Jiwanya Terlalu Terguncang

1191 Words
Kian segera memeluk Ibunya. Ia tidak menangis. Ia hanya ingin menyalurkan kekuatan untuk Ibu. Berbeda dengan Dion yang sudah beberapa kali menghapus air matanya. Sementara Ayah baru saja melangkah keluar dari kamar untuk menenangkan dirinya sendiri.        Keesokan harinya setelah pemakaman selesai. Rumah sudah mulai sepi dari pelayat yang datang, hanya tersisa kerabat dekat dan para saudara.        Sepulang dari pemakaman, Kian segera meloloskan diri ke Gazebo di dekat kolam renang, diikuti oleh Dion. Kian bingung harus bagaimana. Apa ia harus marah pada Tuhan karena sudah mengambil Ibu?        Tapi ia sadar, bahwa semua yang hidup, pasti akan merasakan mati. Hanya tinggal menunggu waktu masing - masing. Dan Ibu sudah menemui waktunya.         Ibu sudah lama sekali sakit. Jadi, memang mungkin ini yang terbaik. Tuhan sudah membebaskan Ibu dari rasa sakitnya.        Lalu apa Kian harus bersyukur? Bersyukur karena ibunya meninggal?        Juga tentang kenyataan itu. Tentang fakta bahwa ternyata mereka mempunyai seorang kakak. Semuanya berkecamuk menjadi satu di otak Kian.         Kian menghela napasnya panjang. Dion meraih pundak adiknya. Kian menatap wajah kekanakan kakaknya. Mereka kemudian saling melempar senyuman hambar.         ~~~~~ TM : Roll Egg - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~          Dion membatalkan kuliahnya di Universitas Colombia . Keputusan Dion yang sungguh kekanakkan dan memuakkan, membuat Kian benar - benar marah.        Masih teringat jelas dalam pikiran Kian. Dion selalu semangat dan giat belajar demi mewujudkan cita - citanya menjadi salah satu mahasiswa di Colombia. Dion juga selalu merengek padanya untuk diajari Matematika.         Tapi sekarang apa? Semudah itu kah Dion memutuskan?        "Tuh, kan, dia marah! Ayah udah nasihatin kamu, Yon!" suara omelan Ayah terdengar sampai kamar Kian.        "Tapi, Yah... semua ini demi Kian juga. Kalo Dion pergi, dia sama siapa di rumah? Sementara Ayah selalu sibuk kerja," jawab Dion dengan segenap kepolosannya, yang tak sengaja menyinggung perasaan Ayah.       Ayah mengangguk beberapa kali, berusaha memaklumi. Ia kemudian memegangi kedua pundak putranya. "Adikmu itu udah besar. Dia sangat mandiri sejak kecil, kamu tahu itu, kan?         "Mungkin saat ini kamu sedang suntuk, sehingga memutuskan sesuatu yang tidak - tidak. Sana, mainlah keluar! Biar pikiran kamu fresh dan nggak buntu!" Ayah menepuk pundak Dion, kemudian melenggang pergi dari sana.        Jemari Dion hampir menyentuh pintu kamar Kian. Niatnya ingin mengetuk pintu kamar adiknya sekali lagi. Tapi karena keraguan yang mendera, niat itu ia urungkan.         Mungkin Ayah benar. Ia butuh refreshing.         Dion hendak melangkahkan kakinya dari sana. Tapi ....         "Tunggu!" sebuah suara menghentikan langkah Dion.        "Yan!"        "Dengarin gue baik - baik, karena gue nggak bakal ngulangin lagi," ucapnya dengan cepat dan tegas. "Gue ngerti maksud baik lo di balik keputusan bego itu. But, please, itu mimpi lo!        "Mungkin sekarang lo masih dengan senang hati berkorban demi gue. Tapi gimana dengan nanti? Gue yakin lo bakal nyeselin semuanya. Lo pengen gue ngerasa bersalah, gitu?         "Apa lo juga lupa, gimana senengnya Ibu pas tahu lo diterima. Apa lo nggak mikirin gimana perasaannya? Ibu pasti bakal sedih banget!"        Dion menunduk dengan segudang rasa bersalahnya. Jujur, ia tidak berpikir sejauh itu. Benar kata Kian. Ibu pasti akan sedih dengan keputusannya ini.        "Apa gue perlu ikut lo ke Amerika, supaya lo bisa mastiin bahwa gue baik - baik aja selama 24 / 7?" Kian masih melanjutkan uneg - unegnya.        Dion masih diam menunduk. Ia sedang berusaha keras untuk tidak menangis. Kali ini saja, ia setuju dengan kata orang, bahwa Kian lebih cocok menjadi kakaknya.        "Jangan pasang muka begitu! Gue jadi ngerasa bersalah nih!" ucap Kian lagi. Ia sebenarnya ingin tertawa melihat Dion yang diam - diam menghapus air matanya. Tapi ia mengurungkan niatnya, dan lanjut bicara.         "Gue akan nemuin kakak kita.".        Seketika kepala Dion terangkat. Entah hilang kemana semua sesak yang memenuhi dadanya. Tergantikan oleh sebuah keterkejutan yang luar biasa besar.         Bahkan Dion hampir tak pernah membahas masalah ini. Masalah Kakak mereka yang bernama Lintang itu.        Jangankan Dion, Ayah pun urung membicarakannya karena mereka semua masih dalam suasana berkabung. Tapi ternyata Kian malah sudah memutuskan sejauh ini.        Jangan - jangan ada yang tidak beres dengannya. Apa jiwanya terlalu terguncang?        ~~~~~ TM : Roll Egg - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~       Kian akhirnya sampai di pelataran rumah minimalis itu. Ia disambut oleh seseorang berseragam mirip butler. Kian agak terkejut dengan keberadaan orang itu. Apa kakaknya -- si Lintang itu -- sebegitu istimewanya, sampai memiliki butler segala? Pasti Ayah sangat sayang pada Lintang, sampai - sampai ia diperlakukan segininya.        Rumah ini tak terlalu besar. Tapi gaya arsitekturnya sangat modern. Jauh dari kesan klasik, seperti rumah yang selama ini ia tempati bersama Ayah, almarhumah Ibu dan Dion.        Sampai di teras, Kian melihat seorang laki - laki yang tak lebih tinggi darinya, tapi tidak sependek Dion. Ia tersenyum hangat pada Kian.        Kian bisa melihat sebuah lesung pipit di sudut bibir sebelah kirinya. Sayang, Kian sama sekali tak membalasa senyumnya. Bukan karena apa - apa, ia hanya merasa canggung.         "Selamat datang!" sambut laki - laki itu. Dari nada bicaranya, sepertinya ia orang yang periang dan ramah.        "Apa anda...." Kian sengaja tak meneruskan kata - katanya. Berharap sang Lawan Bicara mengerti dengan sendirinya.       "Iya. Aku Lintang," jawab laki - laki itu, masih dengan senyumnya.        Kian mengangguk mengerti. Ia bersyukur karena ternyata Lintang adalah orang yang peka. Lintang mengerti meskipun Kian tak meneruskan kata - katanya sekalipun. Lintang mengerti dengan kecanggungan yang dirasakan oleh Kian sekarang.        ~~~~~ TM : Roll Egg - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~       Masya Allah Tabarakallah.        Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.         Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.   Mereka adalah:          1. LUA Lounge [ Komplit ]                   2. Behind That Face [ Komplit ]              3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]              4. The Gone Twin [ Komplit ]         5. My Sick Partner [ Komplit ]        6. Tokyo Banana [ Komplit ]                7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]         8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]          9. Asmara Samara [ Komplit ]        10. Murmuring [ On - Going ]        11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]        12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]        13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]        14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]         Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.       Cukup 1 kali aja ya pencetnya.    Terima kasih. Selamat membaca.         -- T B C --          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD