Zombie 19 - Night in The Tunnel

1047 Words
Zombie 19 - Night in The Tunnel Malam hari mulai datang, masing-masing penghuni tenda mulai membuat api unggun untuk menghangatkan diri. Udara malam ini cukup dingin. Mereka juga cukup kelelahan hari ini. Karena harus latihan menembak seharian penuh. Besok juga akan dimulai lagi latihan menembak. Kata Xavier dan Jessica kita latihan menembak sampai bisa. Baru jeda satu dua hari dan latihan lagi. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kalau-kalau ada kejadian yang tidak diinginkan. Xavier melihat Suzan keluar dari tendanya. Sepertinya Suzan mau kesuatu tempat. Untuk berjaga-jaga Xaveir mengikuti langkah Suzan. Mereka ausha berjalan sedikit tebih jauh dari tenda-tenda kelompok yang di dirikan. Xavier melihat Suzan duduk. Ia mengeluarkan sekotak rokok. Kemudian ia mengambil satu batang roko. Menyalakan roko itu dan menghisapnya. Sejak kapan Suzan merokok? Mungkin wabah ini yang membuatnya seperti itu. Suzan seperti itu. Sepertinya untuk menghilangkannya stress. Apalagi setelah kehilangan calon suaminya. Padahal pernikahannya tinggal menghitung hari saja. Namun, Suzan tidak bisa menikah. Karena calon suaminya di gigit oleh Zombie saat dua hari menjelang hari pernikahan. Waktu itu Suzan belum mengerti apa yang sedang terjadi. Suzan langsung kabur dan bersembunyi. Suzan melihat calon suaminya yang tubuhnya penuh darah berubah menjadi zombie. Ia membiarkan hal itu. Karena Suzan yakin, suatu saat semua ini akan berakhir. Jika Suzan membunuhnya. Itu sama saja mengakhiri hidup calon suaminya. Bisa saja nanti tim profesor Felix mendapatkan vaksinya. Yang bisa membuat para zombie kembali menjadi manusia. Tentunya para zombie yang masih berkeliaran di jalan. Yang sudah di tembak mati. Mereka akan tetap mati. Hal itulah yang masih di yakini oleh Suzan. "Keluarlah jangan sembunyi. Aku tahu kok, kamu mengikuti aku," ujar Suzan pada Xaveir. UPS! Xavier ketahuan diam-diam mengikuti Suzan. Xavier keluar dan menghampiri Suzan yang sedang menikmati sebatang rokoknya. "Are you ok, Suzan?" Tanya Xavier. "Ya, aku baik-baik saja. Aku sedang ingin melepaskan penat saja. Setelah apa yang terjadi selama hampir tiga Minggu ini. Aku masih belum percaya. Kalau di dunia ini ada mayat hidup yang di sebut zombie, ada di dalam dunia ini. Membuat dunia baru yang menakutkan. Aku rasa kalau zombie mulai menguasai dunia. Tamatlah kita sebagai manusia," oceh Suzan. Ia benar-benar sedang kalut. "Gue turut berduka cita ya atas yang terjadi pada calon suami elo," ucap Xavier. Ia tahu ucapan itu terlambat. Namun, setidaknya Xavier mengucapkan bela sungkawanya, dari pada tidak sama sekali. "It's ok Xavier. Thanks, aku akan baik-baik saja kok," balas Suzan mencoba lebih tenang. Padahal saat ini Suzan seperti orang yang sedang frustasi. "Gue tahu, kehidupan yang sekarang terasa sangat mengerikan. Terlalu kejam untuk di hadapi, tapi tetap harus kita hadapi. Kita semua banyak kehilangan. Kehilangan keluarga, teman dan yang lainnya. Jadi kita harus tetap optimis. Untuk bisa menemukan vaksin dari wabah yang melanda ini. Agar semuanya kembali normal seperti biasanya," Xavier mencoba bijaksana. "Apa kamu yakin semuanya akan berjalan normal lagi? Setelah semuanya yang telah terjadi?" Pertanyaan yang di lontarkan Suzan sulit untuk Xavier jawab. Karena memang sampai saat ini vaksinya belum ditemukan juga. Mungkin saja karena kekurangan alat atau chemical lainnya. "Kamu lihat keadaan di luar sana? Kacau sekali. Gedung-gedung hancur, jalanan penuh dengan mayat Zombie. Apa kita bisa mengatasi semua itu? Jika kita benar menemukan vaksinya. Sudah pasti kita harus menata lagi kota yang sudah hancur. Bahkan beberapa diantaranya pasti akan kembali membangun usahanya dari nol," ucap Suzan. Semua yang di katakan Suzan benar adanya. Setelah semua ini berakhir, semuanya tidak akan lagi sama. Kerena pasti akan terjadi perubahan besar. Mereka yang terbiasa bertahan hidup di luar sana. Yang terbiasa merampok, mencuri dan mencari persediaan orang lain. Akan terasa aneh dengan kondisi yang mulai normal. Atau mungkin mereka akan melakukan hal itu lagi. Pastikan semuanya akan terasa berbeda. "Meskipun terasa aneh. Kita harus tetap mengakhiri dunia yang kacau ini. Kita tidak bisa terus berdampingan dengan para zombie yang mulai menggila ini. Kita harus tetap berjuang. Elo mau kan suatu saat keluar buat cari bahan chemical dan bahan lain yang di butuhkan? Elo udah bisa menggunakan senjata kan?" Tanya Xavier. "Bisa, hanya saja belum terlalu mahir. Aku juga belum siap untuk menjadi pembunuh." "Tidak ada yang siap, Suzan. Semua di sini di tuntut untuk bisa melindungi diri. Gue tahu, membunuh itu salah dan akan di hukum. Kalau kita tidak membunuh zombie di depan mata kita. Sudah pasti mereka akan mengigit kita. Kalau sampai tergigit elo akan menjadi seperti mereka. Apa elo mau?" Suzan tampak berpikir dengan ucapan Xavier. Memang saat ini semuanya tidak ada aturan yang berlaku. Bahkan soal membunuh. Sudah banyak Zombie yang mengigit para manusia. Dan banyak juga manusia yang membunuh para zombie. Mana bisa mereka di hukum? Ini soal bertahan hidup. Mereka harus bisa bertahan hidup. Sampai semuanya benar-benar berakhir. "Ya, aku tahu Xavier. Bisakah kamu mengajarkan aku cara menembak dan menggunakan pisau lagi?" Tanya Suzan. "Tentu, akan gue ajarkan elo lagi. Ini penting buat kita bertahan hidup," sahut Xaveir. Malam yang cukup panjang di terowongan bawah tanah. Mereka saling berbincang-bincang satu sama lain. Dulunya, terowongan bawah tanah ini adalah jalan kerta api yang menghubungkan kota Troxbo dengan kota Xaliza. Jessica sudah memastikan tidak ada kereta yang akan melintasi jalan ini. Dari ujung sampai ujung terowongan sudah tertutup dengan batu. Entah sengaja di tutup. Atau tidak sengaja di tutup karena ulah manusia yang mencoba bertahan hidup di terowongan bawah tanah ini. Yang jelas Jessica sangat berterima kasih pada orang yang telah menutup kedua ujung terowongan. Karena hal itu, Jessica bisa menolong kelompoknya. Membiarkan mereka tetap aman dari para monster pengigit yang berkeliaran di luar sana. Meskipun terlihat aman. Hampir setiap hari Jessica menyisir ulang terowongan bawah tanah ini. Takut-takut ada celah yang terbuka. Yang bisa membuat lara zombie masuk kedalam terowongan. Jesicca melihat Xavier yang masih tertenggun di depan tendanya. "Sudah lebih baik?" Tanya Jessica. Ia harus tetap menjaga tempat ini tetap aman. Tindakan kemarin yang di lakukan oleh Mark dan Xavier sedikit membuat takut para perempuan yang ada di sini. "Tidak ada yang lebih baik untuk sekarang ini, Jess," balas Mark. "Ya, gue tahu. Setidaknya elo harus lebih tenang Mark. Apapun masalah elo sama Xavier lebih baik di kesampingkan dulu. Teu mau kita sama-sama keluar dari zona yang mengerikan ini. Semua punya masalah Mark, tapi kita perlu menahan diri dalam situasi ini. Maaf, bukannya gue mau ikut campur atau nasehatin elo, tapi ada kalanya kita perlu mengalahkan ego kita. Demi kepentingan bersama-sama," ucap Jessica berharap Mark mendengarkan ucapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD