PART 1

1250 Words
Di alam bawah sadar Areksa. Areksa kini tengah duduk dengan kaki yang terangkat sambil menikmati indahnya pemandangan disini. Gadis itu berdecak kesal. “Gue fikir bakalan masuk neraka. Kalau tau bakalan masuk surga, harusnya gue puas puasin dulu bantai orang!” gerutu gadis itu pada dirinya sendiri. “Ekhm!” deheman seseorang membuat Areksa menoleh. Ia fikir, dirinya sendiri disini, ternyata masih ada orang lain. Seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Ariska. “Kenapa? Masuk surga juga, ya? Sini duduk, kita nyantai bareng-bareng.” Ucap Areksa sambil menyilangkan kedua kakinya dan menepuk nepuk tempat duduk kosong disampingnya. Ariska tak menolak, ia duduk disamping gadis ‘santai’ itu. “Kamu masih hidup tapi bukan di raga kamu.” Ucap Ariska tiba-tiba. Membuat Areksa yang sedang menutup mata menikmati kenyamanan ini, sontak membuka mata dan menoleh. “Terus gue hidup di raga siapa? Jadi bayi lagi? Banyak harta gak? Kalau engga, gak mau ah.” Cerosos Areksa membuat Ariska membuka mulutnya sedikit. “Kamu hidup di raga aku yang masih berumur 17 tahun.” “Wah, jadi muda, ya?--- Eh, kok bisa? Engga jadi bayi dulu? Langsung besar?” Ariska mengangguk membenarkan. Gadis berumu 21 tahun itu mengernyit bingung. “Kok bisa?” “Transmigrasi.” Jawab Ariska seadanya. “Apa?! Transmigrasi?! Anjing! Astagfirullah! Gak mau gue! Gue maunya disini aja.” Tolak Areksa yang kini beranjak menjauh dari Ariska. Ariska menghela nafas kasar. “Aku minta tolong, tolong banget! Aku cuman mau balas dendam sama dia dan juga keluarga yang udah buat aku kayak gini!” pinta Ariska dengan wajah yang memelas yang disengaja. Membuat Areksa kembali berfikir. “Ck! Kalau mau balas dendam yah tinggal tembak dikepala aja! Jangan nyusahin orang, udah meninggal masih aja nyusahin. Terus kalau gue ke tubuh lo. Lo gimana?” “Aku bakalan tetap disini, tubuh aku itu milik kamu sepenuhnya. Nanti aku bakalan kasih ingatan ke kamu kok, sebagian. Yang lainnya kamu cari tau sendiri.” Ucap Ariska mendorong tubuh Areksa ke sebuah cahaya yang akan menuntun gadis itu. “Anjir! Udah minta tolong, nyuruh lagi. Jangan ngelunjak dong!” teriak Areksa saat dirinya perlahan lenyap bersama dengan cahaya itu. ‘Makasih, Areksa.’ **** “Eughh...” lenguhan Areksa yang kini sudah berada didalam raga Ariska. “Eh, beneran hidup lagi dong woi!” gadis itu langsung mendudukkan dirinya tanpa memikirkan rasa sakit di perutnya. Tiba-tiba kepalanya pening, rasanya seperti ditusuk ribuan jarum. Ingatan-ingatan gadis itu muncul dikepala Areksa. Areksa tak pingsan, dirinya sudah biasa merasakan sakit. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya berusaha menghalau rasa sakit itu. Setelah hilang, dokter dan dua suster masuk kedalam ruangan Areksa. Ceklek “Eh! Nona, jangan terlalu banyak bergerak dulu!” ucap dokter itu khawatir. Pasalnya, lelaki yang menolong Ariska saat itu mengancam jika Ariska tak sembuh maka nyawa dokter itu taruhannya. “Ini, Nona. Hoodie dan blackcard untuk nona.” Ucap salah satu suster itu sambil menyerahkan sebuah hoodie dan kartu berwarna hitam. Areksa mengangguk. “Makanan saya mana, ya dok? Saya laper ini, mana haus pula. Ambilin saya minum dan makanan dong.” Titah nya dengan tidak tau diri. Dokter dan kedua suster itu melongo. Tidak biasanya seorang Ariska Anandya Abraham mau menyuruh seseorang. Tentu dokter itu tau tentang Ariska, karna dokter itu juga selalu datang ke mansion Abraham jika anggota keluarganya sedang sakit. Melihat keterdiaman dokter dan suster itu, Areksa mengernyit tak senang. “HAUSSS!!!” teriak Areksa membuat dokter dan kedua suster itu tersentak kaget. Dengan cepat, suster itu mengambil minum dan makanan lalu membantu Areksa minum dan menyuapinya makan. Sedangkan dokter itu sendiri sibuk memeriksa keadaan Areksa. ‘Aneh baru sehari kok tapi kondisinya sudah stabil.’ Batin dokter itu. “Ck! Memangnya dokter mau saya meninggal. Iya?!” ucap Areksa dengan nada yang meninggi membuat dokter itu terkejut. ‘D-dia? Bisa baca fikiran saya?!’ batin dokter itu lagi. “Gak! Saya cuman bisa baca raut wajah seseorang saja!” ketus Areksa sambil mencabut infusnya. “Saya mau pulang sekarang.” Lanjutnya setelah memakai hoodie itu. “Tapi, kata tuan Ar---“ “Ck! Saya pulang atau saya buat dokter untuk baring selamanya disini? Mau?!” dokter itu menggeleng dengan cepat sedangkan kedua suster tadi sudah melenggang pergi. “Nah, kalau gitu saya pulang, ya?” tanya Areksa sambil tersenyum miring membuat dokter itu bergidik ngeri dan mengangguk. Gadis itu mengambil kartu hitam dan berjalan keluar rumah sakit dengan mengenakan celana rumah sakit dan sendal jepit yang terakhir ia pakai. Areksa menghentikan sebuah taksi dan memberitahukan tujuannya, Mansion Abraham. Sesampainya disana, Areksa tidak langsung masuk. Melainkan, ia memandangi seluruh pekarangan mansion Abraham ini. “Lebih besar mansion Ayah Ricky.” Monolognya lalu masuk tanpa mengetuk. Oh, itu adalah salah satu kebiasaannya dulu saat masih berada diraganya. Tidak patut dicontoh ya. Areksa masuk dan pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah sekumpulan manusia tidak berakhlak. Bagaimana tidak? Ariska sedang berada dirumah sakit selama seharian lalu mereka tertawa disini dan tidak ada seorang pun yang menjenguknya? Hah! Jika bukan karna Ariska yang ingin membongkar kedok dia. Mungkin saat ini juga Areksa akan meledakkan mansion ini. Areksa tidak memperdulikan mereka, walaupun mereka sedang menatapnya. Gadis itu tetap berjalan dengan angkuh dan wajah tak bersahabatnya. Oh ayolah! Ini bukan lagi raganya, ia bisa mengeluarkan sifat aslinya. Toh, Ariska juga bukan anggota mafia. Jadi tidak akan ada yang curiga. “Dari mana saja kamu?” tanya Ardian a.k.a Ayah Ariska dengan lembut. Membuat Areksa bergidik ngeri mendengarnya. “Dari rumah sakit.” Jawab Areksa dengan wajah datarnya. “Ngapain dirumah sakit sayang?” tanya Bunda Ara lembut. Mereka memang akan lembut didepan tamu, dan sekarang orang tua Arion ada di mansion ini. Mungkin mereka akan memberikan perjodohan ini pada Ratu, sepupu Ariska. “Cari sembako. Ya, sakit lah!” jawab ketus Ariska membuat semua orang terkejut. Pasalnya, Ariska adalah sosok yang lemah lembut. Tapi, mengapa ia menjadi seperti ini? “Kamu sakit? Kok bisa?” tanya Mama Lita a.k.a Mama Ratu “Habis jatuh dari pohon toge! Ah udah, banyak tanya lagi, mau tidur gue!” ucap Ariska kesal. Lagi dan lagi mereka terkejut. Biasanya, Ariska akan menggunakan bahasa Aku-kamu jika berbicara, tapi sekarang Lo-gue. Bersamaan dengan kepergian Ariska, mereka kembali membicarakan tentang perjodohan antara Ratu dan Arion. “Jadi, bagaimana? Sama Ratu atau sama Ariska?” Tanya Mama Arion pada putranya. “Sama Ratu aja mah.” Ucap Arion tersenyum ke arah Ratu yang kini juga tengah tersenyum malu-malu. “Baiklah, jadi pertunangan akan di langsungkan saat Ratu berumur 18 tahun.” Ucap Ardian selaku anak tertua dari keluarga Abraham. **** Sedangkan di kamar Ariska, kini Areksa sedang menghancurkan kamar itu. Gadis itu dengan sengaja menghambur-hamburkan baju yang berada di walk in closet milik Ariska. “Sial banget hidup gue! Gak bisa milih apa? Hidup jadi cantik kek gitu! Lah ini, kulit kusam, dekil, baju besar-besar semua, mana warnanya mencolok lagi. Sialan!” gerutu Areksa sambil mengeluarkan baju culun Ariska. Setelah membersihkan baju-baju itu, Areksa dengan cepat berlari kearah kamar mandi karena dirinya merasa lengket akibat keringat. Dan saat mandi, sebuah warna luntur dari badan Areksa saat gadis itu memberi sabun pada badannya. Ternyata, Ariska memakai pewarna badan yang hanya akan luntur ketika terkena sabun. Entah pewarna apa. “Kalau mau warnain tuh jangan setengah-setengah, kan gue jadi tau kalau ternyata lo bukan cuman culun tapi juga bodoh.” Gerutu Areksa didalam kamar mandi. Dan lebih gilanya lagi, kulit Ariska itu lebih mulus dan putih dibandingkan kulit Ratu. ‘Kenapa lo tutupin bodoh?!’ batin Areksa. Ariska memang memberikan ingatannya, tapi seperti yang dia bilang, hanya setengahnya saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD