuk yang kesekian kalinya. Plaaaak.. Rima menampar pipinya sendiri, menyadarkannya dari kebodohan luar biasa yang masih saja menjeratnya. "Bodoh, setelah kamu melihat semua itu dengan mata kepalamu. Kamu masih menyangkal semua ini?" umpat Rima pada dirinya sendiri. Sudah tak perlu lagi ada keraguan dengan apa yang Tama lakukan. Perasaan tak karuan yang Rima rasakan itu semakin diperjelas di keesokan harinya. Membuktikan bahwa Tama tak lagi pantas untuk di perjuangkan dan Rima harus dengan tegas mengakhiri semuanya sebelum benar-benar terlambat. "Ternyata kita sudah tak ada harapan lagi!" desah Rima begitu kembali ke apartemen tersebut. Rima telah memberikan Tama waktu untuk merenungkan perbuatannya, setidaknya agar Tama bisa menyelesaikan urusannya dengan wanita itu. Jujur Rima masih memikirkan hutang budinya, ia memang ingin langsung meninggalkan Tama karena rasa jijiknya itu. Tetapi, Rima masih berusaha menahan diri, ia masih memikirkan tentang keluarganya, memikirkan hutang yang juga bukan hal yang mudah. Lantas, setelah melihat apa yang terjadi di pagi ini. Rima sungguh tak akan lagi memberikan sedikit pun kesempatan untuk Tama. Ia bulat dalam pendiriannya dan tidak mudah untuk memaafkan Tama. Setidaknya Rima merasa cukup beruntung mengetahui sifat buruk itu sebelum ia menikah dengan Tama. Sebab, apa yang Tama lakukan benar-benar tidak sanggup untuk ia terima dengan nalarnya sekali pun. Setelah semalamam tanpa kabar dari Tama, Rima sempat berhara jika Tama mungkin akan meninggalkan Lessi demi pernikahan merka atau malah ia menyesali segala perbuatannya. Akan tetapi, semua itu hanyalah harapannya belaka. Tama justru masih mendekap wanita itu di atas kasur. Bukan seperti bayangan Rima, keduanya malah tertidur pulas dengan Tama yang mendekap erat wanita tersebut. Tidur nyenyak dalam satu selimut yang hangat. Bergumul di balik selimut yang sama dengan tubuh keduanya penuh dengan jejak merah menjijikkan yang sudah bisa Rima tebak apa yang terjadi pada mereka semalam. "Sia-sia saja aku berharap kamu menyesal!" geram Rima lagi. "Aku tidak bisa tidur karena memikirkan mereka, mereka malah melanjutkan aksi mereka dan tertidur pulas!" Rima menertawakan kebodohan dirinya, kesabarannya pun habis, ia mengambil segelas air yang ada di atas meja kecil dekat kasur dan langsung menyiram keduanya dengan air tersebut. Keduanya terbangun, sangat terkejut akibat siraman dari Rima yang tepat mengenai wajah keduanya. "Ri-rima!!!" Tama yang masih tak berbusana itu menatap nanar Rima dengan mata sembab dan pandangannya yang masih terlihat tidak fokus. "Harus aku apakan hubungan kita?" tanya Rima tanpa basa-basi lagi dengan nada suaranya yang begitu tegas, murka dengan sikap Tama yang tak akan lagi bisa ia maafkan. Tama tampaknya perlahan mulai sadar, ia melirik ke sekitar untuk memastikan keadaan. Dilihatnya Lessi yang masih bergelayut di sampingnya, Tama pun segera menepis rangkulan tangan Lessi tersebut dan langsung melompat menghampiri Rima. “Rima, aku bisa jelaskan!” Ucapan yang sudah terdengar basi saat seseorang tertangkap basah melakukan kesalahan. “Apa kamu tidak punya kata-kata lain selain ucapan basi itu?” Rima sengaja mencemooh Tama. Sementara itu, Lessi yang melihat Tama yang mulai memohon pada Rima, malah kembali bergelayut manja. “Sudahlah, Tama!” “Untuk apa mempertahankannya sebagai tunanganmu lagi!” “Biarkan saja dia pergi!” Pandangan Tama langsung sinis pada Lessi. Namun, Lessi tampaknya masih terus mengoceh. “Lessi, diam kamu!” sentak Tama kali ini dan langsung menepis tangan Lessi dengan kasar, bahkan sampai membuat tubuh Lessi tersungkur di lantai. “Aduh!” keluh Lessi yang saat itu terlihat kesakitan di lantai. Tetapi, Tama sama sekali tidak peduli. Matanya malah berkaca-kaca menatap Rima dengan penuh pengharapan. “Rima, maafkan aku!” “Aku akan meninggalkannya mulai sekarang, aku tidak akan melakukannya lagi dengan Lessi!” “Semalam adalah yang terakhir, aku sudah melakukannya sepuasku semalam. Jadi, aku bersumpah ini yang terakhir kalinya!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD