Part 3 ( Akhir Pekan di Bogor )

1531 Words
Usai sarapan Erik dan keluarga kecilnya langsung meluncur menuju kota Bogor yang sebenarnya adalah rumah tempat tinggal mereka hadiah pernikahan dari Opa Yusuf. Namun untuk saat ini hanya Erik yang menempatinya karena Tasya tinggal di Jakarta. Hanya waktu-waktu tertentu saja Tasya pulang ke sana. Sebelumnya Tasya tidak lupa menelpon ibunya mengabarkan kepergiannya. Walaupun sudah punya suami dan anak sang Mama selalu mencemaskannya apalagi Dany ayah tirinya yang pastinya merasa kehilangan Ehsan cucu kesayangannya. Sifat overprotektivnya tidak luntur sama sekali malah makin menjadi. Ketiadaan Erik membuatnya merasa wajib menjaga dan melindungi Tasya. Tasya tidak diizinkan membawa mobl sendiri makanya kemana-mana selalu diantar jemput sopir. Setelah menempuh perjalanan selama lebih dari 2 Jam Keluarga Erik yang juga ditemani Babysitternya yang bernama Lala, tiba di halaman rumah mereka. “Alhamdulillah, Akhirnya sampai juga.” Tasya bernafas lega. Selama perjalanan ia cukup repot karena harus memangku Ehsan yang tertidur nyenyak dan itu mebuatnya sedikit lelah karena tubuh Ehsan lumayan berat. Baru satu tahun setengah namun bobotnya sudah mencapai16 kg. Setelah mengangkut barang bawaan ke dalam rumah, Erik langsung pamit pergi ke kampusnya. Ia tidak ingin terlambat. Semua teman-temannya pasti sudah menunggunya. “ Sayang aku pergi sekarang ya.” Pamitnya kepada Tasya yang sedang berada di kamar Ehsan menidurkan buh hatinya. “ Iya, hati-hati. Pulang kapan?” Tanya Tasya. “ Mungkin sore. Nanti aku kabari lagi” Ujar Erik. Ia tidak sempat mengganti pakaiannya hanya mengambil ransel dan jaketnya saja. Keduanya lalu berjalan menuju luar rumah. Tasya mengantar kepergian suaminya. “ Dag Sayang” Ucap Erik sambil memberikan kecupan di kening istrinya. Adegan yang cukup romantis.  Sebenararnya sedih juga akhir pekan kali ini tidak seperti biasanya. Tapi tidak mengapa bukankah nanti sore mereka kembali bertemu.  Usai memarkir mobilnya Erik langsung berjalan tergesa-besa menuju gedung dimana acara akan segera berlangsung. “ Sorry gua telat.” Ucap Erik kepada rekan-rekannya. “ Udah pada nungguin lo.” Ucap Aziz “ Gua baru balik dari Jakarta.” Beritahu Erik, sebetulnya tidak penting karena semua temannya sudah tahu. “ Yang ngapel sampai lupa jadwal.” Sindir Bagas. “ Bukan gitu Gas, Gua ngurusin dulu anak dan istri gua. Mereka ikut ke Bogor juga. Ini juga balik mendadak.” Erik memberikan penjelasan. “ Cie...cie..yang udah nikah. Gaya amat sih.” Isni mahasiswi berambut pendek meledek Erik. " Berarti malam ini gua ga balik ke rumah lo dong, gua nginep di kosan Aziz aja." Ucap Bagas. " Emang kenapa?" Tanya Erik. " Gua ga mau ganggu moment lo sama Tasya." Jawab Bagas. " Bilang aja Gas, lo takut baper lihat kemesraan Erik sama bininya." Seru Ragil. " He...he...itu juga salah satunya." Bagas nyengir. “ Buruan masuk yuk, Gedungnya ntar keburu penuh.” Ajak Ragil Mereka pun langsung menuju ke ruangan itu.  Waktu menunjukkan pukul setengah enam sore, Erik berjalan tergesa menuju parkiran mobilnya. Belum sempat membuka pintu mobilnya seorang wanita cantik mendekatinya. “ Maaf mas mengganggu sebentar, boleh minta tolong?” Ujar wanita itu sopan. “ Iya ada apa ya Bu?” Tanya Erik tak kalah ramah. “ Tahu bengkel mobil terdekat tidak? Entah kenapa tiba-tiba mobil sayamendadak mati.” Ucap wanita cantik yang usianya mungkin 30an. Erik ingat wanita itu yang tadi memberikan materi di seminar. “ Boleh saya lihat dulu.” Erik mencoba membantu wanita itu. “ Silahkan.” Wanita itu menyerahkan kunci mobilnya. Erik yang senang membongkar-bongkar mesin mobil mencoba memecahkan masalah yang sedang terjadi. Sayangnya ia tak mampu. “ Anda pulang ke mana?” Tanya Erik. “ Rencananya sih mau ke puncak dulu.” Jawabnya. “ Saya hubungi teman saya kebetulan dia buka bengkel. Mungkin dia bisa membantu.” Erik segera menghubungi Ali. “ Sepuluh menitan lagi teman saya datang.” Beritahu Erik. “ Terima kasih banyak ya Mas” Ucapnya “ Sama-sama.” Jawan Erik. “ nama saya Rina.” Wanita itu mengajak Erik berkenalan. “ Nama saya Erik.” Erik menerima uluran tangan wanita cantik itu. “ Terima kasih ya Erik.” Ucap wanita itu. Saat Ali datang, Erik pun langsung pamit. Kebetulan adzan maghrib sudah berkumandang. “ Nah ini dia Ali teman saya, dia pemilik bengkel sekitaran sini. Silahkan konsultasinya sama dia. Ucap Erik. Setelah itu Erik pun pamit meninggalkan mereka. “ Sayang, maaf ya aku pulangnya telat.” Ucap Erik penuh penyesalan. Tadi pagi ia menjanjikan pulang sore namun baru selepas Isya ia tiba di rumah. “ Ga apa-apa. Kamu udah makan belum?” Tasya tidak mempermasalahkannya. Ia dapat memahahami kesibukan suaminya. “ belum.” Jawab Erik. “ Aku udah masak sayur sup kesukaan kamu.” Ujar Tasya. “ Wah kayanya enak.” Erik membayangkan kelezatan masakan istrinya, Sejak tadi perutnya sudah berbunyi minta diisi. “ mandi dulu” Perintah Tasya. “ Entar aja tanggung. Aku udah lapar banget.” “ Ya udah kita makan sekarang.” Tasya pun seuju. “ Ehsan udah tidur?” Tanya Erik. Hari ini ia tidak sempat bermain dengan putranya. “ selepas maghrib juga udah tidur.” Beritahu Tasya. Usai makan malam Erik menuju kamar tidur, Saat membuka pintu kamar Ia tampak terkejut dengan suasana dan pemandangan  ruangan yang sudah disulap jadi mirip kamar pengantin. “ Amazing,...” Erik Takjub dengan kamarnya. “ Gimana suka?” Tanya Tasya. Tadi sore ia sengaja ingin membuat kejutan dengan menghias kamarnya menjdi seperti sekarang. Semua bunga mawar dan chrysan yang memenuhi ruangan ini di ambil dari taman. “ Kaya kamar pengantin aja.” Ucap Erik tersenyum senang. “ Aku cuma terinspirasi  Mama yang suka sok romantis menghias kamarnya dipenuhi bunga-bunga.” Ucap Tasya. Gadis itu tersenyum geli membayangkan sosok Mamanya yang sengaja pesan bunga mawar dan melati serta bunga lainnya untuk sekedar iseng. Keduanya lalu masuk ke dalam ruamgan pribadi mereka. Aroma wangi melati dan mawar semerbak mewangi memenuhi ruangan. “ Thanks sayang, kamu emang istriku yang hebat, Muach...” Erik mengecup pipi istrinya. “ Tapi maaf ya, bunga-bunga di taman jadi sedikit karena kupetik.” Tasya tertawa kecil. “ Ga masalah. Aduh aku jadi ga sabar pengen bobo nih.” Semangat Erik jadi menggebu. “ Mandi dulu sana, bau” perintah Tasya. Usai mandi badan Erik menjadi segar, sejak keluar kamar mandi senyumnya terus mengembang. Jantungnya berdetak kencang. Membayangkan apa yang akan dilakukannya setelah ini. Ia mendekati sang istri ynag sudah menunggunya sejak tadi. “ Malam ini kamu cantik banget.” Gombal Erik. “ Makasih.” Senyum Tasya mengembang. “ Waktu nikah dulu kita ga sempat merasakan yang namanya kamar pengantin.” Ucap Erik mengenang masa lalu mereka yang kelam dan menyedihkan menurutnya. “ Siapa bilang, kita tidur  di kamar yang dihias seperti ini.” Sanggah Tasya. “ Iya tapi kan kamu cuman meluk guling dan aku tidur di sofa.” Ucap Erik sambil menarik selimut dan langsung memeluk sang istri. “ Ya udah berarti malam ini gantinya.” Bisik Tasya. Rasa bersalah Erik kepada istrinya karena tadi terlam pulang dibayar tuntas dengan memberikan sesuatu yang membuat mereka bahagia.  Pukul setengah tujuh pagi tepatnya usai sarapan, Tasya dan erik berjalan-jalan di sekitar taman belakang rumahnya. Tentu saja dengan Ehsan yang duduk anteng di stoller nya, Ceritanya sih sekalian jemur Ehsan di bawah matahari pagi yang menyehatkan sekaligus menyuainya sarapan bubur. “ Coba saja kalau rumah kita bisa disulap dipindahin ke Jakarta.” Ucap Tasya. Tasya senang dengan rumahnya. Tapi ia tidak bisa tiap hari tinggal di tempat ini. “ Terus aku tinggal dimana?” Tanya Erik, “ Iya juga” Tasya tersenyum. “ Nanti kalau udah lulus kuliah kita tinggal bareng di sini.” Ujar Erik penuh harap. “ Tinggal di sini gimana, bukannya mau S2 di Belanda.” Tasya mengingatkan Erik tentang rencana berikutnya setelah selesai pendidikan mereka. “ Betul juga ya, Ntar di sana kita cari rumah yang bagus dan tamannya luas.” Ide Erik “ Beneran ya biar Ehsan bisa main dan lari-lari.” Tasya setuju. “ Seru ya apalagi kalau Ehsan udah punya adik. Rumah kita pasti ramai.” Erik berandai-berandai.  “ Apaan sih ngomongin adik.” Tasya mendelik. Obrolan tentang adik buat Ehsan membuatnya ngeri. “ Ehsan kan udah gede, jadi nanti pasti punya adik-adik yang lucu dan menggemaskan.” Senyum Erik mengembang. Membayangkan keramaian rumahnya. “ No... “ Tasya seolah tidak setuju. “ Emang kamu ga mau gitu kalau kita punya anak lagi.” Erik menatap lekat sang istri. “ Mau tapi jangan dibahas sekarang dong. Kita kan masih muda jadi masih banyak waktu dan kesempatan untuk itu.” Tasya berkata ragu. Terlalu dini membicarakan itu menurutnya. Walaupun Ehsan bukan anak hasil dari hamil di luar nikah, tetap saja dulu itu diluar rencana. “ Tapi jarak anak kita jangan kaya kamu sama adik-adik kamu kelewat jauh.” Usul Erik. “ Gimana sih, itu kan karena Mamanya telat nikah lagi.” Jelas Tasya " Jadi kapan dong kita ngasih Ehsan adik bayi?" Erik menatap sang istri sambil tersenyum. " Please jangan bahas itu deh Sayang, kita masih kuliah dan belum lulus." Tasya membuang pandangannya. Ia tidak mau membahas soal itu. Ia dan Erik kan baru duduk di bangku kuliah semester 6. " Ya udah ntar kalau udah lulus kita ngebut bikin adik-adik buat Ehsan." Erik tersenyum cerah. " Adik-adik!!? Emang kamu pengen punya anak berapa?" Tasya kembali memandang Erik. Dasar Erik ngomong seenaknya. " Sebanyak-banyaknya.....banyak anak banyak rezeki lho. Tanya aja Oma."Ucap Erik santai. Pria itu lalu mengalihkan panfanhan ke arah Ehsan yang anteng dengan mainannya. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD