BAB 4 MEMBALAS SEMUA RASA SAKITNYA

1271 Words
Adeline terus memikirkan perkataan Tuan Kane padanya. Dibilang bercanda juga tidak mungkin. Orang sekelas pria itu tidak akan bergurau dengannya yang bisa dibilang bocah kemarin sore. Namun, jika serius— Adeline menggelengkan kepala dan menepis segala pikiran yang tidak mungkin. Mereka sama sekali belum saling mengenal. Tidak mungkin pria itu jatuh cinta padanya. Pasti ada alasan lain dibalik perkataannya. Adeline terus memikirkan alasan-alasan yang mungkin saja terjadi hingga tanpa sadar ia menabrak seorang pria yang hendak masuk ke dalam hotel tersebut. Adeline pun terjatuh akibat benturan itu. "Maafkan aku, Nona. Aku tidak tahu kau datang dari sana," ucap pria itu dengan mengulurkan tangan hendak membantu Adeline. "Tidak, Tuan. Salahku karena tidak melihat-lihat," balas Adeline. Adeline meraih uluran tangan pria itu dan berdiri. Dia merapikan pakaian dan mengangkat kepala untuk melihat wajah pria yang dia tabrak. Namun, betapa terkejut dia karena ternyata pria itu adalah pria yang sudah membuatnya sengsara. Pria yang dia cintai sekaligus dibenci secara bersamaan. "Ternyata itu kamu!" seru pria itu dengan senyum cerah seakan tidak memiliki salah. Adeline hanya diam dan tidak membalas. Dia terlalu malas untuk meladeni. Lagi pula Adeline juga khawatir jika dia mengeluarkan suara, yang ada dia malah menangis. Membuat harga dirinya jatuh di depan pria itu. "Bagaimana kabarmu? Oh! Aku yakin kamu pasti masih sedih karena perceraian kita. Hahaha, meski aku sudah tidak lagi menjadi suamimu, aku mendo'akan semoga kamu mendapatkan pria yang bisa menerima status jandamu dan kamu yang sama sekali tidak memiliki apapun." Pria itu mengalihkan tatapan ke arah yang lain dan mulai berbicara sendiri. "Hahhh ... Ya Tuhan! Sungguh, aku pria yang baik sekali pada mantan istriku," desahnya. Adeline memutar bola mata malas. Dia baru tahu, ternyata pria yang dia cintai bisa sangat menyebalkan seperti ini. Tiba-tiba bersamaan dengan itu, seorang wanita datang dari belakang dan langsung memeluk mantan suami Adeline. Tidak hanya memeluk, wanita itu bahkan sampai mengecup bibirnya dan tidak malu dengan tatapan orang-orang sekitar. Adeline memalingkan wajah dengan hati yang sangat kesal. Ternyata kebencian di hatinya belum bisa mengalahkan rasa cinta untuk pria itu. Melihat adegan seperti itu di depan mata, masih membuat Adeline cemburu. “Kamu sedang bersama siapa, Sayang?” tanya wanita itu dengan nada suara penuh desahan. “Oh! Kamu sudah bertemu dengan mantan istriku, bukan?” tanya Brandon antusias. Adeline yakin bahwa dia pasti sudah bercerita pada Brandon mengenai hari ketika dia datang ke apartemen pria itu. Wanita itu memalingkan wajah ke arah Adeline. Masih sama seperti saat itu ketika mereka bertemu di apartemen Brandon. Wanita itu masih memandang rendah Adeline dan bersikap sombong dengan harta hasil rampasan sang suami. “Ah! Aku ingat! Kamu adalah Valerie, mantan istri suamiku!” Wanita itu tersenyum angkuh dan mengulurkan Adeline hendak menjabat tangan Valerie. “Halo! Aku Vivianne Cavanaugh. Istri sah dari Brandon Cavanaugh,” ucap wanita itu memperkenalkan dirinya. Memberikan penekanan di kata “istri sah” seakan sedang mengejek Adeline yang menikah saja tidak didaftarkan di catatan sipil. Adeline tidak membalas uluran tangan itu. Dia hanya menatap sinis dan melihat ke arah yang lain. Sebenarnya Adeline ingin sekali pergi dari sana. Namun, entah kenapa kedua kakinya enggan melangkah. Yang malah membuat Brandon berpikir bahwa Adeline masih belum bisa melupakannya. “Adeline, aku tahu bahwa aku sangat tampan dan sulit untuk dilupakan. Tapi pernikahan kita sudah berakhir. Dan Vivianne tidak berhak menerima perlakuan burukmu hanya karena kamu cemburu padanya. Kamu harus bisa melupakan masa lalu kita! Life must go on!” serunya sok bijak menceramahi Adeline. Adeline ternganga saking terkejut dengan ucapan Brandon. Padahal dia adalah korbannya. Namun, pria itu malah bersikap seakan tidak ada pelaku dan korban di sini. Adeline menarik napas panjang. Dia tersenyum sinis pada pasangan suami-istri itu kemudian berkata, “Aku tidak perlu sampai memperlakukan istrimu dengan buruk karena dia memang sudah buruk. Sama seperti kamu yang menikahiku hanya karena menginginkan hartaku saja.” Adeline melihat ekspresi kesal dari wajah Brandon dan Vivianne. Dia sangat senang bisa membalikkan keadaan. “Maaf, hari ini aku sangat sibuk. Jadi, tidak ada waktu untuk meladeni kalian.” Setelah berucap seperti itu, Adeline langsung pergi tanpa mendengar balasan dari Brandon dan Vivianne. Dia sudah sangat malas untuk berlama-lama di sana. Namun, Ketika Adeline hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah tangan menahan gerakannya. Adeline berbalik untuk melihat orang itu yang ternyata adalah Vivianne. Dia melihat Brandon hanya diam saja memerhatikan mereka dari kejauhan. “Kamu masih ada urusan denganku? Tapi maaf, aku sangat sibuk sekali hari ini. Jadi, tidak bisa meladenimu—” “Kamu itu hanya wanita rendahan yang tidak memiliki apa-apa. Tidak usah bersikap sombong denganku! Derajatku jelas jauh di atasmu!” seru wanita itu menyombongkan dirinya. Adeline tertawa sinis, memicingkan mata, senyumnya seolah mengejek kemudian berkata santai, “Apa kamu tidak pernah mendengar istilah langit tidak perlu mengatakan dirinya tinggi?” Sebuah pertanyaan yang langsung membuat Vivianne muram. Adeline tersenyum puas. Tidak perlu banyak kata-kata untuk membuat wanita sombong itu bungkam. “Sudah, ya! Aku sedang sibuk sekarang.” Adeline berbalik dan masuk ke dalam mobil. Namun, tiba-tiba Vivianne menarik lengannya dan membuat Adeline kehilangan keseimbangan. Wanita itu juga memberikan tamparan yang sangat keras di wajah Adeline hingga membuat tanda merah di pipinya. Adeline merasakan darahnya berdesir. Mencium bau amis, dia memegang sudut bibir yang ternyata mengeluarkan cairan berwarna merah. Meski bertubuh kecil, ternyata Vivianne memiliki tenaga yang kuat untuk memukulnya. “Kamu memukulku?!” Adeline hendak membalas namun seorang pria tiba-tiba berdiri di depannya. Adeline menerka pria itu namun, karena sosoknya yang tinggi besar, ia jadi tidak bisa melihat siapa pria itu sebenarnya. Tanpa basa-basi, pria itu langsung menarik lengan Vivianne dengan satu tangan dan menyeretnya menjauh dari Adeline. Melemparnya ke luar dari kawasan hotel tersebut. Adeline melihat Brandon berlari mendekati istrinya. Terjadi baku hantam tapi Brandon kalah kemudian pergi dari sana. Sedangkan Adeline sangat terkejut dengan kejadian barusan. Dia hanya bisa terdiam dan menyaksikan semuanya. Siapa pria itu dan dari mana asalnya, Adeline sama sekali tidak tahu. Pria misterius yang sama sekali tidak diketahui asal-usulnya dan alasan pria itu mau menolongnya. “Nona? Apa Anda baik-baik saja?” tanya seorang wanita berpakaian rapi yang tiba-tiba berada di belakang Adeline. Melihat pakaiannya yang rapi serta sebuah name tag yang tergantung di leher, Adeline menduga bahwa wanita itu adalah manager hotel. “Ah! I-iya. Saya tidak apa-apa. Terima kasih,” ucap Adeline. “Anda terluka. Nona, mari ikut saya. Saya khawatir jika tidak segera diobati, maka akan meninggalkan bekas yang tidak bisa hilang,” ucap wanita itu meyakinkan. Sejenak Adeline merenungi ucapannya yang benar. Akhirnya ia menurut dan kembali masuk ke dalam. Biar bagaimanapun ia tidak ingin memiliki bekas luka di wajah. Awalnya Adeline pikir mereka hanya akan ke ruang kesehatan saja. Namun, ia malah dibawa ke sebuah ruangan mewah yang berada di lantai paling atas hotel tersebut. “Maaf, kenapa Anda membawaku ke sini?” tanya Adeline. “Tentu saja untuk mengobati Anda, Nona,” balas wanita itu. Ketika Adeline ingin bertanya lebih lanjut, wanita itu meminta Adeline untuk duduk di sofa dan memintanya menunggu dengan alasan dia akan kembali dengan membawa kotak P3K. Alhasil Adeline harus menunggu di dalam ruangan itu seorang diri. Dia tidak berani untuk melihat-lihat karena menurutnya itu adalah sikap yang tidak sopan. Adeline memilih untuk mengeluarkan ponsel dan membuka e-mail kalau-kalau ada berita terbaru dari asisten kepercayaannya. Beberapa saat kemudian pintu ruangan kembali terbuka. Namun, bukan sosok seorang wanita yang datang. Melainkan seorang pria yang tadi bertemu dengannya. Pria itu yang sudah memberikan penawaran lain supaya dia mau menanamkan uangnya di perusahaan Adeline. “Tuan Kane? Sedang apa Anda di sini?” Bukannya menjawab, pria itu malah duduk di samping Adeline dan menatap tepat di iris hitam miliknya. “Menikahlah denganku maka akan kubalaskan dendammu.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD