Problem

1401 Words
Aaron menghentikan laju mobil tepat di carport sebuah rumah yang menjadi tempat tinggal nya selama dua puluh enam tahun ini. Di susul oleh Derry dari arah belakang. Aaron menghembuskan napas berat sebelum akhirnya ia keluar di dalam mobil. Melihat Aaron yang hendak melangkah masuk ke dalam rumah, segera Derry berlari menghampiri. "Bang!" Seolah tidak mendengar panggilan sang adik, Aaron yang masih memendam amarah pada Derry pun memilih untuk mengabaikan nya. Pikiran nya saat ini sedang benar-benar kacau. "Bang, dengerin gue dulu. Masalah yang terjadi antara gue dan Angela tolong lo jangan kasih tahu Papa sama Mama dan sebagai gantinya gue akan rahasiain kejadian tabrakan tadi." Aaron menghentikan langkah. Memutar tubuh menatap tajam pada Derry. "Gue bukan laki-laki pengecut kayak lo, Der. Gue akan mempertanggung jawabkan apa telah gue perbuat, walau itu sama sekali bukan keinginan gue. Sekalipun penjara adalah risikonya. Gue akan terima," tegas Aaron membalas ucapan Derry. "Tapi, Bang. Lo gak bisa---," "Tanggung jawab apa?" Seorang pria tua muncul tiba-tiba membuat kakak beradik itu terkejut. Thony - papa mereka menatap satu persatu kedua putranya. ♡♡♡ Tangis kepiluan sangat menyayat hati. Tangan Shena bergetar saat hendak menurunkan kain putih yang menutupi wajah sang ayah. Jantungnya seolah berhenti berdetak, melihat wajah yang begitu ia sayangi. Tidak ada lagi nyawa dalam tubuh itu. "Ayah! Kenapa Ayah pergi? Bangun, Ayah! Bangun! Jangan tinggalkan Shena, hikss.... hikss...." Shena memeluk tubuh ayahnya dengan air mata yang tidak berhenti mengalir. Shena yakin ini hanya sebuah mimpi buruk, lalu saat ia bangun dari tidurnya semua akan baik-baik saja. Shena yakin itu. "Tuhan, bangunkan aku sekarang dari mimpi buruk ini, Tuhan!" Shena menampar wajahnya sendiri berusaha membuatnya tersadar kalau ini hanya mimpi. Dari ambang pintu ruangan, berdiri seorang gadis buta yang di temani dengan perawat rumah sakit. "Terima kasih, Suster." "Kalau begitu saya permisi." Mendapat kabar meninggalkan sang ayah, tentu membuat Amanda sedih dan tidak menyangka. "Kak," lirih Amanda memanggil. Membuat Shena menoleh dan segera menghampiri sang adik. "Man, Ayah udah gak ada," cicit Shena memeluk tubuh Amanda yang bergetar. "Ayah...." Amanda bergumam lirih. Sakit sekali rasanya, mendapati kabar kalau ayahnya kini tak bernyawa. Shena melepas pelukannya. Mengusap jejak air mata di pipi Amanda. Lantas menuntut Amanda untuk mendekati ayah mereka yang sudah tidak bernyawa. Tangan Amanda terulur untuk menyentuh tangan sang ayah. "Ayah, jangan tinggalkan Manda sama Kak Shena. Ayah bangun," ucapnya pelan dengan harapan yang tidak akan menjadi kenyataan. Shena memeluk tubuh Amanda dari samping. Dan kini, ruangan itu di penuhi dengan derai air mata dua gadis yang kehilangan sosok seorang ayah. Kini, usia Amanda menginjak delapan belas tahun. Tepat satu tahun yang lalu, Amanda kehilangan penglihatan setelah terkena petasan yang mengenai kedua mata nya. Kondisi ekonomi yang tidak memadai, membuat Amanda berlapang d**a menerima takdir dengan ikhlas. ♡♡♡ Atmosfer di sebuah ruangan luas terasa begitu mencekam. Zoya duduk di samping suaminya yang kini tengah menatap tajam Aaron dan Derry secara bergantian. "Jelaskan sama Papa, tanggung jawab apa yang kalian bicarakan tadi?" Thony bertanya dengan wajah serius. Kegelisahan terlihat jelas dari wajah Derry. Bahkan pemuda itu sesekali melempar tatap pada Aaron yang menatap datar ke depan. "Pernikahan harus tetap berjalan!" Seorang wanita setengah baya dengan pakaian glamour tiba-tiba muncul di tengah pembicaraan keluarga Ricardo. Dan hal itu tentu saja membuat ke empat orang di sana berdiri, menatap heran pada wanita yang tidak asing di mata mereka. "Bu Melin?" Zoya mengerit bingung, melihat kedatangan calon besannya. Melin menjatuhkan pandangan tajam pada Aaron dan Derry. "Tolong, Bu. Kalau bertamu ke rumah orang itu harus mempunyai sopan santun yang baik. Hari sudah malam dan Ibu datang ke rumah kami dengan cara tidak sopan seperti ini." Thony bersuara, menampilkan wajah datar dan dingin. Melin tersenyum miring sambil bersidekap. "Anda tidak perlu mengajari saya soal sopan santu. Silah kan Anda ajari lebih dulu, putra Anda yang telah lancang membatalkan pernikahan dengan putri saya Angela," ujarnya menunjuk pada Aaron yang bersikap biasa saja. Zoya mengeritkan dahi, lalu ia menatap pada putra pertamanya. "Membatalkan pernikahan? Aaron, apa maksudnya, Bang?" Aaron melempar tatapan datar pada Melin yang semakin menatapnya tajam. "Anak saya tidak mungkin membatalkan pernikahan kalau tidak ada sesuatu yang membuatnya harus mengambil keputusan tersebut," sahut Thony sebelum Aaron membuka suara. Melin tersenyum mengejek. Angela mengatakan kalau Aaron telah membatalkan pernikahan mereka dengan tiba-tiba. Namun, Angela tidak mengatakan apa yang sebenarnya terjadi hingga Aaron membatalkan sebuah mimpi indah yang mereka rancang sedari dulu. Bukan maksud ingin membuat Aaron jelek di mata keluarga, tapi karena Angela tidak sanggup untuk mengatakan kejadian yang sebenarnya. "Aaron, tolong kamu katakan apa yang sebenarnya terjadi, Nak? Kenapa pernikahan kamu dan Angela harus dibatalkan?" Zoya bertanya, menatap sendu pada Aaron. Ekor mata Aaron melirik pada Derry yang saat ini terlihat gelisah dan ketakutan. Derry diam dengan kepala menunduk. Jari-jari tangannya meremas celana jeans yang dikenakannya. Sungguh, Derry benar-benar takut saat ini. Ia berada dalam bahaya. Sifat labilnya membuat Derry hilang akal hingga membuatnya tega melakukan itu bersama calon istri dari kakaknya sendiri. "Ayo katakan!" sentak Melin. Derry menundukkan kepala. Kalau sampai Aaron mengatakan ia telah merenggut kesucian Angela dengan bantuan obat perangsang, bisa jadi semua fasilitas anak Thony tarik dan kemungkinan paling buruk, ia akan di usir dari rumah. Dalam hati, Derry merutuki kebodohan nya karena telah gelap mata melakukan hal tidak wajar hanya karena cinta. "Ada perempuan lain di hati saya." Aron menjawab mantap. Terlihat tidak ada kebohongan yang laki-laki itu sembunyikan. Plak! Tangan Melin mendapat halus di sebelah pipi Aaron. Membuat semua orang dalam ruangan itu tersentak kaget. "Kurang ajar! Kalian dengarkan, pengakuan dari anak kalian sendiri?! Benar-benar tidak terdidik! Bagaimana bisa, dia mempermainkan anak saya yang bahkan mereka akan menginjak ke pelaminan!" seru Melin di sertai amarah yang menggebu. Zoya menutup mulut dengan satu telapak tangan. Tidak percaya dengan apa yang Melin katakan. Aaron bukan tipe laki-laki seperti itu. Derry sendiri pun terkejut mendengar kebohongan Aaron untuk melindunginya dari masalah yang telah ia ciptakan sendiri. Sedangkan Thony, masih diam dengan wajah datarnya. "Saya tidak bisa melanjutkan pernikahan, saat ada perempuan lain di hati saya." Aaron berucap tanpa ekspresi. Kedua tangannya terkepal kuat, saat bayang percintaan Angela dan Derry terputar dalam memori ingatannya. Melin menggelengkan kepala beberapa kali. Hatinya sangat sakit mendengar penuturan langsung dari mulut Aaron. Lagi pula, hati orang tua mana yang tidak sakit saat melihat anaknya tersakiti? Melin mengangkat dagu, lalu mengela napas panjang. "Baik. Kalau memang seperti ini yang terjadi, memang sebaiknya pernikahan tidak usah di lanjutkan. Saya tidak mau, putri saya akan terus tersakiti setelah menikah dengan anak kurang ajar ini!" maki Melin, sebelum akhirnya ia memutar tubuh, melangkah pergi tanpa permisi. Zoya menahan tangan Thony, saat pria itu akan melangkah mendekati Aaron. Terlihat gurat kemarahan pada suaminya. Urat-urat di lehernya terlihat mengeras. "Lepas, Ma." Zoya menggelengkan kepala. "Jangan, Pa. Jangan sakiti Aaron," ucapnya dengan memohon. Thony melirik tajam sang istri lalu dengan paksa ia melepas cekalan Zoya di tangannya. Lantas melangkah mendekati Aaron yang menatapnya datar. Bugh! Tubuh Aaron hampir terjatuh saat kepalan tangan Thony mengenai pipinya. Zoya menutup mulut, tidak tega melihat putra nya di sakiti oleh ayahnya sendiri. Begitu pun dengan Derry, pemuda itu meringis tidak tega melihat Aaron. Namun, jika Aaron tidak melakukan kebohongan tadi, maka ia lah yang terkena pukulan dari sang ayah. "Papa tidak pernah mengajari kamu untuk menyakiti hati seorang perempuan, Aaron!" "Maaf, Pa." "Apa maaf kamu bisa menyembuhkan luka hati Angela? Bisa tidak?!" sentak Thony, memenuhi ruangan. Zoya segera menghampiri Thony, mengusap bahu suaminya berusaha meredakan emosi suaminya. "Pa, sudah, Pa. Jangan sakiti putramu sendiri. Kasihan Aaron, Pa," mohon Zoya di sertai isakan. Thony memejamkan mata. Pria itu paling tidak bisa mendengar tangisan yang keluar dari mulut istrinya. "Kalo Papa terus menyakiti Aaron, maka Papa juga telah menyakiti hati Mama." Zoya mematap sendu kedua mata Thony dengan air mata yang tidak henti mengalir. "Sekarang kita ke kamar ya, Pa." Zoya menarik pelan lengan suaminya. Thony melirik tajam pada Aaron, sebelum akhirnya ia di bawa pergi oleh Zoya. "Bang," panggil Derry. Aaron mengusap pipi nya dengan sebelah tangan. "Ini kan yang lo mau?" sinisnya bertanya. Derry tertunduk. "Gue gak bermaksud untuk membuat semuanya kacau, Bang." Mengabaikan Derry, langkah Aaron terayun menuju kamarnya di lantai atas. Pikirannya benar-benar kacau tak menentu saat ini. Ibarat kaca mungkin sekarang kaca itu dalam keadaan hancur berkeping-keping. Sudah menghadapinya kenyataan buruk atas apa yang terjadi antara Angela dan Derry, di tambah dengan masalah baru lagi yang semakin membuatnya tertekan dan tidak tahu harus berbuat apa. "Argh! Bodoh! Bodoh! Kenapa lo bisa sebodoh ini sih, Der?!" rutuk Derry sambil mencengkeram rambut pendeknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD