Prolog

834 Words
Mahesa Gibran Pranata, nama yang selalu langganann berkumandang di speaker sekolah. Cowok perusuh bertubuh tegap dengan rahang tegas dan tatapan tajamnya. Jaket parasut hitam dengan tulisan Titan di punggung adalah simbol kebanggaannya. Ditambah dengan jahitan khusus dengan benang warna emas di bagian dadaa sebelah kiri bertuliskan The Leader of Titan, menambah kesan kepemimpinan Mahesa kian terasa. "Lo yakin kalau mereka semua bakalan datang? Udah malem banget ini," celetuk Laskar bertanya kepada teman-temannya. Laskar Givano Raharja, entah apa yang membuat Laskar begitu sangat ditakuti oleh musuh bila sudah bersebelahan dengan Mahesa. Cowok yang sering disebut dengan ATM berjalan itu mempunyai tubuh yang proposional, sekali tinju langsung mental. Mahesa yang berdiri paling depan terus menajamkan matanya, selalu waspada karena musuhnya kali ini sangat licik. Tak menutup kemungkinan jika mereka akan melakukan penyerangann terlebih dahulu. "Ngantuk banget gue sumpah!" ujar Azka bersamaan dengan mulutnya yang menguap lebar. "Tuh mulut apa goa? Gede bener," sahut Laskar. "Au dah! Ini ceritanya jadi baku hantam apa kagak sih? Kalau enggak biar gue cabs! Kasihan para calon masa depan gue nunggu di apelin satu-satu." Azka Wijaya, si gudang cewek di Titan, bukan tanpa alasan julukan itu diberikan. Dari banyaknya anggota titan, Azka adalah yang paling laku meski mukanya pas-pasan. Setiap hari Azka bisa berganti cewek, ada satu yang menarik perhatiannya langsung mereka pacaran saat itu juga. "Halah! Cewek mulu hidup lo!" umpat Mahesa kepada Azka. "Yaelah bos, hidup kudu dinikmati. Kalau bukan sekarang kapan lagi kita bisa cobain semua jenis cewek di muka bumi yang indah ini?" balas Azka hiperbola. "Kalau udah nikah masih tetep gitu auto cerai seminggu sekali lo!" Suara datar dan dingin itu berasal dari Kaylendra Angkasa. Dia adalah yang paling pendiam dan tenang. Jika semua temannya tertawa, Kay cukup tersenyum tipis. Cowok itu tidak suka basa-basi, sekali memutuskan maka itu harus dilakukan. Kadang Mahesa lebih percaya Kay dari pada Laskar wakilnya sendiri. "Si Kay sekalinya bersuara langsung mengguncangkan dunia per-Titanan. Suaramu itu loh Mas, berat-berat manja, aw nikahin Jali sekarang juga Mas!" Langsung saja Azka menoyor kepala Rizal atau biasanya anak-anak Titan memanggilnya dengan sebutan Jali. "Lo mau bikin kita kalah sebelum perang?" tanya Azka dengan ketus. "Lah apa hubungannya ngab?" balas Laskar. "Ya lo pikir aja siapa yang nggak mual dengar semua bualan Jali, nih perut gue udah bergejolak pengen nyembur lo!" Seketika tawa semua anak Titan pecah, Rizal dan Azka kalau sudah disatukan, bisa tertawa nonstop anak-anak Titan. Rizali Pambudi, cowok itu adalah yang paling gila, pencair suasana. Pernah suatu hari Mahesa tengah berseteru dengan Kay karena beda pendapat, saat semua tengah tegang, Rizal dengan tampang polosnya tiba-tiba datang sambil membawa cilok sekaligus gerobaknya. Siapa yang tak tertawa? Karena Rizal, akhirnya Mahesa dan Kay langsung akur saat itu juga. "Sa, calling-callinglah musuh lo itu. Jadi apa kagak nih tawuran, kalau nggak jadi skuylah makan aja kita. Laper nih," celetuk Laskar. Terdengar helaan nafas kasar dari Mahesa. "Nungguin musuh datang kek nungguin doi dandan, lama banget!" "a***y! Si bos tuh yang ngomong?" sahut Rizal. "Lo pikir?" balas Azka. "Cowok kalau udah capek kata apa aja bisa keluar ya? Keren-keren. Tapi Bos, emang cewek mana yang lo tungguin dandan?" "Eh Jali! Bisa nggak tanya yang lebih berbobot dikit?" sentak Laskar. "Lah salah gue di mana? Berbobot tuh pertanyaan, bos bilang kayak nungguin cewek dandan, nah hayoloh coba pikir cewek mana yang sedang bos umpetin sekarang?" Laskar terdiam sejenak, selanjutnya cowok itu langsung menatap Mahesa. Mahesa yang ditatap seperti itu lantas menaikkan sebelah alisnya. "Apa?" tanyanya dengan ketus. Seketika Laskar kicep. Dia langsung memalingkan wajahnya. "Nggak, nggak ada apa-apa." "Pengaruh buruk akibat sering deket-deket Azka!" Azka yang merasa namanya disebut langsung menatap Kay. "Maksud ente apa?" tanya Azka kepada Kay. "Lo bawa pengaruh buruk. Pasti bos sering lo ajak dugem diam-diam mangkanya sekarang pinter nyembunyiin cewek," kata Kay. "Oi kulkas! Lo kayaknya lebih cocok diem aja deh, ngomel dikit ngena banget di hati," balas Mahesa tak terima. "Sabi-lah," jawab Kay. Dari arah belakang, seorang cowok dengan tongkat kayu besar berjalan mendekati Mahesa. "Bos, udah hampir satu jam kita di sini tapi mana? Vendo nggak muncul juga," kata cowok yang diketahui namanya Damar itu. "Apa perlu gue chat nih langsung ke ketuanya?" balas Laskar. "Mau lo chat kayak apa, Kar?" tanya Azka. "Gue tanya, lo mau tawuran apa mau nikahan, lama bener persiapannya," jawab Laskar. Plak! Laskar mengaduh kesakitan saat Damar tak segan-segan memukul kepalanya dengan balok kayu yang dia bawa. "Benerin dulu tuh otak baru chat ketua Vendo!" "Dahlah, gue tinggal ngopi apa gimana nih?" tanya Damar. "Lo tinggal puterin satu Jakarta juga sabi, Mar," balas Mahesa malas. "WOI! VENDO DATANG WOI!" teriak Rizal tiba-tiba dengan semangat. Mahesa langsung melompat turun dari atas tong yang dia duduki. Matanya menajam memperhatikan jalanan di hadapannya. Rizal benar, itu adalah anak-anak Vendo. "SEMUANYA AMBIL POSISI!" teriak Mahesa mengomandoi lebih dari 150 anggotanya. Mereka langsung mengambil tempat memenuhi lebar jalan. Paling depan pastinya ada Mahesa, diapit oleh Laskar dan Azka di sebelah kiri, lalu Kay dan Rizal di sebelah kanan. Balok kayu yang Mahesa bawa siap meratakan semua anak The Vendo. "SERANG!!!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD