Pentas Seni

1091 Words
   "Hal yang tak terduga tiba-tiba datang membuat mereka semua panik." .....    Papi mereka datang menghampiri dua anaknya yang belum tidur juga. "Kalian belum tidur juga? Udah selesai 'kan beres-beresnya?"   "Eh, Papi iya ini udah kok kita juga baru mau tidur. Papi kok belum tidur?"   "Tadi, Papi lihat kamar kalian tapi masih kosong yaudah Papi ke sini tahunya kalian masih di sini." Seperti biasa, Papinya ini pasti akan memastikan anaknya sudah tidur atau belum kalau  kamar mereka sudah di kunci itu artinya mereka sudah tertidur. Tapi, waktu James membukanya pintu belum terkunci dan kamar anaknya kosong."   "Iya, ini baru selesai dan kita juga baru aja mau tidur," ucap Violine kepada Papinya.   "Yaudah kalian tidur aja gih udah malem loh besok kalian sekolah."   "Baik, Pi." Violine dan Steven berjalan beriringan sebelum ke kamar mereka, mereka mencium Pipi Papanya.   "Selamat malam, Pi," ucap Violine.    "Selamat malam, Pi," ucap Steven.   "Selamat malam sayang," balas James. Anak-anak mereka sudah berlalu ke kamar mereka masing-masing. James pun masuk ke kamarnya untuk beristirahat. .....      Hari yang mereka tunggu tiba. Puncak di mana hari ini adalah pentas seni anak mereka, Violine dan Steven. James dan Angeline sedang bersiap untuk datang ke ke sekolah anak mereka.  James sedang menatap rambut anaknya Estel dan Angeline sedang mempersiapkan semua pakaian bayinya jaga-jaga kalau nanti baju bayinya basah atau terkena sesuatu.   "Ayo, Mi aku sudah siap," kata Estel menghampiri Maminya.   "Ah anak Mami sudah cantik."   "Iya dong tadi Papi kuncir dua, Estel."    "Ah, Papi memang berbakat." Setelah selesai memasukkan baju untum Eveline anak terakhir mereka. Angeline menggendong bayinya dan menggandeng Estel untuk segera berangkat.   "Ayo, Pi kita berangkat nanti telat."   "Oke kalian duluan ke mobil, Papi mau kunci pintunya dulu oke." Mereka mengangguk dan berjalan duluan ke mobil setelah mengunci pintunya James menyusul mereka untuk berangkat ke pentas seni anak mereka. ......    Sampai di sana keadaan sudah ramai, James mencari tempat kosong di sana. Untungnya masih ada tempat di depan walaupun tidak di depan sekali. Tapi, bisalah mereka melihat anaknya tidak terlalu jauh.     Satu persatu penampilan muncul, hingga tiba saat anak perempuannya menarik ballet. Estel berteriak memanggil sang kakak.   "Kakak...." panggil Estel, terdengar suara Estel di telinga Violine tapi tidak terlalu jelas lalu dia melihat keluarganya, kemudian dia tersenyum. Dia berusaha untuk tetap fokus supaya gerakannya sama dengan teman-temannya. Dia ingin menampilkan yang terbaik di depan keluarganya. Hingga tarian Violine pun selesai. Sambutan teriakan dan tepuk tangan memenuhi ruangan mereka.   Violine melihat kakaknya yang akan segera tampil, "Gimana sudah tenang? Sukses 'kan? Kakak bilang juga apa, kakak yakin kamu pasti bagus."   "Hehe iya, Kak. Makasih. Kakak juga pasti bagus nanti akting jadi pangerannya. Aku bakal tonton, Kak."   "Haha bisa aja kamu. Yaudah kakak gantian muncul ya."   "Iya semangat, Kakak...." Steven masuk ke panggung, Violine ke luar dari ruang ganti mereka dan menyusul keluarganya melihat kakaknya yang gantian akting di depan sana.    "Mami, Papi...."    "Hai, Sayang...." balas Maminya.    "Kamu tadi keren, Papi suka lihatnya. 'Kan bener anak-anak Papi itu pasti berbakat."   "Iya bener, Kakak tadi keren narinya aku mau diajarin sama, Kakak."   "Iya nanti pasti kakak ajarin. Makasih ya udah lihat aku tampil."   "Iya, Sayang dah lihat tuh kakak kamu di sana juga aktingnya bagus," ucap Maminya.   "Iya, Mi bener." Mereka fokus menonton Steven yang beradu akting menjadi seorang pangeran di sana.     Semua awalnya berjalan baik-baik saja, tidak terjadi apapun. Tapi, saat suara sound yang tiba-tiba menggelegar mereka mendengar suara aneh. Beberapa orang mengira itu hanyalah suara sound lain untuk penunjang akting di depan.   "Mami, itu apa?"   "Tenang," ucap Papinya. Violine dan beberapa orang yang sudah sadar mulai panik, Angeline merangkul erat bayinya dan Violine menggendong Estel. Mereka bangkit  dari duduknya untuk ke belakang ruang ganti. Orang-orang mulai panik.... Lalu, seketika ruangan mereka dihancurkan oleh sosok monster yang menyeramkan. James tahu lebih dulu. Beberapa hari lalu muncul berita mengenai monster yang tiba-tiba muncul entah dari mana awalnya dia tidak mau percaya tapi saat barusan mendengar suara yang sama persis dia langsung menarik keluarganya.   "Kakak ini ada apa? Aku takut, Kak tadi makhluk apa, Kak?"   "It's okey, Estel kakak bakal jagain kamu. Kamu tenang ya."   "Estel takut, Kak." Violine menggendong adiknya erat sambil berlari mengikuti Ayah dan Maminya. Steven segera lari pula saat melihat ayahnnya yang menyusul dirinya. Ada perasaan takut pula saat tiba-tiba ruangan mereka dihancurkan oleh monster tersebut. Keadaan semakin kacau satu persatu orang mulai berjatuhan dihabisi oleh makhluk tersebut.   "Steven tenang. It's okay." James berusaha menenangkan anak pertamanya yang syok.    Mereka berjalan perlahan-lahan untuk ke luar dari sana. Untung James menemukan tempat sepi tapi ternyata di dalamnya ada beberapa orang. Semua ketakutan tidak tahu harus bagaimana selain panik.     Monster itu masuk ke dalam. James memerintahkan mereka untuk tenang melalui kodenya. Mereka semua pun diam sambil menahan tangis karena di depan mereka ada monster yang berjalan.   "Pi, takut." James hanya membulatkan tangannya mengatakan bahwa mereka pasti tidak papa. Tapi, sial James langsung saja menarik keluarganya saat salah satu dari mereka ada yang menangis dan tidak dapat menahan suaranya. Monster mengerikan itu langsung masuk. James membawa keluarganya untuk segera lari ke arah mobil mereka.   Tapi, sial kuncinya mobil mereka entah ke mana. James mengambil alih Eveline terlihat istrinya yang mulai kelelahan menggendong anaknya sambil berlari. Dia menenangkan keluarganya bahwa mereka akan baik-baik saja.    Terlihat nyawa banyak orang mulai berjatuhan, darah di mana-mana. Mayat dengan tubuh mengenaskan berceceran. Beruntung keluarga James bisa selamat sampai di rumah dengan jalan rahasia James ketahui.    Rumah mereka ada ruang yang kedap suara tapi mereka tidak bisa selamanya di sana. Mereka harus tetap pindah untuk mencari tempat yang aman.    "Pi aku takut...."    "Kalian pasti akan baik-baik percayalah. Sekarang semua bereskan barang-barang kalian kita pergi dari sini. Dan satu lagi kalian harus tetap tenang jangan mengeluarkan suara apapun. Makhluk ini akan tetap datang jika mendengar suara apapun. Estel kamu tetap di sini jaga adik kamu. Kita akan segera kembali."   "Enggak, Papi aku enggak mau di sini aku takut."   "Estel kamu pasti baik-baik aja di sini, Mami, Papi dan Kakak-kakak akan kembali lagi nanti. Kamu tenang aja ya di sini," ucap Maminya.   "Tapi, Mi."   "Percaya sama, Mami kita bakal balik lagi kamu diam di sini jaga adik kamu jangan mengeluarkan suara apapun. Mengerti?" paksa Maminya dengan suara yang sangat pelan. Estel mengangguk dia menggendong adiknya yang tertidur. James menutup lemari tersebut dan memastikan anaknya aman setelah itu mereka ke ruangan kamar mereka untuk menyiapkan segalanya untuk pergi dari sana.   "Sayang kalian hati-hati jangan mengeluarkan suara apapun okey?" ucap James dengan suara yang pelan dan juga kode tangannya. Mereka mengangguk mengerti. Perasaan mereka cemas dan takut tapi demi keselamatan mereka. Mereka akan berusaha merapikan barang-barangnya dengan tenang dan tidak menimbulkan suara apapun. .....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD