Part 1 Awal Mula

1174 Words
Berlari menembus gerimis seorang gadis memakai ranselnya menjadi payung dadakan, menuju koridor sebuah klinik swasta mewah. Dia mengibaskan rambut panjangnya, yang hampir sepinggang, yang sedikit basah karena nekat menembus gerimis. Seorang gadis yang cantik, bertubuh tinggi semampai proporsional, bermata tajam, dengan bibir seksi. Tapi yang paling mencolok mata, hidungnya sangat mancung untuk ukuran orang Indonesia. Rambutnya juga tidak berwarna hitam, tapi sedikit kecoklatan, padahal sama sekali tidak dicat olehnya. Kemudian dia berjalan agak tergesa, sambil menebar senyum tulus ke orang-orang di sekitarnya yang dia lewati, baik dia kenal atau tidak. Sepertinya dia gadis yang ramah dan supel. Sesampainya di tempat yang dituju, Stroke and Rehabilitation Center di klinik swasta mewah itu, dia menghembuskan nafas lega. Melirik ke arah jam tangannya, aah tepat waktu. Semoga dr. Rina masih ada. Tinggal minta tanda tangan dr. Rina saja dan dia akan siap untuk maju sidang. "Dok.... " Gadis itu berseru memanggil seseorang yang dia butuh. Si dokter yang dia maksud, berhenti sejenak dan tersenyum melihat siapa yang datang. "Kamu toh. Mau minta tanda tangan? Sebentar ya, ikut dulu ke taman yuk, saya ada perlu. Habis itu kita bisa ngobrol santai." Ajak dokter Rina ke gadis bertubuh tinggi semampai berhidung mancung itu. Mereka berjalan beriringan sambil ngobrol ringan. Tak butuh waktu lama karena di taman klinik mahal itu sudah menunggu seorang pasien dan keluarganya. "Kamu di sini dulu ya, saya mau ketemu Bu Rahma. Itu yang di kursi roda, mamanya Bu Rahma. Coba kamu ajak ngobrol dulu." Gadis cantik itu mengangguk senang. Didekatinya seorang nenek yang duduk termangu di kursi roda. Tampak melamun, entah melamunkan apa. Dr. Rina dan Bu Rahma tampak serius, hingga tanpa sadar sudah hampir 30 menit. Dan saat mereka menuju ke arah eyang, mereka tertegun melihat eyang putri tertawa geli bersama gadis itu. Tertawa! Hal yang jarang sekali dilakukan eyang putri setelah eyang kakung meninggal dua tahun lalu karena serangan jantung. Shock ditinggal mendadak, eyang putri menjadi pendiam. Jadi malas makan dan minum. Sepertinya belum ikhlas ditinggal eyang kakung yang sangat dicintainya Bu Rahma, seorang janda super kaya, tentu saja berjuang agar eyang putri kembali ceria. Apa saja beliau lakukan. Tak masalah berapa biaya yang harus dikeluarkannya. Bahkan sampai berobat ke luar negeri. Tapi hasilnya nihil. Eyang putri tetap saja sedih, merasa kehilangan separuh jiwa. "Bu Rahma, sepertinya obat untuk eyang putri sudah diketemukan." Bisik dr Rina dengan wajah semringah. Bu Rahma menoleh ke arah dr Rina. Tersenyum dan mengangguk, menyetujui ucapan dr Rina. "Benar dok. Saya mau info detail tentang gadis itu." ~~~ Kulajukan motorku perlahan di sore hari yang tenang di sebuah komplek pertokoan. Aku baru saja membeli sebuah novel yang kuidamkan dari dulu. Novel romansa yang agak berbeda dari romansa kebanyakan, yang biasanya diisi tokoh lelaki CEO, dingin, menyakiti gadis yang suka padanya, tapi terus bertobat dan mengejar gadis itu hingga ke lobang semut sekalipun.  Novel satu ini berbeda, karena referensi dari teman-temannya, sepertinya kebalikan. Tokoh utama perempuan dengan masa lalu 'nakal' berusaha meluluhkan hati pangeran impiannya yang alim macam Zain Abu Kautsar, idolanya karena bersuara sungguh merdu saat mengaji. Di novel itu diceritakan betapa sang perempuan tanpa malu, maju pantang mundur demi bisa meluluhkan Sang Pangeran, bahkan nekat menciumnya di depan umum, hingga dia dihina dina oleh si pangeran, yang kemudian jadi benci setengah mati padanya.  Kata Kila temannya, adegan pernikahan keduanya sangat beda dari cerita romansa lain. Di situ, setelah akad, si perempuan yang sudah hijrah itu pasrah pada lelaki pilihan papanya, yang dia yakin akan menjadi imam dunia akheratnya. Tapi saat kemudian dia tahu siapa yang menikahinya, malah langsung dipeluk tanpa malu.  Hmm... kapan ya kira-kira aku juga akan merasakan mencium tangan imamku dengan khidmat? Mendengar suara bariton yang berkata mantap Saya terima nikah dan kawinnya Reina Maharani binti ....  Tiba-tiba terdengar bunyi braak...  Tentu saja aku terkaget-kaget. Lamunan di sore hari itu ternyata membuatku menabrak sebuah mobil. Bukan sembarang mobil, tapi sebuah mobil mewah. Memang hanya tergores sedikit sih, tapi tetap saja harus bertanggung jawab. Dan tentunya biaya perbaikan akan menguras dompetku.  Lagian nih mobil kenapa panjang banget sih pantatnya, kan aku jadi nabrak deh. Duh aduuuh nih gara-gara Ilyas dan Mawar nih. Huwaaa... tabunganku....  Bayangan saldo tabungan yang terkuras, membuatku sedih. Aku kan anak kos pula di Jakarta ini. Setelah memakirkan motor, aku menunggu dengan gelisah di dekat mobil mewah itu. Tak ada supir. Jadi terpaksa harus sabar menanti. Dan aku segera berdiri sigap saat melihat seorang bapak, sepertinya si supir, mendekati mobil itu. Aku menyapa pelan. Takut-takut aku menceritakan kronologi kejadiannya. Si bapak itu berkata sabar, "Nanti mbak bilang sendiri saja langsung ke ibu yang punya mobil ini. Saya mah cuma supir beliau." Tak sampai lima menit menunggu, pemilik mobil itu datang, keluar dari sebuah toko dan menenteng paper bag mewah hasil belanjaan tadi. Aku menelan ludah, paper bag saja sudah semewah itu, apalagi isi di dalamnya ya? Aku sempatkan membaca doa sebelum akhirnya mendekati ibu pemilik mobil. Sepertinya aku pernah melihat ibu ini. Tapi di mana ya? Ragu-ragu, aku mengucap salam karena ibu pemilik mobil mengenakan hijab. "Assalamualaikum bu..." "Waalaikumusalam..." Ibu itu mengerutkan keningnya melihat seorang gadis, aku,  yang tampak takut-takut mendekatinya. Tapi entah kenapa sepertinya dia tahu aku. Mungkinkah kami pernah bertemu? Kenapa beliau tersenyum ramah sekali?  Tanpa gadis itu tahu, bahkan riwayat hidup lengkapnya pun ibu itu tahu. "Ada apa?" Tanya si ibu lembut agar tak menakutkan.  "Bu maaf... tadi saya tak sengaja menabrak mobil itu. Jadi ada goresannya bu. Saya mau tanggung jawab bu. Untuk biaya bengkel..., tapi..." "Kita ngobrol di kafe situ yuk, biar lebih enakan. Kamu juga pasti haus kan?" Aku mengangguk. Bingung karena ibu di depanku ini tak terlihat marah sama sekali. Sambil menunggu pesanan mereka datang, ibu tadi membuka percakapan karena aku masih tampak linglung. "Nah sekarang cerita dari awal deh. Eeh iya, namanya siapa? Kita belum kenalan loh." Gadis itu mengulurkan tangannya, "Saya Reina, tapi biasa dipanggil Rein bu." "Rahma." Ibu kaya itu mengulurkan tangannya. Sepertinya bener deh aku pernah ketemu ibu ini tapi kok lupa di mana.  "Jadi diulang dari awal ya ceritanya." Rein kembali bercerita kronologi kejadian tadi. Sementara Bu Rahma berpura konsen mendengar cerita itu padahal dalam hati dia bersorak gembira. Semoga ini pertanda bahwa Tuhan merestui keinginanku. Terima kasih Ya Rabb, Kau permudah jalan hamba. "Dan kamu menunggu saya sampai hampir satu jam? Padahal kan kamu bisa saja pergi. Apalagi Pak Sudin juga tidak melihat kejadian itu." Tanya Bu Rahma saat aku selesai bercerita. "Iya sih bu, memang tak ada yang melihat. Tapi Allah kan lihat bu. Kalau saya langsung ngacir pergi ya memang saya akan selamat dari kewajiban mengganti biaya bengkel, tapi saya tak akan selamat di akherat bu. Takut saya. Ibu saya menekankan pentingnya jujur." Walaupun bisa jadi kojur dompetku. Tentu saja kalimat terakhir diucapkan dalam hati saja. "Saya salut sama kamu. Tak perlu ganti biaya perbaikan bengkel, kan ada asuransi ini. Malahan saya mau minta tolong ke kamu." Ibu Rahma menjeda. Aku menunggu dengan khawatir. "Apa itu bu?" "Jadi menantu saya ya?" Haa? Aapaa?? Menantu? Baru sekali bertemu dan aku diminta jadi menantunya?  Waaiit... menantu? Iya aku tahu holang kaya mah bebas, tapi yang benar saja... Iya kalau anaknya ganteng, lah kalau jelek gimana? Eeh tapi kalau lihat mamanya macam ibu cantik ini pasti anaknya ganteng maksimal. Tapi...  "Jadi mantu saya, Rein. Tenang saja anak saya ganteng, mapan dan siap menikah." *** Tanpa Rein tahu itulah awal mula peluhnya berujung duka, air mata menetes tersia karena Zayn, suaminya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD