Bab 1

1058 Words
Tit Tit Tit Bunyi kardiograf terdengar lembut membelai daun telinga Debora yang tersenyum menyeringai melihat Andini, istri dari Bram yang sedang kritis. "Andini, Andini, bodoh banget sih lo. Emang enak, udah diselingkuhi, diperdaya, dan sekarang Mas Bram ada di pelukan gue." Debora memeluk lembut Bram yang ada di dekatnya. Bramantya Adiwilanga, CEO perusahaan Jayandi Group yang terkenal dengan bisnisnya yang menggurita se-Asia tenggara. Dirinya sukses berkat support dan kerja keras Andini, istri yang dianggap bodoh olehnya. "Mas, lihat istrimu yang dekil dan bodoh itu. Dia sebentar lagi mati, apa kita percepat aja?" tanya Debora yang sudah membawa suntik berisi cairan yang mematikan. Perlahan, Andini bangun dari masa kritisnya itu. Matanya perlahan melihat ke arah dua insan berhati iblis itu. Air mata Andini lolos begitu saja melihat mereka berdua telah merencakan hal seburuk itu. "Oh ternyata masih hidup ya? Masih bisa melek ya? Hahaha" ejek Debora. "J-jahat kalian... " lirih Andini nelangsa. Ia harus terbaring di rumah sakit selama 1 minggu karena kecelakaan yang menimpanya. "Emang! Kita emang jahat, lo aja yang gak sadar, bodoh!" seru Debora mendorong bahu Andini yang masih lemah. Bram pun ikut tersenyum, "Benar. Dasar istri bodoh! Mau aja dimanfaatin," ucapnya dengan bangga. "Tega kamu Mas, selama ini aku selalu ada buat kamu, taat ke kamu. Tapi apa...." kata Andini terdengar bergetar. Dia telah salah menilai Bram yang selama ini selalu manis padanya. Ternyata semua hanya tipu muslihatnya. Dia hanya memanfaatkan harta Andini untuk kepentingan bisnisnya selama bertahun-tahun. "Aku emang tega! Apa yang bisa ku harapkan darimu, istri bodoh? Kamu tidak cantik, tidak seksi seperti Debora, dan satu lagi, soal kecelakaan yang menewaskan anak kita dulu, itu adalah rencana kami," ungkap Bram tanpa merasa bersalah. Bram memang sengaja merencakan pembunuhan itu sejak 7 tahun yang lalu, tatkala Andini telah hamil anaknya. "b******n kamu Mas!" kesal Andini. Ia mencoba menyerang suami dan adik iparnya, namun kalah dengan lemahnya fisik yang ia punya. "Hahahah emang enak," ujar remeh Debora. "Aku tidak akan memaafkan kalian, camkan itu!" seru Andini yang hatinya makin terasa sakit tak berdarah. Selama 8 tahun pernikahan, dia benar-benar hanya ditipu habis habisan oleh suaminya yang mokondo dan tukang selingkuh itu. "Bawel! Sayang, cepat suntik mati dia saja," perintah Bram pada Debora. "Siap Mas!" Debora mengeluarkan suntikannya itu. Jarum yang tajam itu terasa mengerikan dalam pandangan Andini. Andini pun memberontak. Ia menggeleng cepat, berusaha sekuat tenaga untuk menghindar. "Aku gak boleh mati, aku gak boleh kalah dari mereka, Tuhan... " batin Andini. "Gak!" "DIAM KAKAK IPAR!" Debora menyuntikkan pada bagian lengan kaki Andini yang mana cairan itu benar-benar bekerja dengan cepat dan menyebar, melumpuhkan satu persatu organ tubuh Andini. "Tidak!" seru Andini yang dibekap oleh Bram saat itu juga. Seketika atmosfer terasa lebih mencekam dan tegang. Ruang itu serasa tempat eksekusi mati yang hanya menjadi saksi bisu atas kejahatan yang dilakukan oleh Bram dan Debora. Perlahan kaki Andini mulai tidak berfungsi, menjalar begitu cepat ke atas mengenai organ yang begitu vital di tubuhnya. "Arghhh!" "Rasain! Matilah kamu, Andini." Bram pun terlihat bahagia menyaksikan detik-detik istrinya meregang nyawa. Bahkan tidak ada rasa penyesalan yang terlintas dalam benaknya. "Tuhan, aku memang bodoh! Aku adalah istri yang begitu naif," batin Andini meneteskan air matanya. Tangan Andini mengepal erat menahan sakit yang menjalar ke seluruh tubuhnya. "Tuhan, jika aku diberikan kehidupan sekali lagi, aku akan membalas mereka. Aku berjanji ya Tuhan, tolong kabulkan doaku... " batin Andini di sisa nafas terakhirnya. Tiittttt!!! Kardiograf yang awalnya berjalan seperti semestinya, menunjukkan grafik yang datar. Tidak ada nafas lagi yang dihembuskan oleh Andini. "Gimana? Beneran mati?" "Mati Mas! Aman, kita harus pura-pura bersedih setelah ini." *********** Andini merasa dirinya telah mati sia-sia. Namun, takdir Tuhan berkata lain. Ia justru melihat ada secercah cahaya putih yang menariknya kembali ke masa lalu, dimana enam tahun yang lalu ia tersadar dari koma selama 3 minggu akibat kecelakaan yang menimpa dirinya dan janinnya. "Dimana aku?" tanya Andini yang mulai membuka matanya secara perlahan. Ruangan dengan gorden yang terbuka, langit langit berwarna putih dengan lampu yang menyala. "Nyonya Andini, syukurlah Anda sadar," ucap maid bernama Midah. Andini melihat sekelilingnya. "Aku masih hidup?" "Tentu Nyonya. Anda masih hidup tapi..." ujar Midah menggantung. Kepalanya menunduk, air matanya tertahan di pelupuk matanya. Andini masih belum sadar dia terbangun di enam tahun yang lalu. "Tapi apa Bi?" "Tapi janin yang Nyonya kandung tidak bisa diselamatkan." Andini terpukul dengan apa yang menimpanya saat ini. Tangannya mengepal hingga memerah, rasa sakit hatinya masih terasa sampai ulu hati. "Ini semua adalah ulah Bram b******n itu!" hardiknya dalam hati. Andini masih menyimpan ingatan soal Bram yang mengaku telah mencelakai dirinya dan anak yang dikandung di masa depan. "Mungkin dulu aku memang bodoh! Tapi saat ini aku tidak akan biarkan kamu hidup bahagia sampai akhir hayatmu, Bram!" kecam Andini dalam hatinya. "Nyonya Andini, saya paham Nyonya pasti sakit hati. Semoga Tuhan memberikan sesuatu yang lebih untuk Nyonya ke depannya," tutur maid itu. Andini menatap Midah dengan tulus. Ia merasakan kebaikan dan ketulusan maid paruh baya itu. "Iya terimakasih Bi. Mas Bram mana ya Bi?" tanya Andini melihat ke seluruh sudut di ruangan VIPnya. "Tuan Bram lagi dinas di luar kota, Nyonya. Katanya beliau akan pulang nanti, mungkin 5 hari lagi." Andini tersenyum tipis. Di masa lalu, ia melihat bahwa sebenarnya yang Bram lakukan adalah berselingkuh dengan Debora, adik iparnya yang saat ini telah dinikah siri olehnya. "Dinas ya? Dari kapan Bi?" "Dari 3 hari yang lalu Bu, hari Selasa. Katanya sih ada proyek disana. Jadi saya disuruh untuk menjaga ibu." "Baiklah," jawab Andini lebih tenang. "Mungkin saat ini kamu masih bersenang-senang, tapi nanti aku akan membuatmu tidak bisa berkutik sedikit pun," batin Andini. Andini sekarang berbeda dari yang dulu dia lebih tegar. Dia mengerti, dia sekarang sudah bereinkarnasi menjadi pribadi yang lebih kuat dan jauh lebih licik daripada Bram dan Debora. "Nyonya, saya kabari Tuan Bram soal kondisi Anda yang sudah siuman ya?" Andini dengan cepat menggeleng, "Tidak perlu Bi. Takutnya malah menganggu, lagian sebentar lagi saya akan sembuh dan pulang dari rumah sakit, bukan?" "Benar Nyonya." *********** Waktu berjalan begitu cepat, tidak terasa empat hari berlalu, Andini telah pulang dari rumah sakit itu. Dia kembali ke mansion yang dulunya ia anggap sebagai neraka baginya. Andini turun dari mobil mewahnya dengan penampilan yang berbeda, ia melepaskan kacamata hitamnya seraya tersenyum smirk. "Permainan baru saja dimulai, Bramantya Adiwilanga, lihatlah saja. Aku akan membalikkan keadaan ini," gumamnya seraya melangkah masuk ke mansion yang dulunya ia anggap sebagai neraka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD