Zombie 7 - Away From Home

2228 Words
Zombie 7 - Away From Home Mark sudah selesai memasak steak yang ia inginkan. Tidak lupa juga Mark memaksakan steak ayam untuk Xavier. Rasanya memang tidak seenak yang di jual di toko-toko. Atau buatan Xavier sendiri. Paling tidak steak ayam yang Mark buat anggap saja sebagai balas budi, karena Xavier telah menyelamatkan nyawanya hari ini. Jika tidak, mungkin hari ini Mark sudah menjadi zombie. Meskipun memang nyawa orang telah menghilang karena tidakan Xavier tadi. Mark ke atas, kembali ke kamar Xavier. Di lihatnya Xavier sedang sibuk dengan laptopnya. Entah apa yang ia sedang pindahkan dari laptop ke ponselnya. Pasti data yang sangat penting. Xavier masih sempat-sempatnya memindahkan data penting. Kalau orang lain, mungkin tidak ada pikiran sampai kesana. Yang ada dipikirannya pasti adalah bagaimana caranya menyelamatkan dirinya dari serangan zombie. Mereka akan tinggalkan segala hal penting lainnya. Xavier orang yang sangat teliti. Seharusnya Mark tidak heran dengan apa yang dia lakukan sekarang ini. "Udah elo makan dulu, elo butuh energi buat bertahan hidup. Cepat makan sebelum ada zombie datang lagi," ucap Mark sambil menyerahkan sepiring steak ayam buatannya. Semoga saja Xavier menyukainya. Xavier menghentikan sejenak kesibukannya. Ia sedikit mengendus. "Baunya sih enak, enggak tahu deh rasanya. Elo masih kepikiran makan aja. Padahal situasi di bawah udah kayak kapal pecah," oceh Xavier. Kemudian ia memasukan potongan steak ayam itu kedalam mulutnya. Ternyata rasanya memang enak. Enak yang standar saja sih. Namun, ini steak terenak yang pernah Mark buat. Sebelumnya selalu gagal, entah itu belum matang atau terlalu matang. "Gimana enak enggak?" Tanya Mark. "Enggak enak!" Sahut Xavier sambil terus memakannya. Mark hanya bisa tersenyum melihat kelakuan adiknya itu. Enggak enak kok tetap dimakan? Berati memang enak. Biasanya Xavier langsung melepehnya tanpa mau memakan kembali. Kalau terus dimakan berarti enak. Xavier ini memang terlalu gengsi untuk bilang. Makanan yang dibuat oleh Mark sekarang ini enak. Untuk saat ini mereka tidak boleh memikirkan apapun selain bertahan hidup dan melawan para zombie. Mereka harus kesampingkan ego mereka masing-masing. Karena jika mereka tidak bersatu. Mereka tidak akan bisa melindungi satu sama lain. "Besok Shubuh sekitar jam lima. Kita mulai bergerak ke arah Utara. Kita coba pergi ke rumah profesor Felix. Kita harus cepat menemukannya," ucap Xavier mulai berencana. Mereka memang harus bergerak cepat. Kalau zombie sudah mulai masuk ke dalam rumah mereka itu artinya tempat yang mereka tinggali sudah tidak aman lagi. Mereka harus bergegas pergi meninggalkan rumah Xavier. Rumah Xavier yang dia beli dengan hasil jerih payahnya sebagai asisten profesor Felix. Sekarang sudah hancur tidak karuan. Entah kerugiannya sebesar apa. Yang jelas zombie telah terhasil memporak porandakan rumah Xavier. Rumah Xavier yang sangat rapih dan tertata. Berubah dan sekejap menjadi kapal pecah yang sangat berantakan. Persis seperti rumahnya Mark yang tidak pernah diurus. Bahkan lebih parah berantakannya dari rumah Mark. Mark tinggal di rumah milik Jimmy. Mark memang belum punya pikiran untuk punya rumah sendiri dari hasil kerjanya. Karena sifatnya yang boros. Mana bisa Mark menabung untuk beli rumah. "Apa elo yakin kita harus keluar rumah? Dengan keadaan zombie yang semakin mengganas. Kita enggak tahu, seberapa banyak mereka. Apa kita bisa melewati mereka yang mungkin jumlahnya warga kota Troxbo?" Mark benar, tapi jika mereka diam di rumah terus juga tidak akan mungkin. Mereka harus cepat menemukan vaksin virus Zombie ini. Agar dunia ini terhindar dari kepunahaan. "Lalu apa kita harus diam di rumah saja tanpa bergerak? Akan semakin banyak zombie di luar sana. Dan mungkin kita akan menjadi salah satunya. Elo perlu inget, saat zombie menyerang elo. Tembak kepalanya! Mereka akan langsung tumbang. Jangan tembak yang lain karena mereka akan tetap hidup. Kita harus tembak sampai menembus otaknya. Kalau elo diam kayak kemarin. Masa depan elo jadi Zombie, Mark! Rasa takut saja tidak cukup sekarang. Peraturan pun sepertinya sudah tidak berlaku, di situasi yang genting seperti ini. Yang terpenting sekarang adalah bertahan hidup dan melindungi satu sama lain. Agar kita sama-sama bisa menemukan vaksin dari virus zombie ini," ucap Xavier panjang lebar pada Mark. "Ya, gue akan coba menembak kepala zombie. Yang jelas kita harus tetap bersama bukan?" Mark mencoba menguatkan keberaniannya. Ia harus segera mengusir rasa takutnya. Jika dia tidak mau menjadi zombie. Mark masih membayangkan kejadian tadi. Betapa menyeramkan mereka ini. Zombie si pemakan daging manusia itu akan menerkam Mark. Monster pengigit itu hanya tertarik pada manusia dan hewan. Mereka ditawari seribu emas atau berlianpun tidak akan mengambilnya. Rasanya benar-benar seperti mimpi buruk yang berkepanjangan. Zombie yang sering Mark mainkan dalam sebuah game. Sekarang nampak nyata di depannya. Bahkan hampir membuat dirinya menjadi zombie. Berapa lama semua ini akan berlangsung? Mencari sebuah formulasi untuk penyakit langka saja sangat sulit. Lalu bagaimana dengan vaksin virus zombie. Yang sebelumnya belum pernah terjadi sepanjang sejarah. Diluar sana keadaan pasti lebih kacau dari rumah Xavier. Sebetulnya Mark enggan keluar dari rumah. Mark masih takut dengan zombie yang menyerangnya. Mereka tidak akan tahu monster pengigit itu bernama zombie. Kalau tidak profesor Felix yang memberitahu mereka. Profesor Felix pasti tahu banyak tentang zombie. Sehingga dia bisa menyimpulkan kalau yang terjadi sekarang ini adalah wabah virus zombie. Virus ini mematikan, tapi menghidupkan lagi manusia sebagai monster pengigit. Hal itu lah yang justru lebih menakutkan dari pada kematian itu sendiri. Penyakit langka biasanya hanya membuat si pasien menderita, kemudian meninggal jika tidak tertolong. Lalu virus zombie ini bagaimana cara menghentikannya? Rasanya mustahil bisa mengendalikannya. Apalagi mengentikannya. Semua ini pasti akan berlangsung lama. Mengingat zombie mulai bertebaran dimana-mana. Pasti orang yang tersisa juga sangat sedikit. "Apa elo benar-benar yakin akan keluar dari rumah?" Tanya Mark lagi. "Yakin, ayolah! Elo jangan buat ragu lagi. Gue tahu elo takut, gue juga takut. Siapa yang enggak takut melawan monster. Tapi kita juga harus tetap bergerak. Mencari tempat yang benar-benar aman. Mungkin diluar sana masih banyak tempat yang lebih aman dari sini. Mark, elo lihat kan zombie kakek Simon begitu ganas. Kita tidak akan tahu, seberapa banyak zombie yang akan masuk ke rumah gue. Masih beruntung tadi cuma zombienya kakek Simon saja. Kalau yang datang ratusan zombie. Tamatlah riwayat kita. Apa itu yang elo mau?" Omel Xavier panjang lebar. Xavier baru lihat Mark yang sangat ketakutan seperti ini. Xavier juga takut, tapi dia bisa mengatasi ketakutan itu dengan mencoba berani. Karena menurutnya saat ini. Menuruti rasa takutnya itu salah. Hanya akan membuatnya semakin terpuruk. Situasi sekarang sedang genting. Sedang tidak baik-baik saja. Xavier perlu menjadi kuat agar tetap waras dan baik-baik saja. Sebagaian orang pasti stress ada zombie yang mulai berkeliaran di kota Troxbo. Hal itu justru akan membuat mereka menjadi sakit. Malah akan memudahkan Zombie untuk memakan mereka. "Iya gue ngerti. Tapi apa elo rela rumah elo ancur gara-gara kawanan zombie?" Mark terus mencari alibi. "Siapa perduli dengan rumah ini. Semuanya sudah hancur, Mark! Gue enggak bisa apa-apa. Kalau kondisinha normal, rumah ini di acak-acak rampok. Gue bisa panggil tukang besok buat beresin rumah gue yang hancur. Nah sekarang, hancurnya karena zombie. Terus gue harus telpon tukang yang mana? Yang ada mungkin tukang itu sudah jadi zombie. Rumah gue bisa dipikirkan nanti. Elo jangan cari-cari alasan lagi. Sekarang kita siap-siap. Elo bawa tas ransel dan gue juga. Elo masukan persediaan makan dan barang-barang yang memang diperlukan. Semoga saja persediaan makanan yang kita bawa cukup selama berada di luar sana," omel Xavier lagi. Ini mana yang adik, mana yang kakak sih? Kesannya sekarang Xavier lebih dewasa dari pada Mark. Sekarang Mark seperti anak kecil yang merengek meminta botol dot susunya. Mark telalu takut menghadapi situasi sekarang ini. Mark tidak seberani Xavier. Xavier mulai bergerak, dia mengambil dua ransel. Satu untuknya, satu lagi untuk Mark. Xavier mulai memasukan barang-barang penting. Rasanya tidak perlu banyak baju yang mereka bawa. Saat ini mereka tidak sedang akan liburan. Jadi bawa baju satu stel saja buat ganti cukup. Kedepannya baju bisa dipikirkan lagi. Xavier membuka laci kamarnya. Xavier melihat beberapa uang di lacinya. Apa uang masih dibutuhkan dalam kondisi seperti ini? Xavier hanya mengambil dompetnya. Mungkin tidak ada gunanya juga. Tapi siapa tahu saja berguna. Karena di dalam dompet itu ada tanda pengenal Xavier. Kalau uang, ATM dan yang lainnya sudah pasti tidak akan berguna. Mark masih belum bergerak sama sekali. Mark masih menatap lurus kedepan. Xavier membiarkan Mark dalam kondisi seperti itu dulu saja. Karena memang Mark masih perlu waktu untuk memikirkan semuanya. Namun, jika sampai besok Mark masih seperti itu. Xavier akan memaksanya untuk ikut bersamanya. Meskipun Mark sangat menyebalkan, tapi dia tetaplah kakaknya Xavier. Satu-satunya keluarga yang Xavier punya. Mereka berdua sudah tidak punya orang tua. Ayah dan ibu mereka juga sama-sama anak tunggal. Jadi mereka berdua benar-benar sebatang kara. Mereka harus melindungi satu sama lain. Tidak boleh memajukan rasa egoisnya dulu. Karena dunia sekarang berbeda dengan dunia sebelumnya. Wabah zombie ini harus membuat mereka kompak. Karena dengan kekompakan dan saling melindungi. Setidaknya mereka bisa melalui semuanya. Meskipun entah sampai kapan wabah yang mengerikan ini berakhir. Xavier masih sibuk memasukan barang-barang yang harus mereka bawa. Xavier juga mengisi tas ransel yang akan di bawa oleh Mark dengan beberapa makanan. Xavier tahu Mark orang yang ceroboh. Jadi Xavier hanya memasukan makanan kedalam tas ranselnya. Kalau benda-benda penting lainnya, Xavier masukan ke dalam tas yang akan di bawa oleh dirinya. ********** Keesokan harinya, Xavier dan Mark menguburkan jasad kakek Simon di dekat rumahnya. Anggap saja sebagai penghormatan terakhir untuknya karena telah di bunuh oleh Xavier. Kakek Simon terpaksa dibunuh agar tidak menjadikan Mark, zombie seperti dirinya. Xavier cukup menyesal karena telah membunuh kakek Simon yang selama ini telah menjadi tetangga yang baik. Anaknya nyonya Bregenza selalu mengirimkan makanan pada Xavier. Kakek Simon juga selalu menyapa Xavier saat akan pergi kuliah. Sungguh kenangan yang tidak bisa Xavier lupakan. Kalau kakek Simon telah menjadi zombie. Tidak menutup kemungkinan. Kalau nyonya Bregenza dan anggota keluarga kakek Simon lainnya. Telah menjadi Zombie juga. "Baiklah, kita siap pergi dari rumah? Kita harus hati-hati. Kalau elo nemuin zombie tembak kepalanya tanpa ragu!" Ucap Xavier mengingatkan Mark yang penakut. Xavier terus mewanti-wanti Mark. Karena perlu dia lakukan. Sekarang mereka lah manusia yang masih bertahan sejauh ini. Xavier harus segera menemukan profesor Felix. "Iya, sekarang kita ke arah Utara kan? Ke rumahnya profesor Felix?" Tanya Mark. Sebetulnya Mark masih takut untuk keluar. Mengingat kejadian kemarin, kakek Simon hampir saja membuat Mark menjadi zombie. "Ya, kita ke rumahnya profesor Felix. Semoga saja profesor Felix ada di rumahnya. Gue berharap profesor Felix tidak menjadi zombie," ujar Xavier penuh harap. Karena dalam situasi seperti ini. Siapapun bisa jadi zombie. Apalagi kalau tidak tahu caranya membunuh para zombie itu. Karena memang wabah ini terjadi begitu sangat cepat. Xavier dan Mark kemudian pergi menggunakan mobil Xavier. Mereka berdua melihat sekitar jalan. Banyak sekali mayat berserakan. Sepertinya sebagian orang sudah tahu bagaimana caranya mematikan zombie. Kota Troxbo benar-benar sudah seperti kota mati. Mayat berserakan, kendaraan berantakan dimana-mana. Jalanan hancur sebagian. Mungkin semalam telah terjadi perang antara zombie dan manusia. Sangat banyak sekali zombie mulai terlihat. Mereka berputar-putar seperti sedang mencari sesuatu. Zombie memang seperti itu. Dia akan bergerak kearah mangsanya. Mangsanya yaitu manusia. "Zombie!" Teriak Mark saat melihat zombie mengikuti mobil mereka. Xavier juga melihatnya. Tadinya hanya satu zombie. Namun, tiba-tiba menjadi banyak dan mengejar mobil Xavier. Xavier mempercepat laju mobilnya dengan kecepatan penuh. Jangan sampai mereka berdua menjadi makanan zombie hari ini. Mereka masih ingin tetap bertahan. Demi menemukan vaksin zombie. "Cepat Xavier!" Perintah Mark dengan wajah yang pucat. Ia mulai ketakutan lagi. Kemarin pagi Mark hanya melihat satu zombie saja, tangannya bergetar begitu hebat. Sekarang di belakang mobinya, entah ada berapa puluh Zombie atau bahkan ratusan zombie yang mengejar. "Lebih cepat lagi! Mark benar-benar sangat takut. Karena jarak zombie dan mobinya sudah semakin dekat. Xavier memutar stir mobilnya kemudian, ia memutar-mutar mobilnya seperti sebuah gangsing. Para zombie yang mengikuti mereka terpental kemana-mana. Kemudian ia kembali fokus ke jalanan dan langsung menacap gas dengan cepat. Xavier tertawa lepas. Seakan puas melihat para zombie yang terpental oleh mobil yang tadi dia putar. "Wwwwooohhhooo!" Teriak Xavier seakan bersenang-senang. "Gila Lo! Ngapain puter-puter mobil kayak gangsing. Emang elo pikir lagi main mobil-mobil di taman krekreasi? Kalau saja tadi zombienya berhasil menghentikan mobil kita. Matilah kita di makan Zombie! Bodoh!" Omel Mark atas tindakan yang di lakukan Xavier tadi. "Seru! Elo ga lihat mereka terpental kemana-mana. Kalau gue enggak ngelakuin hal itu. Udah pasti mobil kita berhenti oleh para zombie tadi. Harusnya elo bangga punya adik yang banyak akalnya," sahut Xavier dengan bangganya tanpa rasa bersalah. "Seru. Hidung lo! Bikin gue jantung tahu! Jangan bertindak bodoh lagi!" Larang Mark. Xavier hanya tersenyum melihat Mark yang terus mendumal. Baginya tindakan yang tadi ia lakukan, sangat memacu adrenalinnya. Hal yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Karena memang ia belum pernah melajukan kendaraan secepat itu. Bahkan memutar mobilnya seperti sebuah gangsing. Xavier terus mengendarai mobinya ke arah Utara, menuju rumahnya profesor Felix. Semoga saja profesor Felix masih bertahan seperti mereka. Mark yang melihat Xavier senyam senyum sendiri. Membuatnya sedikit jengkel. Baru saja Xavier membahayakan nyawanya. Bisa-bisanya dia bilang kalau hal yang ia lakukan seru. Dia pikir sedang bermain games? Zombie yang ada di hadapan mereka tadi adalah Zombie sesungguhnya. Sampai detik ini, belum tahu penyebab munculnya para zombie. Namun, Xavier dan Mark menduganya. Akibat ledakan laboratorium, tempat mereka bekerja. Pasti ada yang salah dalam mencampurkan chemical saat penelitian. Karena memang salah mencampurkan chemical akan mengakibatkan ledakan besar. Mungkin saja tidak sengaja atau mungkin juga sabotase untuk menghancurkan gedung penelitian dan laboratorium yang sedang meneliti vaksin untuk penyakit-penyakit aneh. Karena memang tim profesor Felix sedang menjadi perhatian kota. Berkat vaksin dan obat penawar penyakit langka, yang cukup banyak berhasil. Namun, apakah mereka sekarang berhasil menemukan vaksin virus zombie?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD