Bosan: 01

1521 Words
Di sebuah sekolah SMA elit. Terlihat begitu riuh suara sorak para siswa-siswi yang kini sedang mengadakan acara perpisahan. Begitu juga dengan dua sosok siswa-siswi yang mungkin bisa di bilang mereka sahabat. Dilihat dari tingkah keduanya, yang terbilang begitu akrab. "Kau mau melanjutkan kuliah kemana?" tanya sang lelaki, yang bername tag, Dareen Arga. "Em ... mungkin di universitas terdekat, atau mungkin aku langsung mencari pekerjaan," sahut sang perempuan, yang bername tag, Zanna Kirania. "Dasar, dari awal kau memang tak minat sekolah," kekeh Dareen, yang sudah hafal dengan tabiat sahabatnya itu. "Itu, kau tau!" cercanya santai. Tak lama kemudian datang sosok gadis berkaca mata mendekati mereka berdua. "Da-Dareen, apa aku boleh minta tanda tanganmu di bajuku?" tanyanya malu-malu, seraya menundukkan wajahnya, takut jika sampai pemuda tampan itu tak mau menuruti kemauannya. Dareen hanya merolling bola matanya, terlampau malas dengan hal seperti ini. Dareen yang notabenenya terkenal sebagai pangeran sekolah. Sudah biasa jika dirinya dipuja oleh para gadis seisi penjuru sekolah. Zanna hanya terkekeh, seakan mengejek Dareen. Dengan terpaksa Dareen menandatangi baju belakang gadis di hadapannya. Sosok gadis cupu itu sontak memekik kegirangan. "Terima kasih banyak!!" teriaknya, seakan habis mendapatkan lotre. Dareen menarik lengan Zanna, untuk meninggalkan kerumunan para murid yang menurutnya hanya buang-buang waktu. Mengabaikan sosok gadis berkaca mata yang kini menatap kepergian mereka berdua dengan tatapan lesu. "Kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Zanna, yang merasa sedikit jijik. Pasalnya Dareen tiba-tiba saja membawa gadis tersebut ke sebuah tempat kumuh bekas perpustakaan. "Aku hanya butuh ketenangan di sana sangat bising," sahutnya. "Tapi gak di sini juga kali ... kotor!" ketus Zanna. "Manja sekali," ejek Dareen. Tiba-tiba saja terdengar suara berisik. Zanna yang memiliki tingkat kepekaan tinggi, mendengarkan lamat-lamat suara berbisik tersebut. Suara itu semakin mendekat, hingga kedua bola mata Zanna membola lebar. "Dareen!!! Ada tikus!!" teriaknya, reflek memeluk erat tubuh pemuda dihadapannya. Karena Dareen tak cukup menjaga keseimbangan, akhirnya mereka berdua limbung. Jatuh dalam posisi sang gadis ada di atas tubuh sang pemuda. Tanpa senagaja kedua pasang mata mereka saling bertatapan. Semakin lama, semakin mendalam. Hingga seperti ada aliran listrik yang begitu kuat, menarik keduanya untuk semakin mendekatkan wajah mereka. Dareen baru menyadari jika wajah gadis yang selama ini dekat dengan dirinya, terlihat begitu cantik. Kenapa ia baru menyadarinya sekarang? Di mana dia selama ini?". Gumamnya. Entah siapa yang memulai, kini bibir mereka sudah saling menyatu. Memperdalam pagutan keduanya, mengabaikan banyaknya tikus dan serangga berlalu lalang di samping mereka. Hingga! "Hei!! Sedang apa kalian?! Jangan berbuat m***m di tempat ini! Ayo, ikut denganku ke kantor!" teriakan sosok penjaga sekolah mengagetkan atensi mereka berdua. Zanna segera berdiri dari tubuh Dareen, membetulkan bajunya yang sedikit kotor dan berantakan. Ia merasa begitu bodoh, bingung, terkejut menjadi satu. Zanna terdiam sejenak, mengingat apa yang baru saja terjadi padanya dan juga Dareen. Ia bingung, setan apa yang merasuki dirinya? Hingga ia terlena dan mau dicium oleh pemuda yang berstatus sebagai sahabatnya itu. "Zan ... maafkan aku," lirih Dareen, jujur saja ia juga tak tau kenapa bisa sampai kilaf seperti tadi. "Ti-tidak apa-apa," gugub Zanna, kemudian meninggalkan Dareen sendirian. Di sinilah sekarang mereka berdua berada. Di sebuah gedung kantor sekolah. Menghadap sosok kepala sekolah yang terlihat menatap mereka dengan tatapan tajam. "Bisa kalian jelaskan!" perintahnya. "Kami tidak melakukan apa-apa, Pak!" ucap Dareen. Sang kepala sekolah hanya terkekeh. Merasa lucu dengan apa yang dikatakan siswanya ini. Sudah ketahuan masih saja mengelak. "Baiklah, jika kalian tidak mau bercerita yang sebenarnya. Aku akan memanggil kedua orang tua kalian," Zanna membelalakkan kedua matanya. "Pak, tolong ... jangan hubungi keluarga kami," takut gadis tersebut. "Sudah terlambat! Aku sudah menghubungi keluarga kalian berdua. Dan sekarang mereka sedang menuju ke sini," Hilang sudah semangat hidup seorang Zanna. Kejadian tanpa sengaja harus berakhir menjadi mala petaka. Tak lama orang tua dari kedua belah pihak sampai di ruangan para dua sejoli itu berada. Para orang tua hanya menatap anak-anak mereka. Seakan tak percaya dengan apa yang mereka berdua lakukan. "Pak, biar kami yang urus masalah anak-anak kami," ujar sosok pria paruh baya, yang di ketahui sebagai ayah dari Dareen. Setelah selesai dengan permasalahan sekolah. Kini Dareen dan Zanna harus kembali di hadapankan dengan kedua orang tua mereka. Dan sayangnya kedua pihak keluarga sudah saling mengenal akrab. "Bagaimana, Pak Doni? Apa yang harus kita lakukan. Anakku harus bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan pada Zanna," ucap pria yang bernama Bara, ayah dari Dareen. Sosok pria yang ditanya hanya diam, ia juga bingung. Tapi mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi. Keputusan yang terbaik hanya dengan menjodohkan mereka berdua. Toh! Kedua keluarga juga sudah saling mengenal satu sama lain bukan?. "Aku setuju dengan keputusan yang kau buat, Pak Bara. Aku setuju jika Nak Dareen menjadi pendamping Zanna," Perkataan itu sukses membuat Dareen dan juga Zanna tersentak, berdiri dari tempat duduknya. "Ma! Pa! Kenapa semua jadi seperti ini? Aku dan Dareen tidak pernah melakukan apapun. Kami hanya bersahabat," tak terima Zanna. Ia masih ingin melanjutkan pendidikannya. "Iya Pa ... aku bersumpah tidak melakukan apapun pada Zanna." Dareen ikut menimpali. "Sekarang kau bicara seperti itu, jika saja penjaga sekolah tadi tak memergoki kalian berdua, apa yang akan terjadi selanjutnya?" sahut sang ayah. "Tapi, apa kalian tidak berpikir? Usiaku dengan usia Zanna masih sangat muda. Aku belum mempunyai pekerjaan, bagaimana aku bisa menikah, Pa?" ucap Dareen. Berharap jika sang ayah mendengar alasannya. Namun Pak Bara justru mengulas senyumnya. "Dareen apa kau tidak ingat? Jika perusahaan Papa sudah atas namamu? Kau bisa langsung melanjutkan bisnis Papa. Kalian tidak usah memikirkan masalah ekonomi. Kedua orang tua kalian tidak akan membiarkan kalian berdua jatuh miskin," Pak Bara melirik kearah sahabatnya, Doni. Pak Doni yang setuju dengan usulan sang sahabat hanya tersenyum seraya mengangguk pelan. Sedang kedua pihak istri hanya mengiyakan keputusan para suami mereka berdua. Lagi pula mereka juga sudah lama berencana menjodohkan putra-putri mereka berdua. Tak ada lagi alasan untuk Zanna dan Dareen menolak perjodohan itu. Di sinilah mereka berdua, di sebuah rumah besar yang baru saja diberikan oleh kedua orang tua mereka. Benar-benar sulit dimengerti, bahkan kedua orang tua mereka sudah mempersiapkan rumah untuk Zanna dan Dareen. Kedua remaja itu dipaksa untuk tinggal berdua, menjelang hari pernikahan mereka yang terbilang sangat singkat. "Reen, apa kau pernah berpikir jika kita akan saling bersanding dalam satu atap?" tanya Zanna dengan tatapan kosong. Kini mereka tengah berada di dalam kamar, waktu sudah semakin larut malam. Namun keduanya enggon untuk memejamkan kedua mata mereka. "Aku tidak pernah berpikir sejauh ini," sahut Dareen. "Apa itu pernikahan?" tanya Zanna, yang memikirkan hal itu rasanya otaknya tak sampai. "Aku tidak tau, setahuku orang-orang menikah, malam pertama dan punya anak," "Semudah itu? Tidak ada yang lain?" "Mungkin begitu, kita tinggal menjalani seperti orang-orang saja," Dareen tersenyum ke arah Zanna. Katakanlah jika mereka berdua sama-sama polos, masih terlalu kekanak-kanakan. Tak bisa memikirkan masalah masa depan, apa lagi perjodohan di usia dini. Yang mereka pikirkan hanya bersenang-senang. "Em, baiklah ... kita jalani pernikahan kita seperti orang-orang. Tapi, apa tidak harus mencintai?" tanya Zanna lagi. "Cinta? Aku belum pernah pacaran, bagaimana aku bisa aku mengerti apa itu cinta." sahut Dareen, karena memang dia hanya mengerti menolak para gadis di sekolah. "Sama, aku juga tidak pernah pacaran," sahut Zanna, yang memang terkenal cuek di disekolah nya. "Kata orang, cinta itu saling menyayangi, dan saling mendukung," Dareen tersenyum. "Kalau begitu, apa artinya kita saling mencintai? Bukankah kita saling menyayangi dan saling mendukung?" tanyanya antusias. Zanna ikut tersenyum. "Bisa jadi! Mungkin kita saling mencintai tapi tidak pernah mengetahuinya," ucapannya dengan kekehan lucu. "Benar, kalau begitu pernikahan ini tidak masalah lagi. Kata orang, cinta akan datang karena sering bersama. Siapa tau jika nanti kita menikah maka kita akan semakin mencintai," ucap Zanna lagi. "Kau betul, lagi pula aku juga tidak ingin membuat ayah dan ibuku bersedih. Tidak ada salahnya kita menikah," ujar Dareen selanjutnya. Keesokan harinya. Zanna dan Dareen kembali mengajak keluarga mereka untuk bertemu. Guna memberitahukan jika mereka berdua sudah bersedia untuk menikah. "Benarkah? Apa kalian sungguh-sungguh?" tanya ibu dari Zanna, begitu antusias. "Em, kita setuju dengan perjodohan ini." sahut Zanna. Persiapan pernikahan pun langsung di mulai. Semua menyambut kedatangan hari membahagiakan itu dengan penuh suka cita. Begitu pula dengan sang calon mempelai. Mereka semua tak memikirkan apa dampak pernikahan dini di usia mereka berdua yang masihlah sangat muda. Bahkan cara berpikir keduanya masih sama-sama labil. Satu bulan telah berlalu. Inilah hari yang paling dinanti oleh keluarga Zanna dan Dareen. Hari di mana kedua anak remaja itu dipersatukan dengan ikatan sakral, yaitu ikatan pernikahan. Semua anggota keluarga menangis, menyaksikan acara pengesahaan kedua mempelai. Sedang kedua mempelai hanya tersenyum kikuk, tak ada aura malu-malu kucing di raut wajah mereka. Mereka berdua lebih terlihat seperti dua anak remaja yang tengah memainkan drama. Semua guru dan sahabat kedua mempelai datang ke acara tersebut. Tak menyangka jika mantan sang pangeran sekolah akan menikah dengan sang gadis dingin. Membuat semua para gadis patah hati secara berjamaah. Terutama pada sosok gadis berkaca mata yang kini duduk di ujung sana, seraya memandang benci kearah kedua mempelai. "Selamat ya ... tak ku sangka jika kalian akan menikah secepat ini," "Selamat untukmu, Zanna ... semoga kau jadi istri yang baik Dareen, jangan banyak diam ...," "Jangan lupa kabari aku, setelah melakukan itu ... aku penasaran hihihi ...," Mungkin seperti itulah ucapan para sahabat-sahabat dari Zanna dan Dareen.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD