Chapted 2
Aku pernah berkata pada pemilik suara itu. "Jangan pernah melamar pekerjaan sebagai Customer Service" Kataku, kemudian dia bertanya, Emang kenapa, gitu?" Percayalah, itu bukan pekerjaan yang cocok untukmu." Aku menekankan. Dia hanya manggut-manggut sambil menatap layar laptop.
Apa mungkin dia merasa tersinggung atas ucapanku waktu itu? Sesaat aku merasa bersalah pada Susi.
oh, mungkin itu benar, karena itu dia tak lagi mau berbicara padaku setelahnya. Tetapi setelah bertemu dia hari ini yang terlihat begitu gembira bertemu denganku, kupikir lagi bahwa dugaanku telah salah dan itu justru membuatku merasa sedikit lega.
oh, Syukurlah. berarti dugaanku salah." bisiku dalam hati.
Susi menoleh kebelakangku seperti sedang mencari seseorang.
Mana gandengannya?! ,"
Ucapnya kecewa setelah tak menemukan sesuatu yang carinya. Aku sudah menduga pertanyaan seperti ini akan keluar dari orang-orang yang kau temui. Terutama dari teman lama-mu.
Saat usiamu mendekati tiga puluh tahun dan kau belum menikah, mereka mulai mencibirmu tak laku. Tiba-tiba mereka mengumpulkan tanda tanya dibenak mereka lalu mencari bahan untuk mencerca-mu. Mereka berbisik-bisik dibelakang punggungmu dengan nyinyiran sadis. Seolah statusmu yang masih single adalah sebuah aib yang memalukan.
Tetapi saat mereka didepanmu langsung, percayalah, mereka akan bersikap bak malaikat yang akan memberimu banyak nasihat, membuatmu berpikir seolah kau telah salah arah.
Masa masih sendiri aja."
Lanjut Susi dan entah kenapa tiba-tiba aku membencinya.
Ya tuhan.., bisakah mereka tidak menanyakanku soal pasangan. Aku sungguh benci mendengar pertanyaan," "Apakah kau sudah punya gandengan?, Apakah kau sudah memiliki calon?,
Setidaknya pacar?, ahh, gebetan mah pasti ada kan ya?. Dan lebih menjengkelkan lagi beberapa kali aku mendapatkan pertanyaan," sudah punya anak berapa mba?,"
rrghh..
Orang-orang sangat anoyying terhadap kehidupan pribadi orang lain! Sungguh aku berharap aku lahir di eropa sana. Dan Susi hanya salah satu wanita dari kebanyakan.
Seharusnya kau menanyakanku pertanyaan yang lebih menarik dari ini, susi!" Bisiku dalam hati, namun tentu saja Susi tak mendengarnya.
oh, ada, tapi dia sedang dinas diluar kota, Sayang sekali dia tidak bisa menemaniku kondangan, dia baru saja terbang jum'at kemaren."
Kataku berbohong. Aku mengatakannya dengan nada yang kubuat yakin bahwa aku memiliki kekasih.
oh, gitu."
Susi menganggukan wajahnya percaya
Kemudian dia melepaskan tangannya dariku.
Kau masih bekerja ditempat lamamu? "
oh, iya masih."
jawabku singkat. Dan hatiku sedikit lega, Susi tak melanjutkan pertanyaan soal gandengan lagi.
Syukurlah.."
Kamu beruntung bisa bekerja, mandiri dan bebas lagi."
Belum ada beban."
Tambahnya.
Sebuah pernyataan yang terdengar sesal ditelingaku membuatku mengernyit tanya.
Kau sendiri kemana saja?"
Aku tak mendengar lagi kabarmu sejak skripsimu selesai.
Dan kau tak memberiku kabar soal wisudamu padaku."
Tiba-tiba aku merasa konyol dengan memberitaukan Susi soal itu, seolah aku ingin dianggap olehnya.
Oh, iya ya Ampuun!"
Sesalnya.
Dan sungguh, sebenarnya aku tak begitu peduli.
Kemudian Susi tersenyum kecil lalu menoleh kebelakangnya sebelum memberiku sebuah alasan.
Selesai kuliah aku langsung dilamar pacarku."
Susi memberitau lalu dia berhenti sesaat sebelum dia melanjutkan ucapannya.
Aku minta maaf karena tak sempat mengabarimu apapun. Pernikahanku terjadi sangat dadakan sekali."
Ujarnya.
Maaf ya."
Jangan hawatir, sus,
katakan padaku siapa pria berutung itu!
Susi tersenyum malu-malu sambil menutupi bibir tebalnya yang di ia poles dengan lipstick merah marun yang senada gaunnya.
Kamu kenal, kok sama suamiku.
Ujarnya setengah berbisik. Aku mengernyitkan mata, menatap tanya pada Susi."
Iya, kamu mengenalnya dan dia juga mengenalmu. Gelagat susi seolah mengajaku untuk menebaknya. Tidak ada pria yang terlintas dikepalaku yang telah menjadi suami Susi. Tidak ada pria yang kekenal yang aku mengetahui dulu dekat dengannya.
Dia teman satu kampusmu, lho.."
Hayo, tebak, siapa coba?!