Saat menuju ke restoran tempat bertemunya Moza dengan Andra, berkali-kali Moza mendesah kesal. Ia bingung dengan kekonyolan yang terjadi belakangan ini. Job-nya sepi lalu secara ajaib dirinya merasa diajak terbang tinggi saat mendapatkan tawaran untuk bermain film karya penulis Jofa, penulis terkenal yang setiap film-nya seolah punya jaminan untuk masuk jajaran box office. Orang gila mana yang mau menolaknya coba?
Hanya saja, setelah diajak terbang tinggi se-tinggi-tingginya, Moza langsung merasa dijatuhkan begitu saja. Gubrak! Bagaimana tidak, lawan mainnya adalah Andra Dirgantara, duda tampan yang merupakan kakak iparnya sejak dua tahun lalu. Sialnya, sepuluh tahun yang lalu Moza dan Andra pernah menjalin hubungan. Dalam kata lain, mereka dulunya sepasang kekasih.
Moza masih ingat jelas mereka berpisah bukan dengan cara baik-baik. Tangannya mengepal, jantungnya berdetak kencang saat kenangan buruk akan perpisahan mereka kembali mampir.
Saat itu, Andra melamarnya padahal ia baru berusia 19 tahun. Ya, baru 19 tahun! Gila, kan? Moza tahu sepuluh tahun yang lalu menikah muda adalah hal lumrah. Bahkan, saat ini pun peminat menikah muda masih ada. Tidak ada larangan bagi siapa pun untuk menikah di usia tersebut jika memang bersedia dan merasa sudah siap.
Namun, Moza bukan yang punya keinginan semacam itu. Bukannya apa-apa, Moza merasa hidupnya masih panjang. Bahkan, sepuluh tahun yang lalu itu kariernya di dunia keartisan baru saja dimulai.
Tentu saja Moza menolak ide Andra. Pertengkaran mereka semakin panas hingga akhirnya Andra mengancam bahwa pria itu akan menghancurkan karier Moza.
Moza memijit pelipisnya cukup keras, wajah Andra yang pongah campur m***m kembali terbayang. Seperti film yang diputar….
“Jadi, kamu mau kita putus aja?”
“Syukurlah kalau Mas Andra paham.”
Padahal kalau tidak ada ajakan untuk menikah, hubungan mereka masih baik-baik saja. Sungguh, Moza saja tidak menyangka kalau hubungan mereka akan berakhir.
“Oke, kita putus!” Andra semakin marah, bahkan sebenarnya ia tidak terima dengan keputusan Moza. “Mari jangan pernah bertemu lagi. Mari jangan pernah saling bicara lagi. Beberapa detik yang lalu aku cinta sama kamu, tapi sekarang berubah jadi benci.”
Moza kemudian bersiap untuk meninggalkan unit apartemen yang Andra tempati. “Berarti ini terakhir kalinya kita bertemu dan bicara. Aku nggak akan datang ke sini lagi,” ucap wanita itu sambil meraih tasnya.
“Kamu yakin karier kamu bakalan bertahan lama?”
“Ya,” jawab Moza tanpa keraguan.
“Bagaimana kalau aku iseng ingin menghancurkannya? Hmm, pasti seru. Padahal nama kamu sedang naik daun.”
“Maksud Mas Andra … mau menghancurkan karier aku sebagai aktris?”
“Ya. Jangan lupa, aku sangat mengenalmu dan sangat tahu aib kamu. Citra bagus yang selama ini kamu bangun, bisa aku rusak dengan mudahnya.”
“Mas Andra mengancamku?”
“Memangnya kamu merasa terancam?”
“Aku pulang.” Moza berkata sambil berjalan menuju pintu keluar, tanpa mau menanggapi ancaman yang Andra lontarkan. Ancaman yang Moza sendiri tak tahu aib apa yang Andra maksud.
“Video saat kamu ganti baju di kamarku … lumayan juga,” ucap Andra yang membuat Moza mengurungkan niatnya untuk membuka pintu. Andra masih ingat setiap detail lekuk tubuh Moza yang sangat menggoda, tipe-tipe tubuh yang belum pernah terjamah pria.
“Bahkan saat mengingatnya begini, milikku langsung berdiri. Mau lihat?” tambah Andra dengan gelagat mesumnya.
Moza kembali memutar tubuhnya.
Wanita itu berusaha tenang. “Mas Andra pernah merekamku secara ilegal?”
Andra tersenyum sambil mengeluarkan ponselnya. “Aku tadinya iseng-iseng merekam. Mana aku tahu kamu bakalan sekalian ganti baju? Rezeki, kan, nggak boleh ditolak.”
“Aargh!!! Seharusnya Mas Andra menghapusnya!”
“Enggak akan, aku akan menyimpannya sebagai kenang-kenangan atau mungkin menyebarkannya kalau aku mau, kecuali….”
“Kecuali apa?! Mas, tolong jangan seperti itu.”
“Menikahlah denganku dan video ini nggak akan tersebar.”
“Haruskah aku lapor polisi?”
“Laporlah. Lakukan sesukamu, Sayang.”
“Mas….” Moza menahan tangisnya.
“Jangan menangis, Sayang. Kamu bahkan nggak menangis saat hubungan kita resmi berakhir.”
“Ini keterlaluan, Mas. Aku baru tahu ternyata Mas Andra se-jahat ini.”
“Kamu yang lebih keterlaluan.”
“Terus Mas Andra beneran bakal nyebarin video itu?”
“Menurutmu?”
“Mas Andra tolong, selain menikah … apa yang harus aku lakukan?”
“Bagus. Seharusnya dari tadi kamu mulai negosiasi ini.”
“Mas Andra mau apa?”
“Sebagai tanda perpisahan … berikan keperawananmu untukku.”
“Apa?!”
“Lepas pakaianmu sekarang dan layani aku. Setelah ini, aku nggak akan memaksamu menikah muda lagi. Video kamu juga bakalan aku hapus permanen. Ini akan menjadi perpisahan yang berkesan bagi kita berdua.”
---
“Selamat sore Nona Moza Karenina….”
Spontan, Moza tersadar dari lamunannya.
“Mari saya antar ke ruangan di mana Tuan Andra sudah menunggu,” tambah seorang wanita yang Moza yakini staf di restoran mewah tempat dirinya akan ketemuan dengan Andra.
Ah, bisa-bisanya Moza melamun pada saat-saat seperti ini!
Semenjak diberi tahu bahwa dirinya akan beradu akting dengan Andra, tak bisa dimungkiri kalau Moza jadi lebih banyak melamun. Jujur, setelah sepuluh tahun berlalu, Moza tidak pernah bertemu Andra sekalipun pria itu kini menjadi kakak iparnya.
Selama dua tahun menjadi kakak iparnya, Andra tidak pernah hadir dalam pertemuan keluarga. Bahkan, saat pernikahan ibu Andra dengan papa Joe, Andra sama sekali tak datang. Hal yang membuat Moza yakin kalau Andra memang sengaja menghindarinya sehingga memilih tidak pernah hadir. Ah, lagian absennya Andra itu suatu keuntungan bagi Moza. Ya, Moza tak perlu berinteraksi dengan pria itu.
Apa kamu masih membenciku? Seperti aku yang selalu membencimu, Mas?
Selama ini, Moza hanya melihat Andra di media sosial, iklan atau film yang dibintanginya. Bertemu langsung di acara resmi seperti penghargaan pun tidak pernah. Mereka juga tak pernah terlibat dalam proyek yang sama.
Baru kali ini. Ya, baru kali ini mereka terlibat dalam satu proyek dan sekalinya terlibat bisa-bisanya langsung menjadi pasangan yang harus melakoni adegan dewasa.
Ini memang gila. Hanya saja, Moza jauh lebih gila karena menerima tawaran ini. Menolak pun sama gilanya. Moza merasa menjadi seperti buah simalakama.
Dan sekarang, Moza akan bertemu dengan Andra. Bisa dibilang ini pertemuan pertama mereka setelah sepuluh tahun berlalu.
Sebenarnya ini pertemuan lawan main, mantan kekasih atau saudara ipar?
Konyolnya, Moza malah deg-degan.
“Mari saya antar, Nona,” ulang staf restoran.
Seiring kaki Moza yang melangkah mengikuti staf restoran itu, tak bisa dimungkiri detak jantung Moza seakan makin berlari. Namun siap tidak siap, Moza harus bertemu Andra terlepas dari se-buruk apa masa lalu mereka.
Sampai pada akhirnya staf restoran itu mengetuk pintu sebelum membukanya.
“Silakan masuk, Nona….”
Moza kemudian masuk dan terlihat Andra langsung berdiri menyambut kedatangannya.
Setelah sepuluh tahun berlalu, kami bertemu lagi….
Ya, aku bertemu pria yang pernah dengan sangat lancang meminta keperawananku….