DUA

2347 Words
“Kamu tau kalau mulai hari ini ada yang bakal nempatin rumah kosong di samping?”             Pertanyaan Putra itu ditanggapi dengan kerutan di kening Aulia. Cewek itu sedang menikmati es krim cokelatnya dan mengambil kentang goreng di hadapan Petra, kakak keduanya tersebut.             “Rumah yang dikontrakkin sejak setahun yang lalu itu, Kak?” tanya Aulia memastikan. Rumah yang dimaksud adalah rumah sederhana dengan halaman yang luas dan terdapat beberapa tanaman hias yang selalu dijaga dan diurus oleh pembantu rumah Aulia. Kunci pagar rumah itu memang dititipkan kepada keluarga Aulia, sementara kunci rumah dipegang oleh pemilik aslinya.             Putra mengangguk. Dia membersihkan noda es krim yang menempel di sudut bibir adik ceweknya itu dan menawarkan apple pie kepada Aulia. “Iya, rumah keluarga Halilintar dulu. Kata Mama, besok orang yang mau mengontrak mulai tinggal di sana. Tante Chika yang kasih tau Mama.”             “Mama sama Tante Chika masih suka ketemuan, ya?”             “Namanya juga sahabat sejak sekolah,” jawab Petra. Cowok itu mengambil es krim Aulia dan menukarnya dengan ice lemon tea miliknya. “Mereka masih sering jalan bareng. Ah, Kenan juga suka nanyain kamu. Tahun depan dia bakal married katanya.”             Aulia melirik ke arah pengunjung lain. Cewek itu agak risih karena semua perhatian para pengunjung mengarah kepadanya. Lebih tepatnya kepada kedua kakaknya yang kembar itu. Tentu saja Putra dan Petra akan menjadi pusat perhatian karena keduanya adalah model terkenal. Tapi, si kembar justru terlihat biasa saja.             “Kak Kenan mau married? Sama Kak Shilla?” Aulia berusaha mengenyahkan perasaan risihnya, tapi tetap saja tidak begitu berhasil.             Putra mengangguk. “Awet ya mereka.” Cowok itu mengacak rambut adiknya dengan penuh kasih sayang. “Aul, kamu nggak usah terlalu mikirin para pengunjung di sini. Kalaupun ada yang foto kita bertiga dan jadi bahan pembicaraan, agency kita berdua akan mengurusnya, kok. Orang-orang agency kan tau kalau kamu adik kesayangan aku dan Petra.”             Aulia tersenyum. “Aku tau. Tapi, aku hanya nggak terbiasa jadi pusat perhatian, Kak. Apalagi kalau sampai ada teman-temanku yang ngenalin aku nantinya. Repot. Mereka pasti bakalan suruh aku untuk minta ketemu sama Kak Putra dan Kak Petra. Aku juga takut kalau perlakuan mereka bakalan beda ke aku. Aku jadi nggak akan bisa menilai dan melihat, mana yang benar-benar tulus berteman dengan aku atau nggak. Apa mereka berteman dengan aku karena aku adalah Aulia Sistine atau karena aku adalah adik dari model terkenal Putra dan Petra.”             Putra dan Petra saling tatap. Keduanya tersenyum maklum dan memeluk adik kesayangan mereka itu dari masing-masing sisi. Tak lama, pelukan itu terlepas dan si kembar langsung memperbaiki topi serta tudung sweter yang mereka kenakan.             “Jangan khawatir, Aul,” kata Petra meyakinkan. “Semua akan baik-baik aja. Meski mereka yang ada di sini curiga kalau kita adalah si kembar yang terkenal itu, tapi mereka nggak bisa mengambil foto kita karena wajah kita yang lumayan terhalangi oleh topi dan tudung ini.”             “Petra benar, Aul.” Putra menambahkan. “Pokoknya, apa pun yang terjadi, kita pasti akan melindungi kamu, kok.”             Aulia tertawa renyah dan menarik napas panjang. Cewek itu mengangguk dan melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda. Tadi, saat makan malam di rumah Dida, Aulia tidak bisa menikmati makanan yang disajikan di sana. Penyebabnya tentu saja karena kehadiran Setyo Rajawali. Meski begitu, Aulia bisa melihat kalau Setyo biasa saja bahkan melahap habis makanannya.             Ah, menyebalkan.             Itulah sebabnya kenapa Aulia meminta si kembar untuk datang dulu ke resto ini. Aulia juga menyuruh si kembar untuk menjemputnya di taman kompleks perumahan Dida saja. Karena itu, saat semuanya mulai berpamitan, Aulia langsung berlari meninggalkan rumah Dida dengan kecepatan super agar bisa segera sampai di taman kompleks, di mana kedua kakaknya sudah menunggu bahkan setengah jam sebelum jadwal penjemputan.             “Aulia?”             Panggilan itu membuat Aulia menoleh dan wajahnya langsung berubah jengkel saat melihat Setyo berdiri di samping Satria. Yang baru saja memanggilnya tentu saja Satria, karena Setyo tidak mungkin memanggilnya dengan nada lembut dan ramah seperti tadi.             “Lo belum pulang?” tanya Satria. Cowok itu tersenyum ramah ke arah si kembar sambil mengangguk. “Halo, Kak Putra, Kak Petra. Long time no see.”             “Hai, Sat,” sapa Putra sambil mengangkat sebelah tangan. “Lagi malam Mingguan?”             Satria tertawa dan mengangguk. “Kira-kira seperti itu. Oh, kenalin. Ini Setyo Rajawali. Dia teman sekelas gue dan Aulia semasa SMA dulu, Kak.”             Putra dan Petra beralih menatap Setyo. Keduanya meneliti Setyo dari ujung kepala hingga ujung kaki. Setyo sendiri hanya mengangkat satu alis dan tetap bersikap santai. Cowok itu tersenyum dan mengangguk untuk menyapa si kembar.             “Hai. Nama gue Setyo Rajawali. Salam kenal, Kak Putra, Kak Petra. Gue nggak pernah tau kalau Aulia punya kakak kembar. Dari dulu, nggak ada satu orang pun yang tau soal silsilah keluarga Aulia. Cewek itu nggak pernah cerita apa pun soalnya, seperti ingin menutupi semua hal tentang keluarganya.”             Aulia mendumel pelan, mengucapkan serentetan kalimat tidak jelas dan diakhiri dengan umpatan yang hampir bisa didengar oleh si kembar, Setyo dan Satria. Sementara Satria hanya meringis tidak enak, Setyo menyeringai puas dan si kembar tersenyum tipis.             “Aulia cuma nggak mau jadi pusat perhatian karena pekerjaan kami, kok.” Petra mengacak gemas rambut adiknya itu. “Kita paham dan ngerti karena kita nggak mau Aulia harus mengalami masalah. Lo tau tentang pekerjaan kami?”             Setyo melirik Satria dengan lirikan malas. “Kurang lebih.”             “Jadi, gue beranggapan lo mengerti maksud sikap dan tindakan Aulia tentang dia yang merahasiakan semua hal mengenai keluarganya.”             “Omong-omong,” sela Aulia. “Kenapa lo dan si setan ini ada di sini, Sat?”             Setyo menatap galak Aulia, sementara Aulia balas menantang. Cewek itu bahkan mengangkat satu alisnya dan bersedekap. Melihat itu, si kembar saling tatap dan sekarang ikut menatap Setyo.             “Setyo dan gue masih lapar, Aul,” jawab Satria. “Jadi, kita mutusin untuk ke sini sebelum pulang. Lagian masih jam sembilan.”             Aulia hanya mengangguk dan menghabiskan ice lemon tea milik kakaknya. “Kak, kita pulang, yuk? Aku capek banget. Capek lahir dan batin.”             Dasar cewek sialan! Setyo membatin.             “Yuk. Kamu juga masih dalam proses penyembuhan, kan? Harusnya kita langsung pulang aja tadi.”             “Proses penyembuhan?” tanya Setyo. Cowok itu menatap si kembar dan Aulia yang kini mengerang tanpa suara. “Emang Aulia sakit, Kak?”             “Iya,” jawab Putra. “Cewek ini sakit—“             “Kak,” potong Aulia cepat. “Ayo, pulang. Aku ngantuk.”             Putra mengerjap dan terkekeh. Cowok itu menggenggam tangan Aulia dan mengangguk tegas. Keduanya berjalan terlebih dahulu, meninggalkan Petra yang harus pamit kepada Setyo dan Satria.             “Satria, Setyo, kita pulang duluan, ya. Senang bisa ketemu lagi sama lo, Sat. Dan Setyo, senang bisa mengenal lo.” Petra menjabat tangan Satria dan Setyo secara bergantian. “Kapan-kapan, main aja ke rumah. Kita akan selalu welcome dengan semua teman-temannya Aulia, kok.”             Kalau lo tau gue adalah musuh bebuyutan adik kesayangan lo itu, lo pasti akan membunuh gue, Kak Petra. Setyo mengangguk sambil meringis. “Akan gue pertimbangkan, Kak. Makasih tawarannya.”             Petra mengangguk dan menepuk pundak Setyo. “See you.”             Sepeninggal Petra, Setyo menatap ke luar jendela. Dia bisa melihat Aulia dan kedua kakaknya masih berbicara entah apa di dekat mobil Pajero. Kemudian, Aulia menatap ke arahnya, membuat Setyo mengerutkan kening.             Dan nyaris mengumpat keras saat melihat Aulia mengacungkan jari tengahnya.             “Tom dan Jerry versi SMA Hanamasa udah kembali, ya?” celetuk Satria geli.             Setyo hanya melirik jengkel Satria dan menjitak kepala sahabatnya itu. ### Aulia menatap pintu di hadapannya dengan tatapan sebal.             Tadi, mamanya yang super perhatian dengan siapa saja itu menyuruhnya untuk mengantar kue kepada penghuni baru di rumah sebelah. Aulia sendiri sebenarnya baru tahu kalau penghuni baru di rumah sebelah sudah datang tadi pagi dan hanya membawa barang sedikit karena memang keluarga Halilintar meninggalkan rumah tersebut untuk dikontrakkan kepada orang lain beserta barang-barang di dalamnya.             Aulia pun baru bangun sekitar jam sepuluh pagi, sekitar satu jam yang lalu. Bukan karena hari ini hari Minggu sehingga cewek itu ingin bermalas-malasan, tetapi karena semalam Aulia sedikit demam setelah pulang ke rumah. Mama Aulia dan si kembar bergantian menjaga Aulia, sementara papa Aulia sedang dinas di luar kota.             Ketika bangun tidur satu jam yang lalu, Aulia sudah merasa sangat sehat. Cewek itu mandi dan sarapan, kemudian bertanya apakah ada yang bisa dia bantu. Saat itulah, mama Aulia menyuruh cewek itu untuk mengantar kue sebagai bentuk perkenalan dengan si penghuni baru.             “Mama nyebelin banget, deh,” gerutu Aulia. “Gue nanya ada yang bisa gue bantu tuh maksudnya di rumah, bukannya malah disuruh nganterin kue ke penghuni baru rumah ini.” Cewek itu mengetuk pintu di hadapannya sekali lagi. “Ini lagi, si penghuni baru! Udah diketuk pintu rumahnya berkali-kali, tapi nggak dibuka-buka juga. Pingsan apa di dalam?”             Saat Aulia akan mengetuk pintu di hadapannya sekali lagi, pintu cokelat itu terbuka dari dalam. Aulia sudah menyiapkan senyuman ramah untuk orang tersebut, ketika mendadak orang yang muncul di hadapannya adalah orang yang paling tidak ingin dia temui di muka bumi ini.             Seakan itu belum cukup, orang tersebut hanya mengenakan celana training saja alias bertelanjang d**a! Hanya ada sebuah handuk putih yang tergantung di lehernya. Rambut orang tersebut pun basah dan menguarkan wangi shampo, yang artinya dia baru saja selesai mandi.             “Aulia?”             “Penghuni baru di rumah ini elo, Mas Setan?” tanya Aulia dengan nada mencemooh.             Setyo mendengus dan mengeringkan rambutnya yang masih basah dengan handuk yang menggantung di lehernya. “Kenapa? Senang ya bisa semakin dekat dengan gue dan bisa selalu melihat gue?”             “Mimpi aja terus, Set,” gerutu Aulia. Cewek itu menyerahkan kotak berlabelkan toko kue terkenal. “Ini, dari nyokap gue. Katanya buat penghuni baru di rumah ini sebagai tanda perkenalan.”             Setyo mengambil kotak tersebut dan membukanya. Cowok itu tersenyum dan mengedikkan bahu. “Thanks. Mau masuk dulu? Siapa tau lo mau makan kue ini bareng gue sambil minum teh?”             “Haha.” Aulia tertawa datar dan hambar. “No, thanks. Takut pulang dari sini tensi gue naik.”             “Hah? Lo masih muda begini punya darah tinggi, Aul?” tanya Setyo dengan nada takjub dan terkejut yang tidak pada tempatnya. Cowok itu berdecak dan menggeleng. “Gila, hati-hati, ah. Takutnya lo lebih dulu pergi ke akhirat sebelum gue karena hipertensi, loh.”             Aulia menatap bete Setyo dan bersedekap. “Nanti gue pastikan gue akan langsung menyeret lo untuk ikut serta dengan gue ke akhirat, Set.”             “Duh, jadi tersanjung. Segitu kepenginnya lo untuk terus bersama gue, Aul?”             Aulia memutar bola matanya jengkel dan mendengus. Cewek itu jadi berpikir, semenjak bertemu lagi dengan Setyo, dia jadi sering mendengus. Aulia jadi takut sendiri kalau mendadak dia akan berubah jadi banteng saking terlalu seringnya mendengus.             “Singkirin seringaian ala neraka lo itu, Setyo. Dasar cowok sialan.”             Saat Aulia akan menoyor kepala Setyo, cowok itu langsung menangkap pergelangan tangan Aulia. Cewek itu berdecak dan mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman Setyo, tapi Setyo tidak mengizinkan. Seringaian itu semakin terlihat di wajah Setyo, membuat Aulia makin kesal di tempatnya.             “Sistine.”             Panggilan itu membuat Aulia dan Setyo menoleh. Setyo mengerutkan kening ketika menyadari perubahan gestur tubuh Aulia berubah kaku. Cewek itu pun mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melepaskan cengkraman Setyo dan Setyo terpaksa melepaskan karena merasa suasana mulai menegang.             Ada apa? Siapa cowok yang barusan manggil Aulia dengan nama Sistine? Setyo membatin.             Setyo meneleiti cowok yang saat ini berdiri di depan pagar rumahnya tersebut. Tinggi yang sama dengannya dan memakai kacamata. Rambut panjang mencapai tengkuk dengan kedua mata tegas dan hidung yang mancung. Mata itu bahkan tidak memancarkan emosi apa pun menurut Setyo. Dia melirik Aulia dan alisnya terangkat satu ketika menyadari cewek galak yang selalu melontarkan kata-kata sarkas dan pedas kepadanya itu kini terdiam dan menunduk. Menghindari kontak mata dengan cowok di depan pagar rumahnya tersebut.             “Aulia? Lo kena—“             “Sistine,” potong cowok itu. Setyo kembali menatap orang tersebut dan mulai memberikan tatapan tidak senangnya. “Ngapain kamu ada di depan rumah cowok dan cowok itu bertelanjang d**a?”             ‘Aku-kamu’? Ada hubungan apa sebenarnya di antara Aulia dan cowok berkacamata itu, sih?             “Ah, itu....” Aulia membasahi bibir bawahnya dan menelan ludah. Cewek itu mengangkat kepala dan memberanikan diri untuk menatap orang yang berdiri di depan pagar rumah Setyo. “Dia baru pindah ke rumah ini dan aku disuruh untuk antar kue buat dia, Stevano.”             Cowok yang dipanggil Stevano oleh Aulia itu hanya diam dan memberikan tatapan tajamnya untuk Setyo. Setyo sendiri balas menatap dan bersedekap. Pose andalannya untuk menantang orang yang tidak dia sukai.             Menyebalkan sekali cowok bernama Stevano ini. Kenapa dia bisa bikin Aulia takut?             “Nama gue Setyo Rajawali. Gue penghuni baru rumah ini. Lo?”             Cowok berkacamata itu tidak langsung menjawab. Dia meneliti Setyo dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kemudian, matanya kembali mengarah pada Aulia. “Sistine, pulang.”             Aulia mengangguk kikuk dan segera menghampiri Stevano. Cewek itu berdiri di samping Stevano dan membiarkan cowok itu menggenggam tangannya erat. Lalu, Stevano kembali menatap Setyo.             “Gue Austine Stevano. Gue kakak kembar Aulia. Dan gue peringatkan sama lo, Setyo Rajawali. Jangan pernah muncul di hadapan adik kembar gue lagi dengan penampilan nggak senonoh seperti itu. Apa lo bermaksud untuk menggoda dan merayu adik kembar gue dan berniat melakukan hal-hal nggak benar kepada dia?”             Setyo agak tersinggung. Cowok itu mengerutkan kening dan mendengus. “Gue? Berbuat hal-hal yang nggak benar sama Aulia? Asal lo tau, Austine Stevano, sebelum gue sempat melakukan hal-hal nggak benar kepada Aulia pun, cewek galak itu pasti akan menyiksa gue lebih dulu.”             Austine Stevano melirik adik kembarnya sekilas. Aulia nampak mendumel di tempatnya meski tanpa suara. Austine tahu kalau Aulia sedang mendumel mengenai sikap Setyo barusan.             “Bagus kalau gitu. Jangan sampai gue mendengar atau melihat lo mendekati adik kembar gue lagi, ngerti?” Austine menarik pelan Aulia. “Sekarang, kita pulang.”             Aulia hanya mengangguk dan pasrah dibawa pulang oleh Austine. Cewek itu bahkan tidak melihat ke arah Setyo lagi, membuat Setyo kesal luar biasa dan mengumpat. Dia masuk ke dalam rumah, membanting pintu dan melempar handuknya ke sofa. Kue pemberian Aulia ditaruh di atas meja, kemudian Setyo mengambil ponsel yang berada di atas bufet.             Panggilan Setyo tersambung tak lama kemudian.             “Halo?” sapa Satria di ujung sana.             “Selain punya kakak cowok di mana keduanya kembar dan model terkenal, apa Aulia juga punya kakak kembar?” tanya Setyo tanpa basa-basi apalagi mengucapkan salam pembuka.             Satria mengerutkan kening. Cowok itu mengambil kue cokelat di atas meja dan mengangguk. “Iya. Gue lupa cerita kemarin sewaktu lo tau soal Kak Putra dan Kak Petra, ya? Aulia punya kakak kembar yang lahir lima menit lebih dulu dari dia. Namanya Austine Stevano.”             “Dan dia model juga?”             “Austine?” tanya Satria memastikan. “Nope. Setahu gue, Austine itu penulis novel. Kenapa, Set?”             Setyo mengerang tanpa suara dan meninju udara di sekitarnya. Kemudian, cowok itu berkata, “Barusan gue ketemu sama Austine Stevano dan cowok itu arogan luar biasa. Nggak heran dia saudara kembar Aulia Sistine!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD