Topeng.

1424 Words
Menjadi orang lain adalah pilihan ketika diri sendiri tampak begitu menyedihkan. *** "Jadi benar kalau Mbak Elsa akan segera bertunangan dengan Mas Radit?" "Katanya tertutup ya? Kenapa begitu, Mbak?" "Kayaknya kalian bakal jadi sweet couple tahun ini, selamat ya." "Rencana ke depan ingin seperti apa lagi, Mbak Elsa?" Berbagai macam pertanyaan memenuhi indra pendengaran Elsa, perempuan 24tahun itu sama sekali tak ingin buka suara, ia tetap melangkah hampiri mobilnya di parkiran sekalipun banyak wartawan yang terus mengikutinya setelah mereka lelah menunggu Elsa selesai langsungkan shooting film perdananya, karir gadis itu memang tengah naik daun setelah Elsa kembali lagi pada dunia modeling. Banyak tawaran main film yang menghampiri gadis itu sejak Elsa hilir-mudik melangkah di catwalk dan menarik perhatian banyak orang. Postur tubuh serta wajah blasteran Elsa menjadi daya tarik yang memikat sebagai aktris pendatang baru, bahkan ia melangsungkan debut pertama pada sebuah film romance yang masih bergulir dengan proses syuting di Puncak sejak seminggu belakangan. Wajah lelah Elsa cukup kentara, ia benar-benar bergeming sekalipun para wartawan itu terus mencecarnya dengan berbagai macam pertanyaan seputar hubungan asmaranya dengan aktor tampan bernama Raditya Angkasa, tapi hanya seulas senyum tipis yang bisa Elsa persembahkan sebelum tangannya membuka pintu mobil yang terletak di area parkir lokasi syuting. Gadis itu masuk seraya melambai tangan, para wartawan masih sibuk di sana hingga beberapa tangan mengetuk kaca mobil, dan mereka baru mundur saat Elsa lajukan kendaraan itu perlahan. "Baru juga main film pertama, tapi udah sombong," cibir seorang wartawati berkacamata yang telanjur kesal dengan sikap apatis Elsa, "tapi ini bisa jadi bahan berita juga sih, iya kan teman-teman?" "Satu berita pertunangan, dan satu soal kesombongan," sahut yang lain, mereka pemburu berita memang bisa jadikan apa pun menjadi ulasan bagus seperti papparazi yang selalu menguntit setiap waktu, bahkan beberapa sengaja menambahkan sedikit bumbu agar berita yang mereka bawa terkesan lebih menarik sekalipun bukan fakta, sebab hampir setiap orang menyukai sebuah gosip. Elsa sendiri sandarkan punggung lelah itu pada jok mobilnya, ia merasa lega bebas dari mereka semua sekalipun harus bersikap angkuh tanpa kata seperti tadi. Elsa tak ingin terus-terusan berbual perihal kehidupan yang faktanya tak pernah ia inginkan, jalan yang dulu sempat ia rangkai mati-matian terpaksa pupus oleh kepiawaian Mentari dalam atur kehidupan Elsa. Semua berubah 360derajat sejak hari perpisahan tanpa alasan yang merenggut setiap rasa percaya dalam diri Elsa, semua lenyap tanpa sisa. Nyatanya benar, mengharapkan sesuatu pada manusia seringnya menelan rasa kecewa, dan Elsa sudah tak tahu harus mengerti tentang siapa setelah ia sendiri semakin membenci setiap hal dalam hidupnya. Elsa merasa terlahir untuk dilukai, bukan dicintai. Tangan kiri gadis itu bergerak nyalakan musik sama yang hampir setiap hari ia dengar saat kendarai mobilnya, lagu mellow masa lalu yang belum membuat indra pendengaran Elsa jemu. Walaupun jiwaku pernah terluka, hingga nyaris bunuh diri Wanita mana yang sanggup hidup sendiri di dunia ini Walaupun telah kututup mata hati, begitu pun telingaku Namun bila di kala cinta memangilku dengarlah ini Walaupun dirimu tak bersayap, kuakan percaya Kau mampu terbang bawa diriku, tanpa takut dan ragu Dada Elsa kembang-kempis saat pertukaran oksigen dan karbondioksida terus berlangsung, ia merasa relaks sejenak saat nikmati musik itu. Namun, ponsel pada saku ripped jeans yang dikenakannya justru membuyarkan fokus Elsa untuk nikmati lagu itu, mood tenangnya hancur hanya karena sebuah panggilan masuk dari laki-laki yang hampir setahun menjalin hubungan dengannya, Raditya Angkasa. Elsa menepikan mobilnya, ia pasang headset sebelum kembali lajukan kendaraan hitam yang telah dibelinya dua tahun lalu menggunakan uang hasil keringat sendiri meski dari pekerjaan yang tak diinginkannya, gadis itu masih ingin menjadi pekerja kantoran dan bukan entertainment. Panggilan masuk dari nomor Radit lantas Elsa angkat, musik di mobil tetap ia nyalakan tanpa peduli laki-laki yang mulai berbicara itu mendengar suaranya atau tidak. "Kamu di mana? Kenapa pergi nggak bilang-bilang, kan udah janji mau beli sesuatu," ucap Radit di tempat berbeda. Elsa berdecak, ia sendiri tak mengerti kenapa harus bertahan dengan sosok yang tak pernah dicintainya, membiarkan jiwa yang rapuh itu semakin sulit menemukan jalan keluar setelah berkubang pada lubang yang semakin dalam. "Aku lupa." Alasan paling sederhana yang bisa Elsa ucapkan. "Aku capek, pengin langsung istirahat. Lain kali aja ya." "Kamu sebenarnya sakit, kan? Tadi di lokasi syuting aja kelihatan nggak semangat, apa mau ke dokter aja?" Lagi-lagi Elsa mendengkus. "Aku nggak apa-apa, semua terkendali." "Nanti malam mau makan apa, biar aku yang cari." "Bisa pesan online kok." Setiap topik baru yang Radit katakan, semua tetap membosankan bagi Elsa, dan gadis itu selalu berhasil mematahkannya. "Eum, iya. Ya udah, hati-hati di jalan. Jangan ngebut, jangan lupa istirahat. Aku sayang kamu." Elsa menelan saliva, ia paling benci jika harus membalas kalimat terakhir yang Radit katakan, sebab hati dan bibir bertolak belakang, entah sampai kapan Elsa akan terus membohongi perasaannya. Ia pikir bisa membuka sedikit saja pintu untuk Radit, nyatanya kunci yang ia miliki sudah dibawa pergi orang lain. "Aku juga sayang kamu." Panggilan berakhir, Elsa bernapas lega saat beban yang sempat menggelayut di bahu akhirnya pergi. Namun, ponsel gadis itu kembali berdering dan perlihatkan nama Mentari di sana. Elsa berdecak sebal, orang-orang mulai mengganggu saat gadis itu berusaha tenangkan pikiran setelah aktivitas syuting yang menyita banyak tenaga serta waktunya. "Ada apa? Aku lagi perjalanan pulang, Radit udah bilang, kan?" ucap Elsa mendahului. "Sudah buka menit news sekarang, coba kamu buka dan cek berita terbaru soal kamu yang nggak mau bicara sama wartawan." Elsa menghela napas kasar. "Nggak tahu." "Jangan lupa cek, setelah itu kita bicarakan semuanya di vila. Mama juga mau pulang sekarang." Tanpa sepatah kata lagi panggilan itu berakhir, Elsa meloloskan headset dengan kasar dan melempar ponsel yang semula tergeletak di paha kanannya hingga benda itu jatuh di ruang kaki. Ia kesal setengah mati. "Mereka pikir bisa kontrol hidup gue sesuka hati gitu? Jadi, sebenernya yang punya nyawa itu siapa!" geram Elsa, beberapa kali kabar miring memang menimpa dirinya termasuk hubungan dengan Radit yang dianggap settingan oleh publik, banyak haters yang berpikir kalau Radit dimanfaatkan sebagai pendongkrak popularitas Elsa yang terbilang pendatang baru di dunia hiburan. Elsa sendiri enggan memusingkan semua itu, sebab yang ia yakini memang seperti dugaan para haters. Sedangkan Radit sendiri justru sibuk meyakinkan banyak orang kalau hubungannya dengan Elsa murni karena sebuah rasa, bahkan sampai Radit mengadakan jumpa pers beberapa bulan lalu hingga kabar itu pun lenyap bersama waktu. Radit hanya belum rasakan kalau cinta sendiri begitu menyakitkan. *** "Memangnya mulut kamu itu nggak bisa bicara buat jawab pertanyaan mereka, sesulit apa sih, El? Kamu lagi naik daun, nanti kalau netizen anggap kamu benar-benar angkuh terus pengaruh ke film pertama kamu, itu gimana?" Bibir Elsa bahkan belum sempat menyentuh sendok yang baru diangkatnya, napsu makan gadis itu hilang dalam sekejap. Ia tak habis pikir, kenapa Mentari tak bisa memakinya di saat yang tepat, gadis itu sudah bergulat dengan rasa lelah seharian ditambah membaca nyinyiran warganet perihal dirinya yang angkuh meski Elsa sendiri enggan terlalu memusingkan, tapi demi topeng semu yang selalu ia gunakan, Elsa akan berpura-pura sok pusing. Gadis itu letakan sendok dan meminum segelas air, ia putuskan beranjak dari kursi tanpa tatap Mentari yang berdiri di sisi kanan kursi. Tangan sang ibu menahan Elsa agar gadis itu tak pergi. "Cara menghargai orang lain adalah menjawab pertanyaan mereka, dan kamu enggak lakukan itu, Elsa Naomi," cibir Mentari. Gadis itu hela napas kasar, ia menoleh dan luruhkan tangan Mentari dari lengannya. "Apa Mama nggak capek baru sampai, terus marah-marah kayak gitu?" "Nggak, mama udah gemas sama kamu, Elsa. Tolong jangan cemarkan nama baik kamu sendiri pakai sikap angkuh kayak gitu, ngebangun ini semua itu sulit, Elsa." "Aku nggak niat angkuh, aku cuma capek buat jawab. Lagian mereka mau tahu urusan pribadi orang, apa yang Elsa sebut privacy adalah milik Elsa, mereka nggak berhak tahu. Menolak memberi jawaban untuk sebuah pertanyaan adalah hak setiap orang, Ma." Gadis itu melenggang tinggalkan ruang makan, berdebat lebih lama dengan Mentari membuat debaran jantungnya lebih cepat, ia tak ingin emosi. "Tapi pertanyaan sederhana kan bisa kamu jawab, kenapa harus bungkam, Elsa!" Mentari menyusul gadis itu, sayangnya Elsa lebih dulu masuk kamar dan mengunci pintu. "Kamu harus tahu kalau berada di atas itu susah, Elsa!" Gadis itu enggan memusingkan ocehan sang ibu yang masih terdengar, sedangkan Elsa sendiri sibuk membuka laci kecil di sebelah ranjang dan meraih sebuah tempat obat, dia keluarkan dua butir obat sebelum menelannya bersama luruhan air mineral dari sebuah botol yang terhidang di permukaan laci. Sudah lama Elsa mengonsumsi obat antidepresan tanpa diketahui siapa-siapa. *** MenitNews.com Sabtu, 15 Januari 2019. Lima belas menit yang lalu. Aktris Pendatang Baru Elsa Naomi Terus Bungkam Ditanyai Perihal Hubungannya Dengan Raditya Angkasa. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD