Kayana

1518 Words
Hampir satu minggu waktu telah berlalu sejak ia mulai jadi pekerja magang di kantor perusahaan Æthernal Corp. Ia sadar sekarang bukan waktunya untuk bersikap manja atau bergantung pada kekuasaan orang tua. Siswa SMA Spebius merupakan siswa pilihan dunia! Paling tidak itu yang mereka katakan. Ia bertekad tak akan mengkhianati anggapan masyarakat hanya karena egoisme semata. Karena magang tinggal sebentar. Ia harus mendapatkan info sebanyak mungkin sebelum masuk sekolah. “Dek Var juga rajin banget, ya. Hari Minggu segala acara pakai masuk,” tegur mbak-mbak resepsionis berwajah ramah. Ia membatin, mbak juga rajin banget. “Yahh, soalnya saya in ikan ingin sekali direkrut, Mbak. Psst, Mbak, kira-kira kalau saya mau cari perhatian buat show off sama siapa, ya?” tanya Var lirih. “Ha ha ha ha ha ha ha, kamu jujur banget, sih. Lucu, deh. Semua yang ada di Divisi Personalia itu orang-orang yang tepat buat dicaperin,” jawab wanita itu. “Bagaimana dengan Pak Jin Ma?” tanya Var lagi. Lebih intens. “Soal itu aku nggak bisa banyak omong, Dek,” jawabnya. Baiklah. Ia sudah siap akan segala bentuk penolakan dan kerahasiaan orang bernama Jin Ma. Seseorang yang ia rasa memegang peranan penting akan semua yang sedang ia caritahu. Kalau boleh jujur Jin Ma itu mirip banget sama... Bruuk! Terlalu serius berpikir ia sampai menabrak seorang pegawai tanpa sadar. Buru-buru ia bereskan bawaan si pegawai yang jadi berhamburan ke lantai dan memohon maaf sedalam-dalamnya. “Ariy,” panggil Var. Pemuda yang ia panggil Ariy itu langsung merebut seluruh dokumen yang dipegang Var. Segera melesat pergi. “Jin Ma, lo Ariy, ‘kan?” tanya Var menahan tubuh pemuda itu di dinding. Di sekolah Ariy adalah SUP dengan penampilan paling sederhana. Rambut seadanya saat yang lain menggunakan jasa penata rambut profesional. Pakai kacamata saat yang lain pakai lensa kontak mahal. Make upless saat yang lain full of make up. Penampilannya di sekolah bahkan Var nilai kalah heboh darinya. Jadi, pantas penampilannya sekarang cukup mencengangkan untuk diragukan identitasnya. “Terus masalahnya di mana?” orang itu bertanya. “Ada banyak hal yang pengen gue konfirmasi sama lo,” jawab Var. “Gue sangat sibuk, Var,” respon anak remaja itu ketus. “Tolong jawab pertanyaan ini, ada hubungan apa antara perusahaan ini sama perusahaan bokap gue?” tanya Var. “Hanya bisnis biasa,” jawab Ariy datar. “Bisnis apa? Kenapa gue cari nggak ada? Apa ini ada hubungannya dengan larangan Ayah saat gue mau masuk SMA Swasta Spebius? Apa rahasia perusahaan pemilik sekolah kita yang kalian sembunyikan dari banyak orang?” tanya Var beruntun. Geram. “Waktu gue sudah terbuang tiga menit lima puluh delapan detik mendengar omongan nggak guna lo. Lepasin!” balas Ariy dengan tatapan s***s. Menampik tangan Var yang sok kenal sok dekat agar menjauh dari tubuhnya. Var pun melepas pegangannya. Ia tersadar oleh sesuatu, “Jin Ma… Jangan-jangan lo general manager perusahaan ini?” tanyanya dengan tatapan nanar, takjub sekaligus bingung dan tak percaya. “Kalau iya terus kenapa? Apa urusannya sama lo?” tanya Ariy makin sengak. “Gimana bisa?” Bayangan general manager yang ada di kepala gue adalah orang dewasa yang sudah sangat berpengalaman dan dituakan. Dia beneran anak SMA nggak, sih. Var hanya bisa menerka-nerka apa yang terjadi. Habis, situasi dan kenyataan seperti ini nyatanya memang sedikit di luar ekspektasi. “Karena gue pintar. Sangat pintar! Bukan hanya pintar, tapi gue juga pekerja keras dan nggak pernah buang waktu. Gue mengorbankan banyak hal untuk kedudukan gue saat ini. “Mending lo bergerak jauh lebih cepat. Sebelum kesalip lebih jauh sama si ranking tujuh,” pungkas Ariy seraya melangkah menjauh. ……. General manager. Sebuah jabatan prestisius dan keren. Ariy tak asal bicara. Dibutuhkan banyak pengorbanan dan usaha yang panjang nan berliku untuk mencapai posisi itu. Tapi, daripada posisi general manager seperti yang banyak orang ketahui soal dirinya. Ia lebih memilih menyebut pekerjaannya sebagai GF alias Girl Friday yang memiliki makna kaki tangan atau tangan kanan. “Pak Jin Ma sudah datang. Mohon tunggu sebentar. Pak Kayana masih ada tamu,” sambut sekretaris Kayana, seorang Wanita berhijab. “Siapa sih yang dateng hari Minggu begini? Bikin mood makin jelek aja,” komentar Jin Ma kesal. “Salah satu teman golf-nya, Pak,” beritahu sekretaris Kayana. “Dasar atasan b******k b******n bin b*****t. Janjian jam berapa dia malah molor seenak udelnya. Dia pikir saya ini pengangguran apa?” omel Jin Ma sambil menekan-nekan d**a di hadapan sekretaris berhijab dengan penampilan trendy itu. Pegawai memang tak diharuskan menggunakan pakaian formal jika harus masuk kantor di hari Minggu. Sekretaris itu tertawa kecil dengan bibirnya yang mungil, “He he he. Sabar, Pak Jin Ma. Keliatannya Anda benci banget sama Pak Kayana, ya. Padalah Presiden Direktur Kayana itu adalah orang yang sangat baik, lho,” komentar wanita itu. Jin Ma membelalakkan kedua mata menatap si sekretaris yang memang sudah pasti akan membela atasannya. “Anda benar. Sangat baik. Terbaik untuk dikencingin mukanya,” ia menjawab, masih diiringi emosi. Perempuan bernama Maserrisa itu tersenyum digulum. General manager yang sehari-hari tampil elegan lagi berkharisma. Sikapnya akan berubah seratus delapan puluh derajat setiap diminta menghadap Kayana, pria yang memegang jabatan presiden direktur perusahaan ini. “Anda masih single, ‘kan? Apa mau saya kenali sama teman-teman saya pas kuliah? Cantik-cantik, lho. Masih muda juga,” tawar Maserrisa yang berpikir General Manager-nya jadi sensitif karena terlalu lama menjomblo. Jin Ma menatap Wanita yang sedang cari perhatian itu dengan tatapan dingin. Maserrisa langsung tersipu. “Asal Mbak tau ya saya ini lebih tertarik sama om-om ganteng bin kaya raya,” beritahunya dengan tatap mata serius. Entah yang ia katakana serius atau tidak. “Lha, bapak saya, dong,” balas Maserrisa cekikikan kecil. “Boleh dicoba,” sahut Jin Ma seraya m******t bibir atasnya, “Saya lebih tertarik sama nomor telpon beliau timbang teman-teman kuliah yang Mbak Maserrisa sebut barusan.” Maserrisa tertawa kecil. Tidak tau harus merespon apa pada sikap tidak biasa salah satu atasannya ini. Tak lama kemudian tamu Kayana keluar. Masih menggunakan pakaian olahraga. Menenteng tas stick golf. Lengkap dengan bau badan yang buat dunia Maserrisa dan Jin Ma serasa bergetar. Dddrrr dddrrr dddrrr!!! “Cepat masuk!” perintah pria dengan proporsi tubuh ideal itu tajam. Maserrisa tau General Manager-nya hanya bercanda (semoga). Tapi, hubungannya dengan Kayana tidak seperti hubungan antara General Manager dan Presiden Direktur yang biasa ia lihat selama ini. Benarlah. Kantor Æthernal Corp. merupakan sisi lain dunia yang tak bisa dijamah. ……. Di dalam ruangan Presiden Direktur Kayana. “Saya dapat laporan bahwa pergerakan para pialang minyak di seluruh dunia yang mulai mengendus aktivitas perusahaan kita. Pabrik di Virginia dan Massachusetts merasakan keberadaan pengintai. Sepertinya musuh-musuh kita mulai punya nyali,” lapor Jin Ma. “Apa antisipasi yang sudah kamu lakukan?” tanya Kayana. “Saya sudah merancang upaya perlawanan serta pemalsuan data jika sewaktu-waktu berhasil dicuri. Saya juga sudah mengutus ahli untuk mencaritahu dalang di balik semua ini,” jawab Jin Ma. “Seperti biasa. Sangat bisa diandalkan,” puji Kayana. Bangkit dari kursi mewahnya. Mendekati Ariy. Didorong lehernya sampai jatuh dari kursi. Duuk! Jin Ma diam saja. Tangannya tetap berjaga-jaga jika saja Kayana sampai kelewat batas. “Berani-beraninya kamu melakukan kesalahan sampai membuat perusahaan berada dalam bahaya,” geram Kayana sambil terus menguatkan cengkramannya ke leher Jin Ma. “Uhuk… uhk… de… dengarkan… say… uhk!” “MAU ALASAN APA LAGI??!!!” teriak Kayana menggelegar. Sudah ia buat ruangannya kedap suara. Tanpa kamera pengawas. Hanya ia, Ia, dan ia, yang mengetahui semua kejadian ini. Tubuh Jin Ma menggelinjang berusaha lepaskan diri dari amarah Kayana. Kayana tak persilahkan sebuah toleransi. Ganti ia cengkram jidatnya. Duak! Duak! Duak! Dijedotkan berkali-kali ke lantai dengan cukup anarkis. “Kamu tuh b**o, t***l, oblok. Kapan ya kira-kira saya bisa mengandalkanmu, Kim Jin Ma? Saya nggak peduli sama semua kesibukan kamu di sekolah. Pokoknya kalau nggak kamu selesaikan dan ciduk semua pembuat onar itu. Kamu bakal merasakan yang lebih dari ini. Ngerti?!” tanyanya sinis. Jin Ma terdiam. Kepalanya pusing tujuh keliling. Jangankan bangkit. Bicara pun mustahil. “Jawab, b******k!” teriak Kayana. Dikedipkan perlahan matanya dua kali. Seolah sudah biasa dengan kode semacam itu. Kayana pun menjauh dari si anak remaja. ……. Satu jam setelah masuk. Jin Ma keluar dari ruangan Kayana. Sebelah tangan memegangi kompres di belakang kepala. “Astaga, Pak Jin Ma Anda kenapa?” tanya Maserrisa histeris. Timbang baru saja keluar dari ruangan seorang presiden direktur. Jin Ma lebih seperti baru saja berhasil lepaskan diri dari markas suatu gangster n*****a. “Nggak apa-apa,” jawab Jin Ma malas. Maserrisa mendekati Jin Ma dengan wajah khawatir. “Jangan main-main, Pak Jin Ma! Ya Tuhan, ada benjol segede bakpau. Berdarah. Kita harus ke rumah sakit!” ajaknya. “Tidak usah lebay, Mbak Maserrisa! Sudah dikasih P3K sama Presiden Direktur Kayana ini. Saya baik-baik saja sekarang. Lanjut kerja sana!” perintah Jin Ma sewot. Maserissa langsung memasang pose hormat bendera. “Siap, Pak Jin Ma!” Ya ampun, kepala gue rasanya mau pecah, batin Jin Ma tetap berusaha pertahankan kesadaran. Agar jikapun ia memang akan pingsan, lakukanlah di ruangannya sendiri. Ia tak mau terlalu memancing perhatian tidak perlu. Di dunia yang penuh dengan masalah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD