Zombie 33 - Walking

2219 Words
Zombie 33 - Walking Berjalan menikmati senja memang paling indah jika di nikmati. Namun, apa semua itu masih bisa di nikmati dalam kondisi seperti ini? Kondisi dimana si monster pengigit bisa menyerang kita kapan saja. Tidak ada waktu untuk berjalan menikmati senja. Yang ada berjalan cepat untuk tiba di tempat aman sebelum senja. Karena para zombie akan sulit di kalahkan jika di malam hari. Mereka akan bergerombol dan semakin menggila. Tentu berjalan menikmati senja adalah hal yang paling di hindari pada saat ini. Jessica kembali melakukan pencarian bersama Layla. Kali ini ada Merry yang ikut bersama mereka. Merry juga ingin berkonstribusi sama seperti Layla. Diam terus di tempat aman, tidak menjamin kebahagiaan mereka. Seperti pribahasa mengatakan, simbiosis mutualisme. Kita hidup harus saling menguntungkan. Maka Merry juga ingin ikut membantu Jessica untuk memenuhi kebutuhan kelompoknya. Bukankah lebih banyak yang membantu, lebih banyak juga kita mendapatkan pasokan makanan. Merry juga tidak mau terus-menerus tergantung pada Jessica. Dia juga harus bisa di andalkan. Meskipun Merry tidak seberani Jessica dan Layla. Setidaknya dia bisa keluar dari zona nyamannya dan melawan rasa takut. Untuk menghadapai para zombie. Merry Shimon. Dia juga perempuan yang di temukan oleh Jessica dalam kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Merry yang sedang berjalan-jalan di sore hari bersama pacarnya. Di serang oleh kawanan Zombie. Awalnya pacarnya Merry berhasil selamat bersama Jessica. Namun, saat menuju perjalan ke terowongan bawah tanah. Pacarnya Merry tergigit oleh salah satu kawanan Zombie. Memang sangat menyakitkan saat melihat orang yang kita cintai di makan oleh monster pengigit. Melihat kulit dan dagingnya di koyak tanpa ampun. Namun, itulah hidup di dunia baru ini. Kita harus bisa bertahan hidup untuk diri kita sendiri. Jika kita tidak melepaskan mereka yang tergigit. Maka kita juga akan ikut tergigit oleh para zombie. Semua orang pasti punya rencana. Merry dan pacarnya punya rencana akan menikah bulan depan. Mereka sedang berjalan-jalan di sore hari untuk menikmati senja. Karena mereka memang di pertemukan saat senja tiba. Namun, tidak menyangka sama sekali. Ternyata senja juga yang memisahkan mereka. Menjadikan pacar Merry bagian dari Zombie. Rencana menikah bulan depan, kandas sudah. Tidak mungkin juga Merry menikah dengan pacarnya yang sudah menjadi zombie. "Aku merindukan Regan. Dia mati di sana saat kami di kejar kawanan Zombie. Kamu ingat kan Jessica? Regan berkorban demi kita agar kita bisa sampai di terowongan bawah tanah," ujar Merry saat melihat jalanan dimana kejadian itu merenggut kekasihnya, Regan. "Andai saja gue bisa lebih cepat dan mencoba melindungi Regan. Mungkin dia masih bersama kita," Jessica tahu betul rasa akan kehilangan. Namun, mau bagaimana lagi. Regan memilih mengorbankan dirinya. Demi Merry dan Jessica. Karena saat itu kawanan Zombie yang menyerbu memang banyak sekali. Untuk mengalihkan perhatian mereka. Satu-satunya jalan adalah dengan mengorbankan salah satu di antara mereka. Makanya Regan mengorbankan dirinya untuk keselamatan Jessica dan Merry. "Kamu sudah berusaha Jess, justru aku sangat berterima kasih sama kamu. Kalau kamu tidak menolong kami saat itu. Mungkin bukan hanya Regan yang menjadi zombie, tapi aku juga akan menjadi zombie seperti mereka." Semua orang tidak ada yang pernah berpengalaman dalam menangani para zombie. Karena semua terjadi begitu saja tanpa di rencanakan. "Kita semua kehilangan, merasa sakit. Merindukan mereka itu wajar saja, Mer. Setidaknya sekarang kita bertahan hidup untuk mereka. Mereka orang-orang yang kita sayangi. Elo harus tetep hidup demi Regan yang berkorban. Gue yakin Regan melakukan hal itu karena dia ingin elo hidup lebih baik lagi. Gue tahu saat ini, tidak ada yang lebih baik. Karena kita telah melalu banyak hal dan kehilangan. Namun, menjadi kuatlah. Karena itu yang Regan inginkan," nasihat Layla. Ia berbicara seperti itu bukan sok kuat, tapi memang mereka harus saling menguatkan. Kunci bertahan hidup dengan baik adalah semangat. Semangat untuk tetap menjalani hidup yang sulit ini. Tidak ada yang menginginkan hidup di dunia kacau seperti sekarang ini. Di penuhi Zombie yang sama sekali tidak bersahabat dengan manusia. "Ya, kita harus tetap bertahan hidup. Semoga saja Xavier, Mark dan Gerland segera menemukan tempat yang layak untuk penelitian. Kita semua menaruh harapan besar pada mereka. Hanya mereka yang bisa mencoba meredakan wabah ini. Kita hanya bisa mendukung dan membantunya," ucap Jessica penuh harap. Setidaknya harapan bisa membuat orang lebih bersemangat. Meskipun entah sampai kapan vaksin itu akan di temukan. "Kita cari sampel berikutnya?" Tanya Merry. "Ya, kali ini elo coba mencoba membunuh zombie dan mengambil sampel kulitnya," perintah Jessica. Setelah melatih Jessica untuk menjadi lebih kuat. Jessica juga harus bisa melatih Merry. Untuk bisa melawan rasa takut dan melindungi dirinya dari Zombie. "Siap, akan aku coba," sahut Merry. "Udah bisa kan kayak yang gue ajarin tadi. Usahakan jangan menembak. Karena suara tembakan malah akan mengundang kawanan Zombie datang. Tikam kepalanya sampai ke otak. Lalu elo ambil beberapa sampel kulit Zombie. Simpan di plastik klip yang berbeda," jelas Layla. Sepertinya ia sudah semakin pintar dalam mengambil sampel kulit Zombie. Sebetulnya, jika yang lainnya mau belajar. Mereka bisa seperti Layla dan Merry. Rasa takut itu perlu di lawan. Bukan di hindari, karena hidup dalam ketakutan. Malah akan membuat kita stagnan. Tidak maju sama sekali. Kalau kita mencoba berani, lambat laun pasti rasa takut itu akan hilang dengan sendirinya. Mereka bertiga sudah setengah hari berada di luar. Mereka hanya mencari apa yang perlu mereka cari. Kalau soal persediaan makanan. Sebetulnya stok makanan untuk sampai sebulan saja sudah lebih dari cukup hanya saja Jessica tidak mau kalah harus berdiam seharian saja di terowongan bawah tanah. Ia lebih suka menantang dirinya di luar sini. Agar kemampuannya tidak tumpul. Karena terus berdiam di tempat yang aman. "Andai saja ada sinyal ya, pasti mereka sudah menghubungi kita," ucap Layla mulai merancau. "Ya, tanpa komunikasi kita semua bingung. Ada ponsel tapi tidak ada gunanya karena tidak ada sinyal. Wabah ini mematikan segalanya. Dari segi perekonomian sampai populasi manusia. Kamu pasti mencemaskan Gerland kan?" Terka Jessica. Dia paling suka menggoda Layla yang sudah mulai bisa move on. "Jess, please deh. Kalau mereka kembali kan kita juga yang senang. Itu artinya mereka baik-baik saja. Kita sangat kekurangan lelaki. Tentu kita berharap mereka baik-baik saja bukan?" Layla mencari alasan. Padahal sesungguhnya dalam hatinya. Ia benar-benar mencemaskan Gerland. Entah sejak kapan perasaan itu datang begitu cepat. Padahal mereka baru sehari saja bertemu dalam tendanya Gerland. Mungkin karena sama-sama pernah merasa kehilangan. Jadi mereka seakan menemukan puzzle yang hilang dalam hidupnya. Malam itu Layla hanya membantu Gerland membuatkan tenda. Layla melihat dari jauh Gerland kesusahan membuat tenda. Karena saudagar kaya seperti Gerland. Pasti tidak pernah membuat tenda. Jangankan membuat tenda. Tidur di dalam tenda yang seadanya saja bisa di bilang mungkin baru pertama kali. Gerland mungkin dulunya terbiasa tertidur dalam ranjangnya yang super empuk. Kamar dengan AC yang sejuk. Juga dengan selimut lembut dan tebal yang menghangatkan tubuh. Jadi Layla merasa harus membantu Gerland. Selama Layla membantu Gerland. Mereka saling mengobrol satu sama lain. Dari mulai tersipu malu-malu. Sampai tertawa terbahak-bahak tidak tahu malu. Mereka saling bercerita apapun. Dari mulai obrolan yang ringan sampai curhat mendalam tentang cinta mereka yang sama-sama hilang. Cuma memang Layla lebih beruntung dari Gerland. Ia merasakan dulu rasa cinta dari Antony selama beberapa tahun. Sampai akhirnya menikah, ya meskipun belum sah menikah. Karena janji suci belum terucap, gara-gara ada kawanan Zombie datang. Sementara Gerland, cintanya tidak tersampaikan. Dextra malah menikah dengan Devon. Saat bertemu dengan Dextra, Gerland malah membunuh Zombienya Dextra. Gara-gara ia terus melamunkan masa lalu bersama Dextra. Cintanya justru membunuh Dextra secara tidak sengaja. Namun, ia malah senang. Itu artinya baik Gerland maupun Devon. Tidak ada yang akan memiliki cintanya Dextra. Pemikiran yang pintar, tapi licik. Kematian seseorang malah di syukuri. Entah mengapa obrolan mereka malam itu. Justru membuat hati mereka saling bergetar. Kehilangan membuat hati mereka saling melengkapi. Sayangnya, Gerland keburu di minta menemani Xavier dan Mark untuk pergi. Entah kapan mereka akan kembali. Karena mencari tempat untuk persembunyian cukup sulit juga. Apalagi mencari tempat yang layak untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Perjalanan akan memakan waktu yang cukup lama. Karena pastinya mereka harus berjalan keluar kota Troxbo. Karena di kota Troxbo sudah tidak ada tempat aman lagi selain di terowongan bawah tanah ini. Ingin sekali pagi itu Layla mencegah kepergian Gerland. Namun, Layla bisa apa? Mereka semua pasti ingin berkontribusi untuk kelompok. Lalu Gerland juga termasuk anggota baru. Jadi dia harus melakukan sesuatu untuk kepentingan kelompok. Jika kelompok membutuhkan tenangnya. Mau tidak mau Gerland harus ikut. Dia tidak mau menjadi seonggok daging yang tidak berguna. "Pasti melamun Gerland ya?" Goda Jessica. "Jess, ganggu terus ah. Fokus ke jalanan. Eh sebentar Jess, ada Zombie di depan. Sudah saatnya Merry menunjukan kemampuannya di depan kita," ucap Layla mengalihkan pembicaraan. Kali ini Layla berterima kasih pada sang Zombie. Karena dia melewat, Layla jadi berhasil mengalihkan pembicaraan dengan Jessica tentang Gerland. "Elo siap Mer? Jangan takut. Kita tetap ada di belakang elo. Elo harus coba tikam kepalanya," Jessica memberikan instruksi. Dengan ragu Merry keluar dari mobil. Ia melihat Zombie perempuan berwajah sangat jelek. Kulit wajahnya sudah mengelupas. Wajahnya memucat, giginya tinggal tengkorak saja. Rambutnya pun gimbal tidak terurus. Benar-benar sangat jelek. Belum apa-apa tangan Merry mulai bergetar melihat Zombie di hadapannya. Zombie itu mulai menyerang Merry. Merry menahannya mencoba menikam kepala Zombie dengan pisau yang ia bawa. Namun, ternyata tidak semudah yang terlihat. Tenaga zombie yang ada di hadapannya sangat kuat. Membuat tubuh Merry tertindih, terhimpit ke aspal. Melihat Merry kesulitan, Jessica langsung berlari ke arah Merry yang sedang kesusahan menangani Zombie pertamanya. Jessica tidak mau mengambil resiko lebih besar lagi. Merry akan kehabisan tenaga kalau dia tidak di tolong. Bisa-bisa Zombie itu malah mengigit Merry. Jessica langsung menikam kepala Zombie yang di hadapi oleh Merry. "Maaf, aku tidak bisa," sesal Merry sambil menangis. Menghadapi Zombie pertama memang sangat sulit. Karena setiap Zombie memiliki kekuatan yang berbeda. Ada yang sekali tikam langsung mati. Ada juga harus beberapa kali di tikam baru mati. "Tidak apa-apa Mer, jangan menyalakan diri elo. Elo masih belajar. Ini baru hari pertama elo menghadapi Zombie. Jadi elo santai aja. Lama kelamaan elo pasti bisa kok, intinya. Elo jangan sampai tergigit," ucap Jessica mencoba menguatkan Merry yang gagal dengan Zombie pertamanya. "Elo bisa mengambil sampel kulit Zombie itu kan?" Tanya Jessica mencoba membangkitkan kembali semangatnya. "Biar aku coba," Merry bangkit. Ia mencoba mengambil sampel kulit Zombie. Saat kulit itu Merry potong. Bukan hanya darah yang memuncar dari tubuh di Zombie. Namun, bau dari Zombie itu sangat menyengat. Sehingga membuat Merry memuntahkan isi perutnya. "Is ok. Gue juga muntah kok waktu pertama kali menguliti Zombie," ujar Layla sambil mengusap-usap punggung Merry. Para zombie pasti sudah memakan banyak daging manusia. Sehingga membusuk di dalam tubuhnya. Pantas saja saat anggota tubuhnya di potong. Akan mengeluarkan bau yang cukup menohok ulu hati. Jadi wajar saja kalau sampai muntah. "Cukup menegangkan juga. Nanti aku mau coba membunuh zombie lagi. Tapi bantu aku lagi ya kalau kesulitan menghadapinya. Maaf, sepertinya aku hanya menghambat kalian saja," lagi-lagi Merry menyalahkan diri sendiri. "Santai Mer, kita semua di sini belajar. Belajar segala hal. Belajar bertahan hidup, melindungi diri dan mencoba kuat dari dunia baru yang kejam ini. Gue juga enggak langsung bisa kok pas menghadapi Zombie pertama gue. Jadi elo harus terus latihan sampai bisa," ujar Layla. Yang namanya belajar itu memang harus terus menerus. Agar terbiasa dan bisa. Karena bayi saja mau belajar jalan. Ia harus merasakan terjatuh dan bangun lagi. Itulah prosesnya. Karena semua tidak ada yang instan. Butuh proses untuk menguasai suatu hal. "Baiklah, kita berjalan ke arah sana dulu. Sepertinya ada sesuatu yang kita bisa ambil dari toko itu," ajak Jessica. Ia melihat sebuah toko di ujung jalan. Sepertinya sih toko makanan. Siapa tahu ada makanan yang mereka bisa ambil. Setiap keluar dari terowongan bawah tanah. Otak Jessica terus berputar-putar. Bagaimana caranya ia kembali tidak dengan tangan kosong. Minimal senjata atau makanan harus mereka bawa sebagai oleh-oleh. Kalau pulang dengan tangan kosong rasanya hampa saja. Jadi selama di luar Jessica merasa tidak melakukan apa-apa. Jessica selalu menandai tempat-tempat yang pernah ia kunjungi di petanya. Agar ia mudah dalam mencari lagi. Jadi ia tidak akan kembali ke tempat yang pernah ia jelajahi sebelumnya. Sekarang ini hanya peta saja yang masih ada fungsinya. GPS mobil ataupun GPS di ponsel sudah tidak ada gunanya karena tidak adanya sinyal. Jadi Jessica harus memanfaatkan apa saja yang menunjangnya selama di luar terowongan bawah tanah. Jessica sendiri sudah lupa. Dimana terakhir kali ia menyimpan ponselnya. Saking tidak berfungsi lagi, ia sampai tidak ingat. Kalau dulunya ponsel adalah barang wajib yang tidak boleh tertinggal. Di era digital ini, memang ponsel sangat mendominasi. Barang wajib bagi semua orang yang tidak boleh sampai tidak terbawa. Mereka lebih memilih ketinggalan dompet dari pada harus ketinggian ponsel. Pasalnya ponsel bisa melakukan apa saja. Bisa transfer, bisa berkomunikasi dan menyimpan data lainnya. Namun, di saat seperti ini. Meskipun di era digital. Zombie tidak akan membutuhkan ponsel. Ditawari ponsel yang paling mahalpun, Zombie akan tetap memilih daging manusia yang menggiurkan. Sekarang sepanjang wabah ini melanda, yang tidak boleh ketinggalan adalah pisau, pistol dan peta. Itu benda yang mereka bawa selama di luar. Pisau dan pistol untuk melindungi diri. Dan peta untuk petunjuk arah mereka. Kadang Jessica sedikit menyesal. Kenapa dulu ia tidak pernah mau belajar tentang membaca jejak. Ia bisa saja menjadi pencari jejak yang bisa di andalkan. Karena ternyata saat ini, keahlian itu mereka butuhkan. Jadi Jessica bisa membedakan. Mana jejak manusia, dan mana jejak Zombie. Agar mereka tahu, di mana ada kawanan Zombie atau tidak di tempat tersebut. Sebetulnya demi keamanan mereka juga sih. Mungkin kedepannya kalau ada anggotanya yang bisa membaca jejak. Jessica harus mempelajarinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD