19. Sekali? belum cukup!

1348 Words
Janji Lania dan Vino untuk memiliki anak pada sang kakek membuat keduanya kini terjebak dalam suasana yang penuh debaran di malam pertama mereka saat mereka akan melakukan yang seharusnya dilakukan oleh pasangan suami istri sejak awal mereka menikah. Namun, fakta bahwa mereka menikah yang bukan berdasarkan cinta membuat mereka sama sekali belum pernah melakukan hubungan suami istri tersebut dan kali ini justru adalah kali pertama Lania dan Vino mencoba melakukan hal tersebut. Menyandang gelar istri sah tidak semata-mata membuat Lania leluasa melakukan apapun dengan Vino. Sikap canggung di antara keduanya membuat Lania terus tidak berdaya untuk menghadapi suaminya itu. Apa lagi, setelah ia menyadari bahwa suaminya memang kerap ramah pada wanita lain, pada wanita mana saja yang datang mendekatinya. Lania semakin merasa sulit saat ia harus menghabiskan malam pertama mereka. Lania akan memikirkan keramahan Vino tersebut dan semakin membuatnya sedikit naik darah saat membayangkan senyuman Vino yang terus tertuju pada wanita lain. "Aku akan sangat tidak tahan dengan Vino bila melakukannya begitu saja. Setidaknya aku harus memastikan bahwa Vino benar-benar ingin melahirkan anak denganku." Berulang kali Lania mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri. Ia sudah berpikir panjang tentang masa depan anak tersebut, bila mana mereka kelak akan bercerai. Lania mungkin berniat jika ia tidak akan mau menikah lagi dan cukup menjadi janda anak satu saja bila memang ia melahirkan anak tersebut. Ia bahkan sempat berpikir bahwa ia tidak ingin anaknya di sangkut pautkan dengan Vino nantinya. Ia tidak masalah bila kelak Vino menikah dengan wanita lain dan menjadikan anak dari wanita lain sebagai pewarisnya nanti. Pada intinya, Lania tidak ingin membuat anaknya terlibat dalam hal-hal mengerikan seperti perebutan tahta dan lainnya. Hanya saja, kendala pertama baginya saat ini adalah Lania sendiri tidak yakin bisa melakukan hubungan selayaknya suami istri dengan Vino. Ia tidak yakin bisa melakukan hal seperti itu dengan Vino, yang paling Lania takutkan adalah bila ternyata setelah melakukan hal tersebut dengan Vino. Perasaan yang ia miliki untuk Vino akan semakin dalam dan ia takut kelak Lania akan sangat sulit melepas Vino. "Kamu serius akan melakukannya Vin?" Pertanyaan itu akhirnya kembali Lania lontarkan. Daripada ia merasa pusing sendiri dengan pikiran liarnya, Lania sengaja melimpahkan hal tersebut pada Vino. Ia akan ikuti saja apa yang Vino kehendaki. Bila memang Vino tidak masalah untuk memiliki anak dengan lania. Maka Lania juga tidak masalah dengan hal tersebut, apa yang akan terjadi ke depannya ia akan menyerahkan segalanya pada takdir. Walau sebenarnya Lania juga paham bila Vino sama sekali tidak mungkin mengabaikan keinginan dari sang kakek. Baik Lania maupun Vino keduanya sangat mencintai sang kakek dan sudah pasti akan melakukan apapun untuk memenuhi keinginan kakek tersebut. Mereka saja bahkan rela menikah hanya karena permintaan dari sang kakek. Apabila itu berkaitan dengan sang kakek, tentu saja tidak akan ada bantahan dengan hal tersebut bagi keduanya. Semua pasti akan menuruti apapun yang kakek inginkan. Terlepas dari perasaan mereka yang canggung keduanya memang benar-benar sangat menyayangi sang kakek. Oleh sebab itu, Vino mana mungkin ragu dengan hal tersebut. Ia tidak segan-segan memberikan sang kakek cicit jika memang itu yang kakek inginkan. Vino pun mengangguk keras dan penuh keyakinan sebagai jawaban dari pertanyaan Lania, lalu Lania sekali lagi kembali bertanya, "Apa kamu yakin akan melakukan itu denganku?" "Kamu bertanya padaku apa aku akan menanam benihku padamu?" Ungkapan yang Vino katakan itu membuat Lania sedikit merinding, tapi pada intinya memang itu yang Lania ingin tahu. Tentang kesediaan Vino melakukan hubungan ranjang dengan dirinya. Di dalam pikiran Lania, mungkin saja Vino tak mau melakukan hal itu, apa lagi dengan wanita yang tidak ia cintai. Pendapat lain justru berbeda dengan apa yang Vino rasakan. Vino pun mulai mengarahkan tatapannya yang tajam pada Lania. Tatapan yang sudah langsung bisa Lania mengerti arah tujuannya. Seakan Vino masih tidak mengerti kenapa Lania sibuk dan memikirkan hal tersebut padahal mereka sudah sepakat untuk memberikan sang kakek cicit yang menggemaskan sebelum kakek tutup usia nantinya. "Maksudku, apa kamu bisa melakukannya dengan wanita sepertiku?" Lania bingung menjelaskannya, ia tak ingin menyinggung perasaan Vino. Suara Lania terbata-bata dan terputus begitu saja, suara parau yang penuh dengan kecanggungan. Sementara itu, Vino sendiri justru memiliki pendapat yang berbeda. Hembusan napas kasar pun terdengar dari Vino, tatapan matanya semakin lekat ke arah Lania. Lalu, secepat kilat Vino langsung mengambil posisi di atas tubuh Lania yang saat itu memang sudah terbaring di atas tempat tidur. "Mana mungkin aku tidak bisa melakukannya dengan istriku sendiri!" jawab Vino tegas yang sejatinya sudah mengerti apa yang saat ini menjadi keresahan Lania. "Kamu pikir akan ada pria yang menolak melakukan hubungan ranjang dengan istrinya?" Saat itu juga Lania mulai menyadari naluri lelaki yang Vino miliki. Sesuatu yang seharusnya sudah Lania sadari sejak awal. "Hmm.. benar juga, mana ada seorang pria yang bisa menolak wanita," benak Lania yang sedikit kecewa dengan hal tersebut. Jujur saja, walau hanya sedikit. Lania berharap bahwa Vino bisa melihat dirinya selayaknya seorang wanita yang mungkin saja suatu saat nanti akan benar-benar dicintai oleh Vino setulus hatinya. Ia mengharapkan Vino akan merasakan rasa gugup yang sama dengan dirinya. Namun, nyatanya. Jangankan merasa gugup, bila melihat kondisi Vino saat ini dia justru terlihat begitu bersemangat. "Kamu yakin untuk punya anak dariku?" Sekali lagi, Lania pun bertanya pada Vino, sebelum semua terlambat dan kelak Vino menyesali telah memiliki anak dari Lania. Sebab, terlepas dari rasa semangat yang ia miliki untuk melakukan hubungan ranjang dengan Lania. Kelak ada anak yang tidak berdosa. Kehadiran anak yang mereka idamkan untuk memenuhi keinginan dari sang kakek. "Jelas dong, apa salahnya suami istri punya anak. Kita juga sudah janji untuk memberikan cicit pada kakek, kan!" Jawaban Vino jelas masih sama. Ia terus menjawab dengan penuh keyakinan tak peduli berapa banyak pun Lania bertanya. Sejujurnya Vino malah sudah mulai merasa kesal. Bukan karena pertanyaan Lania yang terus berulang, tapi karena ia sendiri sudah tidak mampu menahan dirinya lagi. Sesuatu sudah mulai terasa sangat sesak di balik celananya, ia ingin bebas dan beraksi sesuka hatinya. Menyerang Lania dengan liar dan buas. Tetapi, Lania malah terus menunda dengan keragu-raguan yang terlihat begitu jelas di wajah cantiknya itu. Padahal, Lania yang saat ini sudah terbaring di atas tempat tidur itu terlihat begitu menggoda. Tubuh sintalnya yang idah hanya berbalutkan kimono tidurnya yang tipis. Nyaris tembus pandang dan mencetak seluruh lekuk tubuhnya yang indah. Bahkan pakaian minim itu jauh lebih banyak memperlihatkan kulit mulus Lania. Kimono yang dikenakan Lania terbuat dari bahan satin. Memiliki kerah berbentuk V yang cukup rendah memperlihatkan belahan indah dari lembah gunung kembar milik Lania. Kimono itu berukuran mini hanya sebatas paha Lania, sekitar satu jengkal besar dari lututnya. Membuat Vino yakin jika Lania sedikit membungkuk maka Lania akan memperlihatkan sesuatu yang jauh lebih indah lagi di balik kimono tersebut. "Aku bahkan yakin jika kali ini Lania juga tidak mengenakan apapun di baik kimono tidurnya itu." Keyakinan itu semakin besar saat Vino sendiri menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa ada sesuatu tonjolan kecil yang tampaknya mengeras di balik kimono tipisnya yang saat ini terlihat sangat jelas. "Hmmm.. Lania, ternyata kamu juga merasakan hal yang sama." Vino saat ini sangat yakin jika Lania juga ternyata sedang menahan dirinya dari sebuah hasrat yang mungkin sudah tak lagi bisa tertahan. Vino yang kala itu sudah berada di atas tubuh Lania. Tentu saja, tak ingin kehilangan kesempatannya. Ia harus segera memulai ini semua sebelum waktu berlalu lebih lama lagi. "Sudah, tenang saja. Aku akan menghamili kamu!" ucap Vino yang mulai pada batas dirinya tersebut. Perkataan Vino memang membuat Lania sedikit terkejut. Namun, itu memang ciri khas Vino yang selalu berkata sembarangan. Sehingga Lania tidak ambil pusing dengan apa yang Vino katakan tersebut. Lania sendiri terlalu sibuk mengurusi debaran jantungnya yang sudah tidak karuan. Membuatnya yakin jika kali ini Vino juga tidak sedang bercanda. Sekali saja Lania mengizinkan Vino menyentuhnya, Lania sudah membayangkan apa yang kemudian akan terjadi padanya. "Memangnya kamu bisa menghamili aku?" Menyamakan dengan tingkah Vino kali ini, Lania pun bertanya sembarangan pada Vino yang malah seolah melukai harga dirinya. "Kamu masih meragukannya? Ayo coba dulu!" Vino pun dengan sigap mendekatkan tubuhnya hingga menempel tepat di atas tubuh Lania yang mungil dan hanya beralaskan kimono tidurnya. Sengaja, agar Lania bisa merasakan sesuatu yang sedari tadi sudah cukup keras dan tegang di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD