Kaget

1008 Words
Ketika waktu menjelang sore, Bu Rumli baru saja tiba di rumah tercintanya. Pergi ke sebuah pasar modern membuat dirinya terlihat capek dan terasa penat dengan segala aktivitas yang ia lakukan saat ini. Usianya pun tidak terasa sudah semakin menua, tubuh idealnya kian melemah, kulit segarnya juga kian keriput. Andai saja anak semata wayangnya sudah pulang dari bulan madunya, pasti rasa capek dan bosan pun tidak akan ia rasakan lagi. Bagi Bu Rumli, kehadiran anaknya lah yang selalu membuat dirinya bahagia dan penuh semangat. Ya bagaimana tidak, Ardian dan Bu Rumli selalu kompak dalam hal apapun. Akan tetapi, kini anak semata wayangnya sudah dewasa dan sudah mempunyai seorang istri yang sangat cantik. Dan hal itu membuat dirinya tersadar, jika yang harus ia rindukan bukan anak semata wayangnya lagi, melainkan cucu-cucu yang lucu dan menggemaskan. "Begini ya rasanya kalau anak satu-satunya jauh dari kita. Sepi dan hampa sekali," kata Bu Rumli pelan. Wanita paruh baya itu terus saja merutuki kehampaannya pada tatapan mata yang kosong. Tatapan matanya tertuju pada langit jingga yang penuh dengan hiasan awan hitam dan semilir angin sore yang begitu memukau. Sebuah keindahan tersendiri saat menyaksikan menjelangnya senja serta diiringi kicauan burung yang kian kemari mencari tempat untuk berteduh. Dan tiba-tiba saja, pak Hendra datang mengagetkan istrinya dari belakang. Bu Rumli tidak tahu jika sang suami sudah pulang dari kantornya. "Duarr!" kata pak Hendra dengan penuh semangat. Otomatis Bu Rumli pun sangat terkejut atas apa yang telah dilakukan oleh suaminya itu. "Ih Papa!" kata Bu Rumli. "Kaget tahu!" "Iya maaf, sengaja. Lagian mama kenapa melamun di sini? Kaya gak ada kerjaan aja," tukas pak Hendra sembari duduk di sebelah bu Rumli. Ia terlihat sangat lelah setelah bekerja seharian di kantornya. "Sengaja-sengaja, kaget tahu Pa. Jantung mama serasa mau copot," ucap Bu Rumli ketus. "Kalau copot beneran bagaimana? Papa mau punya istri gak ada jantungnya?" "Eh, ya jangan dong, Ma. Manusia kalau tidak ada jantungnya ya mati," kata pak Hendra menyipitkan matanya. "Nah itu tahu!" ucap Bu Rumli lagi. "Jangan dong, nanti papa kesepian. Mana Ardian udah menemukan pasangan hidupnya. Nanti kalau mama gak ada, yang nemenin papa tiap hari siapa?" kata pak Hendra sembari merayu Bu Rumli agar istri tercintanya tidak marah. "Biarin, biar papa tahu bagaimana rasanya ditinggal sama—" Belum juga Bu Rumli selesai bicara, tiba-tiba saja pak Hendra langsung menyelanya. "Mama, jangan bilang begitu lah. Ingat loh, ucapan adalah doa. Jangan sembarangan berucap." "Habisnya papa nyebelin. Lagi enak-enak melamun malah dikagetkan," kata Bu Rumli menyunggingkan bibirnya. "Iya-iya maaf. Papa salah, papa janji gak akan mengulangi hal itu lagi," kata pak Hendra yang berusaha mendapatkan simpati dari Bu Rumli. "Janji ya, awas kalau ngagetin mama lagi, mama tidak segan-segan nyuruh papa tidur di kursi, biar dikerumuni nyamuk sekalian," kata Bu Rumli dengan ketus. "Ya ampun, seram sekali papa harus tidur di kursi," kata pak Hendra terkekeh-kekeh. "Lagian mama lagi ngelamun apa sih, sampai tidak tahu papa pulang." "Itu loh Pa, Ardian. Mama sangat rindu sama dia. Sekarang, dia sedang senang-senang bersama istrinya. Sementara kita di sini malah kesepian. Harusnya kita juga ikut senang karena sudah punya menantu. Bahkan sebentar lagi status kita sudah bukan mama papa lagi, melainkan nenek dan kakek. Tapi entah kenapa rasanya hambar sekali," kata Bu Rumli sedih. "Sabar, sebentar lagi juga mereka pasti akan pulang. Kita tunggu saja sampai mereka berdua benar-benar puas bulan madunya," kata pak Hendra tersenyum manis. "Hem, baik lah. Oh iya, bagaimana perkembangan perusahaan kita Pa? Apa masih seperti yang kemarin?" tanya Bu Rumli mencoba mengalihkan pembicaraannya. "Nah itu dia. Masih seperti yang kemarin tidak ada perkembangan apapun lagi. Papa jadi takut kalau perusahaan kita akan bangkrut," kata pak Hendra seperti putus asa. Ia bersandar ke belakang kursi sofa yang bisa menopang kepalanya. "Masa iya mau bangkrut sih, Pa? Itu satu-satunya perusahaan yang kita punya. Kalau perusahaan kita gulung tikar, nasib karyawan kita bagaimana?" tanya Bu Rumli dengan cemas. "Doakan saja untuk kebaikan perusahaan kita, Ma. Papa yakin, ada yang tidak beres dengan perusahaan kita ini," kata pak Hendra dengan serius. "Waduh, terus bagaimana dong? Apa mama ikut papa aja mengecek perusahaan itu?" kata Bu Rumli cemas. "Tidak perlu, Ma. Papa sudah menerima karyawan baru lagi. Dan—" Seperti biasa bu Rumli menyela perkataan daro suaminya. "Kok menerima karyawan baru lagi sih Pa? Katanya perusahaan kita lagi diambang kebangkrutan. Harusnya papa mengurangi sebagian para pekerjanya bukan menambahnya," kata Bu Rumli dengan serius. "Tidak apa-apa, Ma. Papa sudah merencanakan hal ini matang-matang. Mudah-mudahan apa yang papa takutkan semuanya benar," kata pak Hendra tersenyum manis. "Memangnya apa yang papa takutkan? Apa ada yang korupsi di perusahaan kita?" tanya Bu Rumli lagi yang semakin penasaran. "Ya begitulah," jawab pak Hendra cepat. "Ya sudah kalau begitu, mama hanya bisa berdoa, semoga perusahaan kita tetap jaya sampai kapanpun," kata bu Rumli. "Memang sih, zaman sekarang jarang ada orang yang hatinya jujur, amanah dan dapat dipercaya. Tidak seperti ...." Sejenak bu Rumli berhenti bicara. Ia baru saja ingat pada orang yang sudah membantu dirinya, ketika mobil kesayangannya itu tiba-tiba saja mogok. Dan hal ini membuat pak supir dan Bu Rumli was-was karena pas mobilnya mogok tepat di jalanan yang sangat sepi. Untung saja ada kakaknya Keyla yang sangat tahu betul masalah dunia permesinan. Dan Bu Rumli yakin jika kakaknya Keyla adalah orang yang baik dan jujur dalam segala hal. "Yeh, malah bengong lagi," kata pak Hendra membuyarkan lamunannya Bu Rumli. "Hehe, ini loh Pa. Mama habis bertemu dengan seseorang yang sangat baik hati. Dia membantu memperbaiki mobil mama, dan yang bikin Mama kagum yaitu, dia tidak mau menerima imbalan sepeserpun," kata Bu Rumli dengan penuh semangat. "Kan jarang-jarang loh Pa ada orang seperti itu." "Benarkah? Siapa?" tanya pak Hendra penasaran. "Tidak tahu, yang pasti dia membawa seorang anak yang sangat lucu," kata Bu Rumli sumringah. "Siapa ya? Papa jadi penasaran." "Pokoknya dia masih muda, anaknya juga masih sekolah TK. Bahkan mama juga sempat ngobrol sama anaknya, dia sangat lucu dan mudah bergaul. Mama jadi tidak sabar ingin secepatnya punya cucu," kata Bu Rumli sumringah. "Kalau dia orang baik, kayaknya cocok kerja di perusahaan kita, Ma," ucap pak Hendra dengan santainya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD