Kamu Milik Aku Selamanya

2135 Words
Bagus. Itu kamu yang gambar?" Meisya menoleh dan mendapati Mario berdiri di belakangnya. Dia kira, suaminya itu sudah tidur nyenyak. Meisya yang belum terlalu mengantuk, memilih untuk membuat desain pakaian dengan menggunakan kertas HVS. Nantinya kertas tersebut ditata rapih oleh Meisya dalam sebuah map folder. "Beneran bagus?" Meisya balik bertanya dengan sorot mata berbinar. Ini kali kedua Meisya mendapatkan pujian atas desain yang di gambarnya. Yang pertama memujinya adalah Pelangi ketika perempuan itu berkunjung beberapa hari yang lalu dan Meisya menunjukkan hasil karyanya. Bukan untuk pamer, melainkan untuk meminta pendapat sahabatnya itu sebelum melangkah ke depan. Pasalnya, Meisya merasa belum percaya diri dengan gambar yang didesainnya. "Iya, Sayang." Mario meletakkan dagunya di pundak sang istri. "Kamu berbakat. Selain cantik dan pintar, ternyata kamu bisa menggambar desain baju juga. Benar-benar istri multitalenta." "Ah, kamu berlebihan." "Emang kenyataannya gitu. Umm, sejak kapan kamu mulai melakukan ini?" "Udah lama, sih. Tapi sempat berhenti waktu awal-awal melahirkan Adya." "Aku baru tahu." Mario melangkah ke arah meja dan mengambil sebuah map folder yang mencuri perhatiannya. Kemudian, dia membukanya. Mario berdecak kagum melihat beberapa lembar kertas hasil karya istrinya itu. "Wow, bagus-bagus banget desain kamu, Yang! Bangga sama kamu." Meisya tersenyum senang saat kembali mendapat pujian tulus dari suaminya itu. Dia jadi ingat, belum menceritakan keinginannya pada Mario. Apa suaminya itu akan mendukungnya? Sepertinya sekarang adalah waktu yang tepat bagi Meisya untuk membicarakannya. Kala itu, dia sudah akan membicarakan hal ini pada Mario, namun tiba-tiba saja ada yang mengganggu hubungan rumah tangga mereka. Meisya jadi mengurungkan niatnya seketika. "Kak?" panggil Meisya kepada Mario yang masih sibuk melihat beberapa kertas yang ada di dalam map. Cukup banyak memang, mungkin ada sekitar 20-an. Untuk satu desain kadang Meisya bisa mengerjakan dalam waktu beberapa hari, tergantung mood dan kalau ada waktu senggang. Karena ada beberapa hal yang menjadi prioritasnya. "Hmmm?" Meisya menggigit bibirnya, tampak agak ragu untuk mengatakannya. Khawatir suaminya tidak menyetujui keinginannya. Padahal, Meisya sangat ingin mewujudkannya. "Kalau aku buka butik, gimana?" Mario sontak menoleh. Meisya kembali melanjutkan kalimatnya. "Aku ingin menjual pakaian dari hasil karyaku sendiri. Gimana menurut kamu?" "Kamu mau berhenti kuliah?" "Bukan!" jawab Meisya cepat. Bukan karena dorongan mertuanya saja, Meisya sendiri pun juga ingin menjadi seorang sarjana. Salah satu keinginan orang tuanya juga. "Terus?" Meisya meraih tangan suaminya yang tengah berdiri di depannya itu dengan muka memelas. "Boleh ya, Kak? Aku pengen punya usaha sendiri." "Uang yang aku kasih emang kurang?" Meisya menggeleng cepat. "Nggak sama sekali. Malah lebih dari cukup." Mario berpikir sejenak, lalu mengangguk kepala. "Boleh. Asal kamu nggak kewalahan aja, bisa bagi waktu. Kamu itu kan masih kuliah, lalu ngurusin aku dan Adya juga. Aku nggak mau kamu kecapean, Sayang... " "Aku pasti akan bagi waktu dengan baik." "Ya udah kalau gitu. Terus kamu rencananya mau buka di mana? Udah dapat tempatnya?" "Ada beberapa ruko yang baru aku lihat-lihat aja di internet. Aku masih bingung mau yang mananya." "Biar aku aja yang ngurus kalau gitu. Aku tanyain teman-temanku. Kali ada yang punya rekomendasi tempat yang bagus." "Tapi jangan yang mahal ya, Kak. Yang biasa aja. Soalnya uangku nggak cukup banyak. Aku juga butuh buat belanja buat isi rukonya nanti dan bahan pakaiannya." Kalau untuk jahitan bajunya, untuk sementara Meisya akan menggunakan jasa orang lain. Walau Meisya beberapa kali belajar menjahit dengan ibunya, namun dia belum terlalu mahir. Mario mengernyit. "Kamu punya banyak uang untuk itu?" "Iya, selama ini aku suka sisihin uang yang kamu kasih buat tabungan." Mario semakin bangga memiliki istri seperti Meisya. Istrinya pandai dalam mengelola keuangan, tidak boros. Ada kalanya, seorang istri akan membeli apa saja apabila mendapatkan banyak uang dari suami. Berbeda dengan Meisya, dia tidak melakukan hal itu. Bukan berarti Meisya sama sekali tidak pernah membeli barang bermerek, namun dia tidak selalu mengikuti hawa nafsu. Menurutnya, kalau tidak terlalu penting, dia tidak akan membeli suatu barang. Mario membelai rambut istrinya itu. "Kamu simpen aja uangnya buat kamu nanti. Yang untuk buka usaha butik, biar semuanya aku yang tanggung." "Tapi-- " "Nggak ada tapi-tapian, Sayang. Anggep aja aku lagi nyenengin istri sendiri." Meisya tak menyangka bahwa suaminya mendukung penuh keinginannya. Dia bangkit berdiri dan mencium kilat pipi Mario. "Terima kasih, Sayang." Mario mematung dengan mata membola. Ini adalah pertama kalinya Meisya menciumnya lebih dulu, tentu saja Mario terkejut. Dan juga, Meisya memanggilnya dengan sebutan, 'sayang?' Mario tidak salah dengar, bukan? *** "Ada info apa?" tanya Mario pada seorang lelaki yang duduk di depannya. "Masih ada aja yang gangguin kakak ipar," jawab lelaki itu yang tak lain merupakan sepupu jauh dari Mario. Dia kuliah di kampus yang sama dengan Meisya. Satu fakultas, namun beda jurusan. dan Mario meminta lelaki itu untuk mengawasi Meisya di kampus. Bukannya Mario tak percaya dengan sang istri. Mario yakin sekali dengan kesetiaan Meisya. Namun, tidak dengan para lelaki di luar sana yang suka menatap istrinya dengan tatapan memuja. Mario hanya takut Meisya menjadi korban obsesi seseorang. Mario bergidik ngeri membayangkannya. Saat ini, ada saja orang yang malah lebih tertarik kepada seseorang yang telah memiliki suami/istri. "Siapa? Cowok tengil yang satu kelas dengan Meisya itu?" Lelaki bernama Irfan itu mengangguk. "Bukannya kata lo dia selalu dijutekin atau dicuekin sama istri gue?" "Iya, Bang. Tapi dia kayaknya nggak kapok. Dia juga udah tahu kalau Meisya udah menikah." Rahang Mario mengeras. "Beraninya dia cara masalah sama istri orang." Padahal, Mario sudah meminta sepupunya itu untuk menyebarkan info di kampus jika seorang Meisya yang fotonya pernah dipajang di akun lambe kampus--telah menikah. Memang banyak yang patah hati ketika mengetahui berita tersebut, namun masih ada saja yang nekat ingin mendekati Meisya salah satunya lelaki itu. Mario tidak habis pikir dengan lelaki itu, apa tidak ada perempuan lajang lain yang lebih menarik dari pada istri orang? "Siapa nama cowok itu?" "Rio, Bang." Mario mendengus sebal. Kenapa nama lelaki itu sama dengannya? "Cari tahu tentang keluarganya!" "Siap." Mario tentunya tidak akan diam saja ketika ada yang mengusik miliknya. Mario akan memberikan peringatan kepada lelaki itu. Namun, apabila nantinya setelah diberi peringatan tapi tetap mendekati istrinya, Mario akan menghancurkan lelaki itu. Mario tersenyum miring. Lo berurusan dengan orang yang salah, b*****t! *** Meisya menyipitkan matanya untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah. Ragu, Meisya mendekati orang itu dan kemudian tersenyum tipis ketika yakin bahwa orang yang sedang menundukkan kepala dengan memegang sebuah ponsel di tangannya itu adalah seseorang yang sangat dikenalinya dengan baik. "Shaka?" Orang yang dipanggilnya itu sontak menoleh dan tampak terkejut. "Meisya?" "Beneran kamu ternyata." Meisya tertawa kecil. "Nggak nyangka ketemu kamu lagi. Kamu ngapain di sini?" "Aku kuliah di sini." "Maksudnya? Kamu pindah kuliah ke sini?" Meisya yang sudah lama tidak berkomunikasi dengan Shaka. Dulu, dia malah sempat memblokir nomor lelaki itu karena sengaja ingin menghindarinya. Papa Arshaka tidak setuju Meisya menjalin hubungan dengan anaknya. Maka dari itu, Meisya sadar diri. Dia mundur dari Arshaka, padahal waktu itu dia telah menerima tawaran Shaka yang mau menikahinya--bertanggung jawab atas bayi yang dikandung Meisya walau bukan merupakan darah dagingnya. Meisya tidak ingin menikah dengan seseorang tanpa restu orang tua. Karena, pernikahan itu bukan hanya hubungan antara kedua orang yang menikah saja. Tapi juga menggabungkan dua keluarga menjadi satu. Orang tua pasangan, akan menjadi orang tua kita juga nantinya. Begitu juga sebaliknya. Apabila salah satu keluarga ada yang tidak meridhoi, takutnya akan menjadi bencana dalam berumah tangga. Mungkin karena telah ditakdirkan berjodoh dengan Mario, tak peduli berapa pun rintangan yang datang menerpa, mereka akhirnya bisa bersama. Padahal Mario pernah menolak Meisya dengan tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan perempuan itu. Hingga Meisya sendiri yang mulai menjauhi ayah biologis dari janin yang dikandungnya saat itu. Namun, yang namanya jodoh, siapa yang bisa menebak? "Kuliah di sini? Lagi skripsi dong!" "Ya gitu deh!" Shaka menatap Meisya lekat, tak ada yang berubah dari penampilan perempuan dihadapannya ini, malah semakin cantik. "Kamu... kuliah di sini juga?" Meisya mengangguk cepat. "Iya, aku lanjutin kuliah lagi, Ka. Walau udah jadi seorang ibu, aku tetap ingin berpendidikan tinggi." Shaka manggut-manggut. Udah beberapa bulan Meisya berada di kampus ini, Shaka baru melihat perempuan itu hari ini. Mungkin karena sudah semester akhir, Shaka hanya sesekali saja datang ke kampus untuk bimbingan, sekalian menjemput seseorang yang juga kuliah di kampus ini. Biasanya, Shaka menunggu seseorang itu di depan parkiran FEB. Namun, kali ini Shaka memilih untuk menunggu di depan gerbang kampus. Sedang malas untuk masuk ke dalam karena banyak perempuan di FEB sana yang sering histeris ketika melihatnya. Terakhir kali, Shaka melihat Meisya ketika perempuan itu baru saja melahirkan di rumah sakit. Sudah setahun lebih rasanya. Shaka masih merasakan jantungnya yang berdebar berada di dekat Meisya. Apa rasa itu masih ada? Shaka menggeleng cepat. Ingat kalau Meisya udah jadi istri orang, Ka! Tapi yang namanya cinta pertama, sulit dilupakan bukan? Shaka bertahun-tahun mencintai Meisya. Bahkan, saat Meisya berada dalam titik terendah di dalam hidupnya, Shaka maju untuk menggenggam tangannya. Hingga berniat menikahi Meisya yang dihamili oleh lelaki lain. "Kamu mau pulang, Sya? Mau aku anter nggak?" Tiba-tiba saja kata-kata itu keluar dari mulut Shaka. "Dia pulang sama gue, suaminya." Shaka terkejut mendapati Mario yang berdiri tak jauh dari mereka. Meisya sendiri juga terkejut. Dia tidak tahu kalau Mario menjemputnya hari ini. Meisya baru saja ingin memesan ojek online. Mario merangkul pinggan Meisya posesif. Shaka menggaruk tengkuknya. "Sorry, gue kirain dia nggak dijemput." Mario tersenyum sinis. Dari dulu hingga saat ini, dia masih menganggap Shaka adalah orang paling berbahaya bagi hubungannya dengan Meisya. Karena Mario tahu seberapa besar rasa cinta dan pengorbanan lelaki itu untuk Meisya, sebelum dia dan Meisya menikah. "Nggak usah modus lo! Inget, Meisya istri gue sekarang." "Gue nggak modus. Kan gue cuma tawarin doang." Mario mendengus. "Nggak usah ngeles. Ngaku aja kalau lo belum move on dari istri gue. Iya, 'kan?" "Kak!" Meisya menggenggam erat tangan Mario. Jangan sampai ada keributan di sini. Meisya heran, kenapa Shaka dan Mario setiap kali bertemu tidak pernah akur? "Udah, Kak. Ayo kita pulang sekarang." Meisya menarik tangan Mario. "Ka, aku pulang duluan, ya!" pamitnya pada Arshaka. "Ngapain pake pamit segala, sih?" dengus Mario tidak suka. Meisya menghela napasnya. Serba salah memang menghadapi orang yang tengah cemburu. "Awas aja lo kalau berani dekatin istri gue lagi!" seru Mario pada Arshaka sebelum menjauh dari tempat itu. Mario uring-uringan di jalan menuju minimarket yang berada di samping kampus, tempatnya memarkirkan mobil. Sedangkan Arshaka, dia terus menatap punggung kedua insan yang perlahan mulai menjauh itu. Seulas senyuman mengembang dibibirnya. Dia memang pantes untuk kamu, Sya. Aku rasa cintanya padamu lebih besar dari pada yang aku punya dulu. "Ayang bebeb, lagi lihatin siapa?" Senyum Shaka luntur seketika mendengar suara cempreng di dekatnya. Shaka mendengus. Dia kembali memasang muka datarnya seperti biasa ketika bersama perempuan yang bernama Cynthia itu. "Pulang!" serunya dengan muka datar--mengabaikan pertanyaan perempuan itu. "Issh, itu muka datar amat kayak triplek! Untung aja ganteng dan gue udah terlanjur sayang." *** "Ngapain cowok gagal move on itu di sana tadi? Dia mau dekatin kamu lagi?" tanya Mario ketika mereka sudah berada di dalam mobil. "Enggak. Masa iya, dia dekatin aku yang udah punya suami gini. Mana mungkin?" "Ya, bisa aja. Dia 'kan dulu pengen banget kamu jadi istrinya. Sok pahlawan banget mau jadi ayah dari anak yang kamu kandung. Enak aja!" "Itu 'kan dulu, Kak." "Kamu nggak lihat gimana tatapan matanya tadi sama kamu? Dari jauh, aku udah bisa ngeliat. Dia natap kamu itu dengan tatapan memuja." Mario tak memberitahu Meisya jika dia menjemput istrinya itu hari ini. Karena tadinya dia ada rencana meeting dengan klien, namun ditunda menjadi minggu depan. Sudah terlanjur berada di luar kantor, Mario sekalian saja menjemput Meisya. Sekaligus, ingin memastikan jika sang istri tidak diusik oleh lelaki bernama Rio tersebut. Namun, yang dilihatnya hari ini berbicara dengan Meisya bukan lah Rio. Melainkan seseorang yang pernah dekat dengan Meisya pada masa lalu. Yang dulu pernah membuat Mario takut Meisya tak menerimanya karena lelaki itu. "Perasaan kamu aja. Dia biasa aja kok, sama aku." "Hmmm. Awas aja dia kalau berani macem-macem. Aku bakal kasih dia pelajaran." Meisya mencibir. "Kamu lupa kalau pernah kalah adu jotos sama dia?" tanya Meisya meledek. "Itu aku sengaja aja mengalah, biar kamu kasihan sama aku," ujar Mario mengelak. "Eh, kamu malah lebih peduliin dia yang lukanya nggak seberapa." "Habisnya kamu nyebelin waktu itu. Aku kesel!" "Ego aku masih tinggi waktu itu, Yang. Belum sadar kalau aku tuh sebenarnya udah jatuh cinta sama kamu. Aku cemburu ngeliat gimana perhatian dan pedulinya Shaka sama kamu, sedangkan aku terlalu gengsi untuk begitu ke kamu." "Dan sebelum kejadian adu jontos hari itu, malamnya aku dengar semua pembicaraan kalian di depan kos kamu. Lalu... kalian berpelukan. Hatiku aku rasanya perih ngeliat itu, Sya." Meisya meraih sebelah tangan Mario dan menggenggamnya. "Udah, nggak usah dibahas lagi. Yang penting sekarang aku udah jadi milik kamu, 'kan?" Mario membawa genggaman tangan mereka mendekati wajahnya, lalu mencium punggung tangan Meisya. "Kamu milik aku selamanya, Sya. Nggak akan ada satu orang pun yang bisa ngerebut kamu dari aku." "Iya, Sayang. Iya... " Duh, Mario jadi meleleh hanya karena mendengar kata manis dari Meisya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD