Demi Bisa Hamil

863 Words
Sebenarnya Icha itu anak yang cantik, manis, imut, tipikal baby face, dan berpenampilan rapi dengan ujung seragam dimasukkan ke dalam rok. Hanya saja rambut dikepang dua itu yang membuatnya terlihat culun. Pola pikirnya pun masih terkesan kolot. Banyak hal yang tak ia mengerti tentang kehidupan orang-orang di zaman sekarang, terutama perkara pacaran dan tentu saja, kehamilan. Tante Wati yang mengajarkannya banyak hal tentang kehidupan masa kini, seperti bagaimana cara bergaul dengan teman baru, dia harus bersikap bagaimana ketika berada di kelas, bahasa-bahasa modern, sampai cara duduk yang benar agar dia dianggap anak gaul. Dan tadi pagi, tantenya itu mengajarkan metode baru, cara agar dia bisa hamil yaitu dengan membuat cowok yang disukainya mau memeluknya. Untuk perkara ini, Icha benar-benar masih polos. Dia tak pernah memikirkan bagaimana susahnya melahirkan seorang bayi. Yang dia tahu hamil itu adalah sebuah proses agar dia bisa dianggap sebagai wanita sempurna. Bahkan dia sama sekali tak membayangkan bagaimana besarnya perut seorang wanita ketika hamil sembilan bulan. Dengan diantar oleh supir pribadinya, Icha tiba di gerbang sekolah. Dia menghirup udara segar di depan situ karena berpikir tak terasa ternyata dia sudah SMA. Padahal perasaan baru saja dia lulus dari SD menuju SMP. Ketika hendak melangkahkan kaki memasuki gerbang, Icha ingat petuah dari tantenya tadi malam. Untuk masuk ke gerbang sekolah juga ada caranya, Cha. Gimana caranya, Tan? Begini, Icha tunggu sampai anak-anak yang lain berdatangan dalam jumlah banyak. Setelah itu, baru Icha masuk sambil mengibaskan rambut kayak di film-film. Buat apa, Tan? Supaya mereka terpesona ngelihat Icha. Icha, kan, sebenarnya anak yang cantik. Tapi ingat, rambut kepang dua Icha ini harus diurai, ya. Icha belum sanggup memenuhi persyaratan yang terakhir itu. Entah kenapa dia masih nyaman dengan model rambut berkepang dua. Icha punya caranya sendiri untuk mematuhi saran-saran dari Tante Wati itu tanpa harus mengorbankan model rambut kesukaannya. Setelah banyak siswa-siswi berdatangan dan mulai masuk gerbang, Icha pun masuk dan mulai menjalankan aksinya. Ujung rambut kepang dua yang mirip air mancur taman itu dipegangnya, lalu dikibas-kibaskannya sambil seperti menggelengkan kepala. Yang ada di dalam pikirannya adalah yang penting dikibaskan, bagaimanapun caranya. Alhasil, dia bukannya membuat terpesona banyak orang, malah membuat mereka memandang jijik seperti mendapati wanita kurang waras. Bahkan satpam penjaga pun sampai berlari masuk ke dalam pos dan menyembunyikan wajahnya di balik meja. Namun pemikiran Icha berbeda. Dia menganggap semua orang telah terpesona melihatnya. Satpam itu dianggapnya tak sanggup menahan pesona yang terpancar sehingga terpaksa berlari. Icha tersenyum senang karena merasa berhasil menjalankan satu misi yang diajarkan Tante Wati. Dia melangkah menuju kelasnya dengan hati yang berbunga-bunga. Di antara semua siswa yang tidak terpesona dengan aksi Icha itu, ternyata ada salah satunya yang justru bertentangan. Adly Helsal Pranata namanya. Dia malah menganggap aksi Icha di depan gerbang tadi itu sangatlah mengagumkan. Icha sangat cantik dan begitu memikat hatinya. Adly masih berdiri di balik gerbang ketika Icha telah menuju ke kelasnya. Saat Icha mulai terlihat agak jauh, dia memutuskan untuk mengikuti Icha dari belakang. Dia ingin tahu di mana kelas siswi yang telah berhasil membuatnya terpukau itu. Penampilan Adly sendiri bahkan lebih culun dari Icha. Dia memakai kacamata bulat besar berwarna kecoklatan, mirip kacamata orang zaman bahari, bajunya bertali dua dengan setiap ujung dimasukkan ke dalam celana, rambutnya belah samping yang lepek, dahinya mengilap karena efek kebanyakan memakai minyak rambut dan matanya sering berkedip-kedip. Siapa saja enggan mendekatinya. Tibalah Icha di depan kelas barunya, kelas 10 Mawar 1. Adly mengintipinya dari balik tembok yang tak jauh, tapi aman dari jangkauan pandang Icha. Ketika Icha masuk, Adly mengangguk-angguk. "Oh, ternyata di situ kelasnya." Adly terkekeh, lalu segera meninggalkan tembok itu. Dia senang karena bisa mengetahui di mana kelasnya Icha. Setidaknya nanti dia bisa memandangi cewek idamannya itu, meski dengan cara sembunyi-sembunyi. Adly belum berani mendekati cewek mana pun. Dia selalu terbayang-bayang petuah mamanya. Semua siswa-siswi yang ada di kelas 10 Mawar 1 memandangi Icha seolah Icha adalah cewek yang paling eksentrik di dunia ini. Tak lain karena penampilannya yang agak aneh itu. Namun Icha menganggap mereka masih terpesona dengan aksinya di depan gerbang tadi. Icha tersenyum-senyum sendiri. Ketika hendak duduk di bangku deretan tengah yang kebetulan masih kosong, dia ingat lagi sabda-sabda dari Tante Wati. Saat Icha masuk kelas, Icha harus mengambil tempat duduk di deretan tengah. Kenapa harus di tengah, Tan? Karena bagian tengah itu adalah pusatnya perhatian seisi kelas. Waktu awal-awal duduk, Icha harus menegakkan badan supaya terlihat berwibawa. Jadi jangan bersandar, ya, Tan? Iya. Tas sekolah Icha jangan langsung dimasukkan ke dalam laci, tapi letakkan aja di atas meja karena anak zaman sekarang kalau meletakkan tas pasti di atas meja. Nah, kalau sudah begitu, Icha bakalan terlihat cantik dan punya wibawa. Tunggu bentar, Tan, Icha mau tanya. Wibawa itu apa? Aduh, Icha, masa' wibawa aja kamu nggak tahu, sih? Wibawa itu, wibawa itu, ah, pokoknya wibawa itu semacam aura kepribadian atau sejenisnyalah. Udah gini aja, Icha nggak usah mikirin itu, yang jelas kalau Icha nurutin kata-kata Tante barusan, nanti pasti ada cowok yang bakal dekatin Icha. Nah, kalau sudah ada yang dekatin, berarti peluang Icha besar buat bisa hamil. Icha tersenyum kecil waktu membayangkan dia bisa hamil berkat menuruti petuah dari tantenya. Dia begitu bersemangat untuk melakukan semua instruksi itu, demi bisa hamil, demi menjadi cewek yang sempurna.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD