Meledakkan Dapur Orang

1530 Words
Kian sedang bercakap dengan seseorang via telepon. Tadinya Kian kesal karena orang itu menelepon di tengah malam. Menghancurkan konsentrasinya bermain game saja. Ia jadi kurang khusyuk, terancam kalah dalam duel. Tapi Kian tidak jadi marah setelah tahu siapa yang menelepon. Jelek - jelek begitu, Dion tetaplah kakaknya. Kakak yang sedang sangat Kian rindukan.       "Jadi sekarang lo tinggal sama dia?"       "Hooh."        "Gue beneran kaget pas Ayah ngasih tahu gue tentang itu. Gue pikir Ayah lagi ngelindur," cerocos Dion. "Tapi lo jangan repotin Mas Lintang!"       Kian terkekeh. "Si Lintang kayaknya malah seneng, tuh, gue repotin!"        "Lintang? Heh, Bocah, lo boleh manggil gue tanpa embel - embel Mas. Tapi jangan kayak gitu ke Mas Lintang juga! Nggak sopan!"        "Apaan, sih? Kalem aja, lah! Lintangnya nggak masalah. Malah lo yang protes."         "Yakin dia nggak masalah? Kelihatan luarnya diem, tapi nggak ada yang tahu isi hati orang, lho! Kalo dia tersinggung, kan jadi nggak enak!"       "Nggak, Yon. Lintang itu bukan kakak ribet macem lo. Dia baik, perhatian, enak diajak ngobrol. Nggak nyablak kayak lo!"        "Dasar, Syaiton!" Dion kesal luar biasa pada Kian. Tapi ia juga penasaran pada Lintang. "Dia ... baik banget ternyata, ya. Kasihan. Padahal dari apa yang gue tangkep dari cerita lo tadi, hidupnya miris. Dia kayaknya belum pernah bahagia sejak lahir."        "Ya gitu, deh. Makanya sekarang gue tambah kesel sama Ayah."       Dion memilih untuk tidak menanggappi pernyataan adiknya barusan. Well, ia juga kesal dengan sang Ayah. Tapi seberapa buruk pun lelaki itu, ia tetap lah Ayah mereka.       Dion melanjutkan obrolannya dan Kian, dengan topik yang berbeda. "Ngomong - ngomong, secara fisik, Mas Lintang itu kayak gimana?" Dion terkikik sebelum meneruskan pertanyaannya. "Siapa yang paling ganteng di antara kita bertiga?"        "Si Lintang ... lumayan. Tapi kalo urusan siapa yang paling ganteng di antara kita bertiga ... siapa, ya?" Kian berpikir cukup lama. "Nggak tahu, deh. Pusing gue. Yang jelas bukan lo, Yon!" Kian tertawa terbahak - bahak.       Dion sudah ingin menangis rasanya. Ya Tuhan, kenapa dari sekian banyak macam adik di dunia ini, harus Kian - lah yang menjadi adiknya? Kenapa, Tuhan?       "Terserah lo aja deh, Yan. Puas - puasin ketawa di atas penderitaan orang lain. Puas - puasin juga disiksa di akhirat nanti, karena menghina salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna." Dion tiba - tiba mendapatkan ilham untuk membalas perkataan sang Adik. "Mungkin gue emang bukan yang terganteng di antara kita bertiga. Tapi gue tahu siapa yang paling jelek. Lo, Yan, lo!"       "Weis, bales dendam dia. Itu mana mungkin, sih, Yon? Dilihat dari mana - mana, gue tuh ganteng. Semua orang mengakui. Dan lo, otomatis juga harus mengakui dong!"       "Bukannya nggak mau mengakui, tapi faktanya, gue emang lebih ganteng dari lo. Asal lo tahu aja, di sini para bule sering bilang gue gorgeous. Cewek - cewek suka senyam - senyum sendiri tiap gue lewat," sombong Dion.       "Halah, dibilang gorgeous aja sebegitu bangganya. Mereka senyam - senyum sendiri tiap lo lewat, itu karena tampang lo aneh. Bukan karena lo ganteng. Camkan itu baik - baik!"       "Jangan bilang lo sirik!"       "Siapa juga yang sirik?" Kian mengelus - elus perutnya. "Eh, Yon, sebenarnya sekarang gue lagi laper banget. Gue belum makan apa - apa. Cuman makan bubur sum - sum doang tadi pagi!"       "Lhah, kok bisa? Katanya Mas Lintang baik, ya kali dia nggak ngasih lo makan?"       "Dia selalu ngasih gue makan tepat waktu. Tiap pagi dia selalu nyiapin sarapan sendiri karena gue selalu bangun kesiangan, tiap gue pulang sekolah, selalu tersedia makan siang di meja makan. Dan Lintang selalu ngajak gue makan malem bareng," jelas Kian. "Tapi sayang, hari ini dia belum pulang kuliah. Gue jadi terlantar!"        "Astaga! Apa kudu nunggu Mas Lintang buat makan doang? Ayolah, Yan, lo udah gede pakek banget sekarang. Siapin makan sendiri sana! Ntar kalo lo sakit gara-gara telat makan, Mas Lintang juga yang repot!"        "Tapi, kan, gue nggak bisa masak!"        "Delivery, lah!"        "Nggak ada duit. Ayah belum ngirimin. Saldo gue tinggal saldo mengendap."        "Duh, ribet bener hidup lo. Ya udah, bikin mie instan sama telur ceplok aja, gitu! Ya kali bikin gituan doang nggak bisa?"       "Iya, deh, iya. Gue bikin! Gue tutup teleponnya!"       "Yoi! Tapi inget, jangan ledakin dapur orang!"       "Tenang, dapur Lintang nggak bakal meledak. Yang ada, sekarang juga gue bakal ngirim orang via deep web, buat ledakin apartemen lo di sana!" Kian mengakhiri telepon secara sepihak. Kian tersenyum miring. Ia tadi masih sempat mendengar Dion mengumpat padanya. Saat ini Dion pasti sedang kesal setengah mati.        Itu tadi adalah obrolan pertama kakak beradik itu semenjak Dion berangkat ke Amerika. Jika saja Kian tidak menonaktifkan handphone - nya selama liburan. Mau bagaimana lagi, Kian sedang tak ingin diganggu oleh siapa pun. Terutama oleh Ayahnya.        Perut Kian baru saja berbunyi lagi. Kian segera keluar dari kamar, menuruni tangga, menuju ke dapur.       Suasana sangat gelap. Tentu saja karena semua lampu belum dinyalakan. Bukannya Kian tidak mau menyalakan, namun ia tak terbiasa melakukan itu semua. Saat di rumah dulu, semua aktivitas dilakukan oleh para asisten. Dan di rumah ini, semua dilakukan oleh Lintang dan Pak Joe, juga seorang asisten yang disewa untuk membersihkan rumah setiap tiga hari sekali.       Kian menyalakan beberapa lampu yang diperlukan, termasuk lampu di dapur ini tentu saja. Kian mengambil sebuah Teflon untuk menggoreng telur, dan sebuah panci untuk merebus mie instan.        Baru juga Kian meletakkan panci berisi air ke atas kompor, sebuah suara terdengar. Seperti suara rintihan tertahan. Buku kuduk Kian berdiri. Sama sekali tak ada orang di rumah, jadi itu suara siapa?       Kian menghentikan aktivitasnya. Ia mengendap keluar dari dapur, menengok ke kanan dan kiri. Sepi, tidak ada orang. Kian ingin berpikir positif. Mungkin suara seseorang yang sedang merintih tadi, hanya perasaannya saja.       Kian hendak berbalik dan melanjutkan aktivitas, tapi suara rintihan itu terdengar lagi. Kali ini malah disertai dengan suara napas yang tercekat. Tak salah lagi, suara itu memang benar - benar ada. Bukan sekadar perasaan Kian saja.       Kian berusaha meredam rasa takutnya. Ia harus berusaha mencari dari mana arah suara itu berasal. Iya jika suara itu berasal dari hantu atau makhluk tak kasat mata lain. Bagaimana kalau itu berasal dari orang jahat yang berniat membobol rumah Lintang ini?       Satu per satu ruang di sekitar area dapur Kian sambangi. Ia membuka semua pintu untuk melihat, dan memastikan semuanya. Hingga Kian sampai di kamar mandi yang berada di bawah tangga. Suara itu kembali terdengar baru saja. Sekarang Kian yakin, dari situlah suara berasal.        Kian berjalan mendekat. Ia ragu - ragu, namun tangannya tetap mengulur, menyentuh knop pintu. Sensasi dingin menyambut indra peraba anak laki - laki itu.        Pintu tidak dikunci, bagus lah.       Begitu Kian membukanya, ia terbelalak. Meskipun lampu dalam kamar mandi ini tak menyala, Kian bisa melihat siapa orang itu dengan bantuan bias cahaya dari luar. Seseorang itu sedang duduk diam di atas toilet.       Jauh dari dugaannya, seseorang yang sedang berada di sana, bukan lah makhluk halus, bukan juga orang jahat. Melainkan pemilik dari rumah ini, Lintang.       Sejak kapan Lintang pulang? Kenapa Kian tidak tahu?        Tapi Kian lega bahwa dugaannya tadi tidak benar. Namun kekhawatiran Kian beralih. Lintang terlihat tak seperti biasanya. Pemuda itu terlihat ....       Kian mengenyit. "T - Tang!" seru Kian lirih.       Lintang mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk. Seluruh tubuhnya terlihat bergetar, seperti sedang menahan sakit. Benar, saat Kian akhirnya bisa melihat wajah sang Kakak yang menyiratkan kesakitan itu.        Kian segera menyalakan lampu. Kini Kian bisa melihat rona Lintang yang pucat.        ~~~~~ TM: Roll Egg - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~        Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD