Pemuda di Jembatan Lama

1163 Words
Tak cukup hanya dengan membiarkan Sora menghadapi Semuanya sendiri dengan terdiam. Alshad bahkan setelah itu beranjak dari duduknya. Yang seketika membuat cowok itu menjadi pusat perhatian di saat suasana hening, kosong, sedang tak ada yang berbicara sama sekali. "Gaes, sorry ya. Aku ternyata ada urusan penting yang harus aku selesaikan dulu. Ibuku barusan aja kasih kabar. Katanya bengkelnya bapak terancam digusur karena masuk ke dalam salah satu area yang akan dijadikan jalan tol. Kasihan bapak sama ibuku bingung. Aku harus ke sana buat dengerin penjelasan orang-orang yang datang ke sana. Kelompok hari ini nggak mungkin langsung selesai juga, kan? Pasti butuh beberapa kali dikerjain bersama sampai bisa selesai. Aku ikut kerja kelompok yang selanjutnya aja ya. Bye ...." Alshad sama sekali tak menunggu konfirmasi dari siapa pun. Hanya langsung melenggang pergi menghampiri motornya. Melihat Alshad yang serius, sangat berbeda dengan biasanya, anggota kelompok yang lain mulai menangkap sinyal tak beres. Meski mereka belum tahu apa itu. Yang jelas pastinya rencana mereka sudah gagal kan. Padahal tujuan utama adanya kerja kelompok hari ini, adalah mendekatkan kembali Sora dan Alshad, yang mulai dekat ketika mereka kunci secara paksa berdua saja di dapur. Dan sekarang Alshad malah pergi. Mereka kemudian menatap Sora. Baru mereka sadari, Sora terlihat amat sedih dan bingung. Air matanya mengalir. Salah tingkah karena ia sudah ketahuan menangis, Sora pun akhirnya menyerah. Ia memutuskan untuk pergi juga, sama seperti Alshad. "Gaes, sorry ya. Aku juga harus pergi ternyata. Nggak apa-apa deh kalau kalian nggak catat nama aku di kelompok. Biar aku jilat ludah sendiri karena sudah ancam kalian di grup. Sorry karena udah bertindak bodoh. Aku bener-bener nggak bisa ikut kerja kelompok hari ini, sorry banget!" Sora langsung bergegas menuju ke motornya. Berbeda dengan Alshad yang tadi lolos, Dana dan Wenda langsung mencegah Sora untuk pergi. Terlebih setelah tahu Sora menangis seperti itu. "Sora ... mau ke mana? Kenapa kamu nangis? Apa ada hubungannya sama Alshad yang tiba-tiba pergi itu? Tolong jelasin ada apa sebenarnya?" "Sora ...setidaknya kasih penjelasan dulu supaya kami ngerti. Apa tadi yang terjadi saat kami belum datang, hm?" Mendengar pertanyaan dari Dana dan Wenda, Sora hanya menggeleng. "Nggak ada apa-apa kok. Aku pergi sekarang." Sora yang sudah berada di atas motornya, hanya segera tancap gas. Dana dan Wenda pun langsung menatap Kiki. "Ki ... ini pasti ada hubungannya sama persekongkolan kita deh." "Iya, tanggung jawab kamu, Ki. Kasihan Sora kelihatan sedih banget. Alshad juga nggak kayak biasanya. Pasti udah terjadi sesuatu tadi." Kiki menggaruk tengkuknya bingung. "Kok malah jadi gini sih?" Kiki tampak merasa bersalah. Sama sekali tak menyangka akan jadi seperti ini. "Sri ... emangnya apa yang terjadi, sih? Tadi kamu udah keluar dari kost belum pas kejadiannya?" Yuniar langsung menggeleng. "Aku malah nggak tahu apa-apa. Pas aku datang tadi, kayaknya udah kejadian. Tapi emang belum ngeh aja kalau ada masalah." Jawaban Yuniar benar-benar relate dengan apa yang mereka alami sendiri. Karena saat mereka datang bergantian, mereka juga sama sekali tidak tahu telah terjadi sesuatu. Mereka malah bicara nyerocos dengan versi masing-masing, sesuai dengan rencana bersama Kiki di grup chat rahasia itu. Dan kelompok mengerjakan laporan hari itu pun gagal total. Malah mereka tidak ada hentinya membahas Sora dan Alshad. *** Sora memacu motornya dengan kecepatan cukup tinggi. Ia menutup kaca helm, supaya orang-orang di jalan tak tahu ia sedang menangis. Sora tidak berencana pulang. Jika pulang, dari gang kost Yuniar, harusnya ia belok kiri. Tapi ia malah belok kanan. Menuju ke arah Mrican, yang merupakan arah tempat tinggal Alshad. Di balik kekalutannya, Sora sempat berpikir untuk mengejar Alshad. Dan meminta maaf padanya sekali lagi. Menjelaskan ke salah pahaman di antara mereka sekali lagi. Tapi lama kelamaan, Sora sadar. Ia sudah terlalu jauh tertinggal dari Alshad. Ia tidak akan bisa mengejar kecepatan mengendarai motor Alshad yang merupakan motor sport. Sementara ia hanya pakai motor matic. Akhirnya Sora menyadari kebodohannya. Dan ia memutuskan untuk belok kanan di bundaran Sekartaji. Melewati pasar Bandar menuju arah jembatan baru Brawijaya yang akan tembus langsung ke taman Brantas. Sora akan ke sana saja. Ia butuh waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikiran. Ia akan melakukan hal itu di sana. Tak butuh waktu lama, hingga Sora akhirnya sampai di taman Brantas. Sesuai dengan keinginan Sora, jam segini dan hari ini bukan weekend atau pun tanggal merah, taman pun sangat lengang. Ia memarkir motornya. Hanya ada tiga motor yang terparkir di sana. Sora langsung berjalan gontai. Niat hati ingin duduk di salah satu bangku panjang di bawah pohon rindang. Namun terlebih dahulu ia harus melewati teras taman, yang dipenuhi burung merpati putih yang sedang makan jagung yang tersebar di lantai. Ketika lewat sana, merpati itu pun berterbangan ke sana ke mari, karena tak mau terinjak oleh Sora. Padahal Sora juga tidak berniat untuk menginjak mereka. Sora pun duduk di bangku panjang yang ia tuju. Rindangnya pohon, membuatnya merasa sejuk dan nyaman. Sandaran bangku ini membantu Sora untuk rileks. Tenangnya suasana, membuat Sora menjadi bisa bernapas lega. Sepinya Taman ini, membuat Sora merasa bebas untuk meluapkan perasaan tertahan. Ia pun menangis di sana. Masih tak mengerti bisa-bisanya ia menjadi sesedih ini hanya karena menyakiti Alshad. Padahal biasanya ia tak masalah meski menyakiti Alshad separah apa pun. Apakah ini karma? Tapi kenapa juga Karma menghampirinya? Memangnya ia salah apa? Bukannya merupakan hak wanita jika memutuskan untuk menerima cinta lawan jenis? Sora benar-benar tidak mengerti. Atau jangan-jangan ... ini adalah pertanda ... bahwa ia mulai jatuh cinta pada Alshad? Astaga ... apa benar begitu? Sora menggunakan waktu sepuasnya untuk menangis. Orang bilang tak ada gunanya menangis. Tapi kalau kata Sora ... menangis itu sangat bermanfaat. Karena setelah menangis, rasa stress yang menempanya benar-benar banyak berkurang. Sehingga ia cukup merasa lega. Meski masih kepikiran juga sebenarnya. Sora menikmati waktunya di sana, tanpa mau diganggu oleh ponsel. Sebenarnya ia tidak mau mengeluarkan ponsel, karena tahu jika teman-teman KKN pasti sedang berusaha menghubunginya. Dan Sora sedang tidak mau diganggu sama sekali. Belum siap juga untuk menjawab pertanyaan dari mereka semua. Taman ini didesain dengan rapi, indah, dan asri. Arsiteknya adalah gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Bukan hanya taman, tapi di area bawah jembatan, dilengkapi dengan arena bmx dan juga skate board untuk para penghobi. Sora memutuskan untuk berjalan ke area itu. Ia ingin menikmati kesendirian di sana, mumpung sama sekali tak ada yang menggunakan area itu. Ia berdiri di Tenga luasnya arena yang dicat dengan warna maroon. Sora memejamkan matanya. Menikmati siraman cahaya matahari yang belum terlalu panas. Cocok untuk asupan vitamin D. Jembatan baru di atas itu, dulu adalah proyek yang terbengkalai bertahun-tahun. Tapi akhirnya selesai juga di tangan wali kota baru. Dibangun sejajar dengan jembatan lama di sebelahnya. Yang sekarang sudah tidak digunakan lagi. Jembatan lama yang legendaris, karena masih kokoh berdiri meski sudah dibangun sejak zaman Belanda masih menjajah Indonesia. Sora mencuri pandang ke arah jembatan lama yang kini sudah tampak usang akibat tidak difungsikan lagi. Seketika Sora mendelik, saat melihat seorang pemuda, yang sedang berdiri di atas pagar pembatas jembatan. Yang bagian bawahnya berbatasan langsung dengan sungai Brantas yang dalam. Apa yang akan dilakukan oleh pemuda itu, hah?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD