Empat

2952 Words
Napas gugup terdengar jelas keluar dari Ayana setelah turun dari mobil dan menatap restoran ternama di kota ini, bukan masalah restoran semewah ini, bahkan ia sudah beberapa kali diajak kesini oleh Randy, tapi untuk bertemu dengan orang tua seorang pria yang ceritanya adalah pasangan, itulah yang membuat Ayana ragu. "Ayo," ajak Lian yang kini sudah ada disamping Ayana. "Aku tidak yakin bertemu orangtuamu," "Jangan memikirkan hal aneh, aku pastikan semua akan baik-baik saja," "Sudah berapa orang wanita yang pernah bertemu orangtuamu sebelum ini?" tanya Ayana penasaran masih tidak yakin. "You are the first baby," jawab Lian dengan cengiran yang entah kenapa membuat bulu kuduk Ayana merinding. "Hah!? Kamu serius??" "Udah ah bawel banget sih jadi orang, yuk masuk," Lian meraih tangan Ayana dan melingkarkannya di lengan kekar miliknya yang tentu membuat gadis itu terkaget. Dengan keberanian seadanya Ayana mengikuti langkah kaki Lian masuk menuju sebuah meja yang disana tampak sepasang suami istri yang asik berbincang. Lian melepaskan tangan Ayana yang sedari ia tahan dan berjalan santai kearah pasangan itu, "hy mommy daddy," Dengan mata berbinar dua orang itu berdiri menyambut kehadiran Lian, "ya ampun Lian, mommy kangen banget sama kamu," kini wanita yang berumur 50 tahun-an itu tengah memeluk anaknya itu, "kok sekarang pipinya tirus?" wanita itu lanjut mengomentari pipi sang anak yang tengah ia cubit itu. "Kan keren tirus begini, lebih manly and cool seperti daddy," sambung pria yang merupakan ayah Lian. "Hum, dengan tampang begini makanya kamu jadi sering main sama perempuan-perempuan jalang itu kan? Siapa yang ajarin hah!? Mommy gak suka ya sama kenakalan kamu itu! Kamu pikir mommy gak tahu hah!?" celoteh mommy yang membuat Lian memutar bola matanya malas, sedangkan Ayana tersenyum kecut menahan tawa melihat seorang pria seperti Lian tengah dimarahi sang mommy. "Jangan bikin malu anak kita sama omelin kamu disini," timpal daddy  membela sang anak. "Ih daddy kok ngebelain anaknya? Udah jelas-jelas anaknya salah," si mommy  malah ikut nyolot ke daddy. Lian menghembuskan napas lelah melihat sikap orangtuanya, "ayolah mom dad, gak malu apa? Emang gak liat aku datang sama siapa?" Pandangan orangtua Lian beralih pada gadis yang sedari tadi hanya diam dibelakang Lian.Mommy dan daddy saling lirik seraya memperhatikan Ayana dari ujung rambut sampai ujung kaki yang tentu membuat Ayana takut, bahkan untuk sekedar menenggak ludah. "Oke, sekarang ayo duduk," setelah diam beberapa saat daddy mengintruski yang langsung diikuti semuanya. "Mom dad, kenalin ini Ayana, dan Ayana, mereka ini orang tuaku," Lian mencoba memulai pembicaraan normal diantara mereka. Ayana berusaha menutupi rasa canggungnya dengan tersenyum hormat, "kenalin om tante, namaku Ayana," "Ayana?" tanya mommy dan daddy tanpa sengaja berbarengan. Ayana mengangguk kaku, berhubung sedari tadi dia ditatap dengan wajah menyelidik oleh kedua orang tua Lian, dia merasa semakin tidak percaya diri dan pesimis ini semua akan berhasil. "Ayana Maurelin?" Pertanyaan yang terlontar dari bibir mommy  membuat Ayana dan juga Lian kaget seutuhnya, darimana mommy tahu?Ayana melirik Lian untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi, namun tak ada gunanya, Lian malah terlihat lebih bingung dari Ayana. "I....iy.. Iya tante," jawab Ayana ragu. Momny dan daddy saling tatap dengan wajah terkejut,"Kalian!?" Ayana dan Lian kaku seketika saat mommy dan daddy menunjukkan wajah kaget, mereka tidak tahu apa yang kini tengah dipikirkan sepasang manusia ini. "Kalian kenal dimana?" daddy mencoba bersikap normal, sedangkan mommy masih setia dengan tampang kagetnya. Ayana melirik Lian agar bisa berbicara, Ayana hanya takut jika ucapannya malah membuat semuanya kacau. "Ayana kerja di kantorku, belum lama sih, cuma aku pernah ketemu dia sebelum ini," jelas Lian hati-hati, ia dan Ayana masih memasang sikap siaga.Ayana mengangguk mengamini ucapan Lian karena mommy dan daddynya Lian masih menatap dia tajam tanpa berkedip, yang pasti membuat Ayana tegang. "Wah kamu udah tumbuh jadi gadis yang cantik Ayana, kamu nggak ingat lagi pasti sama kita," mommy yang sedari tadi terdiam dengan wajah cengo kini sudah bisa bicara lagi. Lian dan Ayana saling lirik lagi semakin bingung, mereka tidak paham maksud pembicaraan yang mereka hadapi sekarang. "Oke, sepertinya kalian benar-benar lupa sama semuanya. Ayo kita lurusin lagi semuanya biar nggak ada yang bingung," mommy menyadari tampang bingung dua manusia muda dihadapannya, "Ayana, ayah kamu dulu pasti seorang karyawan bukan?" "Iya, bagaiamana bisa...," Mommy tersenyum mendengar jawaban Ayana, "jadi dulu ayah kamu itu kerja di kantor daddynya Lian. Ayah kamu dulu pernah selametin Lian, kita hutang budi banget sama ayah kamu," "Tunggu! Jadi maksudnya...," Lian mulai bisa mengingat apa yang kini tengah dibahas orangtuanya, namun Ayana masih tidak paham dengan pembicaraan ini. Mommy mengangguk, "jadi waktu umur Lian sekitar sembilan tahun, dia pergi ke kantornya daddy, tapi karena daddynya yang emang ceroboh dan Liannya itu sendiri yang nakal, Lian keluar tanpa sepengetahuan daddy,  nah si Lian ini mau diculik sama orang tapi syukur ada ayah kamu. Ayah kamu coba nyelametin Lian sampai-sampai berantem gitu, dan beruntung ada orang dateng ngebantuin ayah kamu, jadi mereka bisa selamat," Ayana terperangah mendengar cerita mommy, yang ada dipikiran Ayana adalah mengapa ayahnya menyelamatkan anak yang besarnya malah menyebalkan dan menyusahkan seperti ini? "Nah, jadi kita silahturahmi ke rumah kamu, waktu itu kamu masih kecil dan gemesin gitu, trus.. hahahaha," bukannya melanjutkan cerita, mommy malah tertawa sendiri dengan hal apa yang akan ia ceritakan.Daddy ikut tertawa karena tahu apa yang akan dibicarakan sang istri, melihat sang istri tampaknya masih sibuk tertawa dan Ayana masang wajah penasaran,  daddy memutuskan untuk lanjut bercerita. "Waktu kita asik ngobrol di rumah, Lian yang emang gak bisa diem ini pergi ke luar rumah. Dia liatin anak-anak pada main masak-masakan, terus dia gangguin gerombolan anak itu yang tentu bikin semua anak-anak ribut dan marah sama Lian. Tapi Lian malah makin tertarik gangguin anak-anak itu," Mommy, yang sudah bisa mengendalikan tawanya semangat melanjutkan cerita, "terus Ayana yang mungkin udah kesel banget, ngambil salah satu alat masak-masakan dan ngelemparnya ke arah Lian, dan hebatnya lagi itu tepat kena di kepala Lian, semua anak-anak pada kaget dan panik karena dahi Lian berdarah," Entah kenapa Ayana merinding mendengar cerita tentang masa kecilnya, ia melirik Lian takut-takut. "Nih liat, masih ada bekas jahitan di dahinya Lian," mommy menyibakkan sedikit rambut Lian dan menunjuk bekas luka jahitan di dahi kiri Lian. "Jadi ini karena kamu?" Lian melirik  yang entah kenapa membuat Ayana merinding. Mommy dan daddy masih sibuk tertawa tanpa menyadari ekspresi bersalah Ayana, "duh lucu banget ya kalau diinget sekarang, mana waktu itu Ayana nangis-nangis karena merasa bersalah gitu waktu Lian lagi ditangani sama dokter, dia bilang dia takut ditangkap polisi, ahahahah," Semua orang di meja tersebut tampak tertawa menikmati pembahasan, tapi tidak dengan Ayana, dia tidak menemukan alasan apa yang harus ia tertawakan saat ini. "Takdir itu memang lucu, nggak nyangka kalian bisa ketemu lagi dan malah ngejalin hubungan spesial," mommy tersenyum sambil memperhatikan Ayana dan Lian bergantian. "Kalau begini kami bisa percaya sama kamu, mommy sama daddy bakalan marah besar kalau kamu nyakitin hati Ayana," mommy menekankan perkataannya pada putranya itu. "Memangnya aku terlihat seperti pria yang jahat apa?" Lian membela diri karena seolah-seolah orang tuanya masih berpandangan buruk pada dirinya. Ayana hanya bisa menahan diri mendengar ucapan Lian, bagaiamana bisa pria itu mempertanyakan sifat yang sudah melekat dengan dirinya itu? "Ayana, kita minta maaf banget kalau seandainya Lian bikin kamu kesel, tapi kalau nanti dia jahat ke kamu, jangan sungkan-sungkan laporin ke kami oke? Mommy tahu gimana susahnya ngehadepin Lian," lanjut mommy megang tangan Ayana dengan lembut. "Baiklah tante, aku bakal aduin kok, hehe," cengir Ayana sambil natap Lian yang pasti sedang kesal karena sikap orang tuanya. "Hum...no no no, dont call me like that, panggil aja mommy and daddy, mommy bakalan seneng banget dengernya, toh kamu kan calon menantunya kita," Ayana tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan mommy,  tak beda jauh dengan Ayana, Lian juga kaget. Lian tidak menyangka jika orangtuanya menanggapi serius semua ini, yang ada di bayangan Lian hanyalah malam ini sekedar memberi tahu orangtuanya kalau ia bukan pria nakal yang harus diseret pulang ke Amerika. "Duh, kok mommy rasanya seneng banget ya tahu calon mantu nanti itu kamu Ayana? Jadi kapan kalian rencana nikah?" Mata Ayana terbelalak mendapati pertanyaan dadakan ini, tidak, dia tidak berpikir akan berbohong sampai tahap sejauh itu, kini Ayana sudah mengode Lian dengan menginjak kaki Lian dibawah sana. "Aduh!" ringis Lian karena sesuatu kini tengah menginjak kakinya, dan ia sadar kini Ayana tengah menatapnya tajam seolah menuntut sesuatu. "Kamu kenapa?" tanya daddy kaget karena rintihan Lian. "Kenapa malah langsung bahas pernikahan sih?" ujar Lian meluruskan pembicaraan. "Kan udah dibilang sebelumnya, kalau kita ketemu disini buat ketemu calon istri kamu. Lagian kamu kalau dibiarin ngelajang terlalu lama bakalan makin liar dan mommy ragu sama kesetiaan kamu. Lagian cewek itu gak suka dengan sesuatu yang nggak pasti, iya kan Ayana?" Ayana hanya bisa tersenyum kaku menanggapi ucapan mommy,  tahu akan seribet ini Ayana mungkin lebih memilih mundur dari tadi. "Tapi nggak seterburu-buru ini, lagian aku nggak suka main wanita lagi, sejak ketemu Ayana aku berubah jadi lebih baik kok, jadi jangan khawatirin itu, aku setia dan sayang banget sama Ayana," Mendadak Ayana mual mendengar perkataan Lian, ingin rasanya Ayana berlari atau mencari kantong kresek untuk mengeluarkan isi perutnya yang seolah protes mendengar untaian kalimat omong kosong dari mulut penuh dusta milik Lian. "Ayana memang luar biasa," tawa daddy pecah mendengar ucapan anaknya itu. "Benarkah?" mommy yang notabenenya seorang wanita yang tak mudah termakan tipu daya kini melirik Ayana yang menahan mual untuk memastikan kebenaran ucapan Lian. "Iya mommy, sedikit banyaknya Lian udah berubah, aku yakin dia bisa jadi lebih baik," ujar Ayana berbohong dengan penuh ketidak ikhlasan. Ayana hanya berharap ia tidak dikututuk karena mengucapkan kalimat laknat seperti itu. "Beruntung banget deh Lian bisa dapatin kamu Ayana, kami berharap kalian bisa mikirin tentang rencana yang lebih serius, kamu tahu sendiri Lian udah semakin dewasa, dia gak bisa main-main terus kan..," Ayana mengangguk dengan senyuman diwajahnya, "dia emang makin tua mom," Daddy dan mommy langsung tertawa mendengar ucapan singkat Ayana, sedangkan Lian tengah menendang kaki Ayana dibawah sana, namun dengan pintarnya Ayana bisa mengelak dan melempar wajah meledek pada Lian. Daddy tampak nelirik jam tangan miliknya setelah menghabiskan beberapa waktu mengobrol, "maaf ya, daddy dan mommy juga punya janji sekarang," "Duh, padahal lagi asik-asiknya ngobrol bareng Ayana," sesal mommy kecewa, "lain kali kita ketemu lagi oke?" "Tentu mom," Ayana mengangguk sambil ikut berdiri karena daddy dan mommy sudah siap untuk pergi. "Kalian lanjut aja ya, tapi jangan kemalaman juga, jaga diri kalian," lanjut mommy lagi sedangkan daddy sudah sibuk bicara dengan seseorang melalui ponselnya. "Hati-hati," Ayana dan Lian duduk dengan wajah lelah setelah orangtua Lian pergi dari sana. "Terus gimana nih?" tanya Ayana pada Lian. "Apanya yang gimana?" "Jangan pikirin itu dulu lah, aku juga bingung," ucap Lian acuh yang entah mengapa membuat Ayana greget sendiri. "Uhm, masalah itu aku minta maaf ya,  dengan sedikit ragu Ayana kembali bicara. "Masalah apa?" "Tentang itu," Ayana mengisyaratkan luka yang ada di dahi kiri Lian. Lian tertawa sambil mengusap bekas jahitan yang itu, "wah, dari dulu kamu memang gadis yang mengerikan, kamu merusak ketampananku," "Ih, kamu kalau ngomong bisa nggak sih gak usah sombong?" "Kamu benar-benar, kamu pikir apa yang harus ku katakan saat para wanita bertanya perihal luka ini? Sangat tidak keren kalau aku menjawab karena dilempar alat masak-masakan oleh bocah gila," Ayana memutar bola matanya malas, ia tak mau meladeni pembicaraan tidak berguna Lian, namun pandangan Ayana berhenti pada satu meja yang berjarak lumayan jauh dari tempatnya, tapi ia pastikan ia kenal dengan seseoran yang tengah duduk disana. "Randy!??" * Ayana kini tengah menatap wajahnya di cermin toilet, tepat saat ia menyadari keberadaan Randy, disaat itu pula pandangannya dan Randy bertemu, dengan cepat Ayana izin pada Lian untuk kebelakang.Ayana mengehela napas panjang, jujur saja ia kini tengah berusaha menenangkan dirinya yang tengah sedih sekaligus marah. Bagaimana tidak? Randy tengah bertemu dengan kedua orangtuanya dan juga seorang gadis yang hari itu fotonya pernah diperlihatkan Gea padanya. Apa secepat itu Randy melupakannya? Setelah merasakan dirinya lebih tenang, Ayana memutuskan keluar toilet. Namun dirinya langsung kaget mendapati seorang pria yang kini tengah menatapnya juga.Dengan cepat Ayana mengelak, dia tak ingin bertemu dengan pria ini. "Yana tunggu!" teriak Randy saat Ayana berusaha menghindar dan menjauhinya. Merasa aksinya tak akan berhasil, Ayana memutuskan berlari untuk menghindari Randy.Randy yang melihat itu tak mau berdiam saja, ia ikut mengejar Ayana yang berlari dengan sangat cepat, hingga akhirnya ia bisa menghentikan Ayana, kini mereka sudah berada di luar restoran. "Yana kamu bisa dengerin aku dulu, ini nggak seperti apa yang kamu pikirkan," "Apalagi sih Ran? Emang perlu apa kamu ngomong ke aku? Toh kita udah gak punya hubungan lagi kan? Kamu lupa kalau udah mutusin aku gitu aja tanpa alasan??" Ayana berusaha melepaskan tangannya yang tengah di pegang Randy. Randy menghembuskan nafas gusar sambil menyisir rambutnya sekilas dengan jari-jarinya, wajahnya terlihat bingung untuk memilih kata-kata yang akan ia ucapkan. "Kita ngejalani hubungan hampir dua tahun dan kamu nggak pernah sekalipun bawa aku ketemu orang tua kamu, sedangkan wanita itu? Entahlah jika kamu sudah berhubungan dengannya sejak sebelum kita jadian, apa aku ini selingkuhan kamu selama ini!?" suara Ayana mulai meninggi, dadanya terlihat naik turun menahan emosi. "Enggak, kamu gak pernah jadi yang kedua, kamu satu-satunya Yana, aku sayang sama kamu," "Berhenti Ran! Jangan ngucapin hal munafik yang bikin aku benci sama kamu, lalu apa buktinya!? Kamu nggak pernah serius sama aku!" dan kini sebuah bulir bening mengalir dari sudut mata Ayana. "Maaf, aku tak bermaksud seperti itu, aku mohon jangan menangis, kamu tahu aku tak suka saat kamu menangis," Dengan cepat Ayana menepis tangan Randy yang akan mengusap air matanya, "aku tahu, kamu malu kan bawa aku kehadapan orang tua kamu hanya karena aku bukan dari keluarga terpandang seperti kamu? Tahu begini kenapa kamu ngejalin hubungan denganku Ran!?" Randy menatap tidak tega Ayana yang kini malah menangis dihadapannya, "karena aku sayang sama kamu Ayana..," dan jawaban itu meluncur begitu saja dari mulut Randy. "Lalu kenapa kamu ninggalin aku dan malah bawa gadis lain kehadapan orang tua kamu?" Ayana memukul d**a bidang Randy sambil membiarkan wajahnya basah oleh air matanya yang terus saja mengalir.Tak ada perlawanan yang diberikan Randy, ia membiarkan Ayana terus memukulnya selagi itu bisa membuat Ayana lebih baik. "Jawab Randy! Aku butuh alasan, aku udah bosan mencoba mikirin apa alasan kamu," "Aku harus ambil alih perusahaan milik keluargaku, tapi mereka juga memintaku untuk menerima wanita yang mereka pilihkan untukku," Ayana menatap pria dihadapannya tak percaya, ia mengambil langkah mundur untuk memberi jarak dirinya dengan Randy. "Tapi Yana, aku berjanji akan selesaikan semua ini secepat mungkin, setelah semuanya selesai aku akan kembali, aku akan bawa kamu kehadapan orang tuaku, tapi untuk sekarang aku takut itu akan menyakitimu," Ayana menarik napas dalam sambil berusaha menghentikan tangisnya, tangannya mengusap pipinya sambil berusaha mengeluarkan senyuman, "jangan bikin janji yang nantinya malah menyusahkanmu, kita emang udah berakhir," "Tidak Ayana! Aku akan berusaha untuk menepati itu, aku nggak mau kehilangan kamu," dengan cepat Randy menyanggah ucapan Ayana dan berusaha mendekati gadis itu. Dan lagi Ayana mundur sambil menggeleng, "kita emang gak bisa bersama, turuti saja permintaan orang tuamu, aku tak ingin merusak kehidupan anak kebanggaan mereka," Randy mendecak kesal sambil mengusap wajahnya kasar, "kamu bukan perusak Ayana, aku gak mau kita pisah, aku akan usaha beri pengertian pada orangtuaku," Ayana mendongakkan kepalanya berusaha agar air matanya tak lagi mengalir, "aku anggap kita telah berpisah secara baik-baik, selamat tinggal Ran, kamu bisa dapetin cewek yang lebih baik dibanding aku," dan Ayana berbalik berniat pergi meninggalkan Randy. Namun niat Ayana gagal karena Randy menahan pergelangan tangannya dan menariknya hingga kini ia telah jatuh dalam pelukan Randy. Tangis itupun pecah, jujur saja dia begitu merindukan pelukan hangat Randy, ia sangat menyayangi pria ini, ia tak pernah berpikir untuk berpisah dengan pria ini, ia telah membayangkan banyak hal menyenangkan yang bisa ia lewati dengan pria ini. "Maaf, maaf, maaf...," hanya itu yang bisa Randy ucapkan sambil terus memeluk erat Ayana. Tak ada jawaban yang bisa Ayana berikan pada Randy, batinnya terlalu sakit saat ini, tak ada kata-kata yang bisa mewakilkan apa yang tengah ia rasakan saat ini. Namun Ayana berusaha menyadarkan diri dengan fakta apa yang tengah ia hadapi saat ini, kehangatan yang ia terima saat ini hanya akan membuatnya semakin sakit. Dengan cepat Ayana mendorong tubuh Randy menjauhinya. "Lepasin Ran!" paksa Ayana memberontak karena Randy yang seolah tak ingin melepaskannya. "Nggak akan sampai kamu bilang kamu nggak akan ninggalin aku!" "Randy!!!" Ayana mulai berteriak tetap berusaha melepaskan diri dari Randy, tapi sialnya ia masih terperangkap. "Randy lepasin!!" Kini malah Randy seolah ingin menarik Ayana untuk pergi ikut dengannya entah kemana, namun Ayana masih tetap berusaha melepaskan dirinya, Ayana merasakan pergelangan tangannya yang dipegang Randy mulai sakit. "Randy aku minta kamu lepasin!!" Dan disaat itupula Ayana merasakan ada tangan lain yang kini memegang tangannya yang otomatis membuat Ayana kaget, begitupula dengan Randy. "Setidaknya kau tahu jika dia sudah kesakitan," Lian melepaskan tangan Ayana dari genggaman Randy.Dan benar saja, tangan Ayana kini tampak memerah yang membuat Randy juga kaget serta merasa bersalah. "Kau tak perlu ikut campur!" ujar Randy dingin menatap Lian dengan tajam. "Maaf, bagaimana aku tidak akan ikut campur jika sudah berbuat kasar seperti itu? Lagipula dia datang bersamaku, keselamatannya adalah tanggung jawabku," balas Lian santai sambil mengarahkan Ayana berdiri kedekatnya. Randy semakin menampakkan wajah kesalnya, "maaf, dia wanitaku jadi biarkan kami menyelesaikan masalah kami," Lian tertawa mendengarkan ucapan Randy, "benarkah? Baiklah mari kita luruskan pandanganmu itu. Ayana, apakah di priamu?" Lian melirik Ayana dan bertanya yang dengan ragu dijawab Ayana dengan gelengan kepala. "Sudah lihatkan? Dia bukan wanitamu brother,  jadi jangan berlaku seenaknya. Lagipula malam ini dia adalah wanitaku," Randy menatap tidak percaya pada Ayana yang kini hanya menunduk, "apa katamu!?" "Ah sudahlah, kami harus pulang. Seharusnya kau berterima kasih padaku karena aku tidak marah padamu karena telah menyakiti wanitaku, kau sedang bernasib baik malam ini," Lian meraih tangan Ayana dan membawanya pergi dari hadapan Randy. "Sampai jumpa bro!!" Lian menyempatkan dirinya melihat kebelakang untuk memberi salam perpisahan pada Randy dengan senyumannya. "s**t! "  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD