“Aku ke sini karena merindukanmu, Sayang.”
Ucapan Cakra terdengar menjijikkan di telinga Vania. Ia sungguh tidak menyangka pria itu masih memiliki kepercayaan diri yang sangat besar untuk datang ke rumah orang tuanya. Padahal sebelumnya Cakra pernah diusir secara tidak hormat oleh ayah Vania ketika ingin meminta restu dari pria paruh baya tersebut.
“Bukan itu maksudku,” timpal Vania dengan ketus. Ia segera menepis tangan Cakra yang masih memegang pundaknya, lalu bergerak sedikit menjauh.
“Bagaimana kamu bisa datang ke sini? Tidak mungkin ayahku atau Kania mengundangmu datang, kan?” Vania menatap Cakra dengan sinis. Ia tidak berniat menyembunyikan rasa tidak sukanya kepada pria itu.
Namun, hal itu justru membuat Cakra bertanya-tanya. Pria itu merasa Vania yang berdiri di hadapannya ini
