"Kau bilang kau benci perempuan dan yang paling penting kau membenciku kan?" Kiara bertanya dengan suara mendayu, mendekatkan wajah dalam tatapan lembut yang membuat Aditya terlena. Kedua onyx Kiara terlihat memikat, berbinar berbahaya namun disisi lain sangat cantik. Kiara tanpa kacamata memang benar-benar berbeda 100 %.
Sebelah tangan Kiara terangkat untuk mengelus rahang Aditya yang terpahat sempurna, "Jadi.. tak apa kan jika aku mendekati Kak Danish?"
"Dasar gila!!" Aditya berteriak cukup kencang, mendorong tubuh Kiara hingga yang lebih mungil sedikit kehilangan keseimbangannya, tapi tak menyurutkan senyum miring yang masih terpampang di bibir. Menatap Aditya yang terlihat gugup namun berusaha ditutupi dengan wajah penuh amarahnya.
Kiara mendekat lagi, mengikis jarak di antara mereka untuk menatap Aditya tepat di mata. Mungkin saat pertama masuk ke asrama ini dan menjadi gadis culun yang benar-benar menyembunyikan jati dirinya, Kiara selalu menunduk dan tak bisa bertatapan berlama-lama dengan orang lain. Tapi, sekarang di depan Aditya, dia telah membuka jati dirinya yang tertutup rapat, kali ini membukanya lebar-lebar, mempersilahkan Aditya untuk mengintip bagaimana dirinya yang sebenarnya, membuat Kiara tak punya alasan lagi untuk bersikap layaknya gadis culun di depan pria sombong seperti Aditya.
Kiara mendengus, cukup keras, mampu membuat Aditya semakin mendidih karena emosi, "Aku pikir.. saat ini kau sudah mencintaiku. Aku tak menyangka hanya sehari aku bisa menaklukanmu." Kiara berujar santai, setengah malas ekspresi terpampang di wajahnya, ia memberi Aditya senyum misterius sebelum berbalik dan Aditya tiba-tiba menahan lengan nya.
"Apa katamu? Aku tidak mencintaimu, Kiara! Dan tidak akan pernah seperti itu!" Aditya berteriak untuk menyanggah semua yang dikatakan Kiara mengenai dirinya yang mencintai gadis itu. Itu benar-benar tak masuk akal!
Kiara berdecak, memutar bola mata malas. Aditya selalu menyangkal, tapi suaranya yang terdengar gugup tadi dan perbuatannya yang tanpa sadar ia lakukan pada Kiara sudah layaknya seorang pria yang menyukai wanita.
Aditya menyangkal dan tak bisa mengenali dirinya sendiri. Menyedihkan.
"Terserah apa katamu-" Kiara berujar malas, tapi sebelum ia berniat pergi ke kamar mandi, ia kembali menghadap Aditya dan memberikan elusan pelan di d**a pria itu dalam binar matanya yang berbeda dan alis terangkat satu penuh s*****l. Berucap tepat di depan bibir Aditya yang terkatup rapat, "-Tapi mata dan sikapmu tidak bisa berbohong kalau kau… sudah terjebak dalam permainanmu sendiri, Aditya Naufal.”
.
.
.
Pratama tertohok, kedua mata melebar dalam detakkan jantung yang menggila, sensasi baru yang ia rasakan akibat perkataan Pricelia sebentar lalu. Pratama pikir ia salah dengar atau mungkin Pricelia sedang mabuk saat ini. Tapi, ketika ia memfokuskan pandangan pada wajah Pricelia yang memerah dan bibir bawah yang ia gigit dengan gugup serta kedua tangan yang saling bertautan penuh cemas, Pratama jadi yakin bahwa Pricelia benar-benar sadar dan serius.
"A-apa?" Pratama tak pernah berharap ia bisa berada di posisi ini, di saat ia tidak tau harus berbicara dan menyikapi seperti apa.
Pricelia terlihat semakin gugup dengan kedua pipinya yang memerah parah, menarik napas dalam dan memberanikan diri menatap Pratama yang diwajahnya masih terlihat kaget, "Aku mencintaimu, Kak. Tolong beri aku kesempatan." Pricelia sedikit lega saat mengucapkannya lagi, sesuatu yang ia pendam sedari lama, ia simpan rapat-rapat jauh di lubuk hatinya, namun nyatanya sekarang ia mampu mengungkapkannya dengan benar. Pricelia harap Pratama memberinya kesempatan untuk menunjukkan pada pria itu tentang perasaannya yang sangat dalam.
Pratama melirik ke segala arah, berpikir dalam detak jantung yang memacu dan otak cerdasnya yang tiba-tiba buntu dalam sekejap. Disatu sisi Pratama tidak ingin menyakiti Pricelia, tapi disisi lain perasaannya tak bisa dipaksakan begitu saja.
Pratama melirik Pricelia yang menatapnya dengan binar mata penuh harapan, dulu Pratama sangat suka bagaimana kedua onyx Pricelia yang selalu berbinar cerah seperti matahari pagi, tapi sekarang sinar itu sedikit meredup, digantikan oleh cahaya samar seperti cahaya di kegelapan. Pratama jadi tak tega.
"Pricelia." Pratama berusaha memantapkan dirinya terlebih dahulu, ia memberikan Pricelia sebuah senyum simpul dan membelai pelan rambut lembut gadis itu, "-Beri aku.. kesempatan untuk memikirkannya." Lanjutnya lagi, terdengar sangat pelan sebab ia merasa tak enak hati pada Pricelia.
Pratama pikir Pricelia akan marah atau menangis di hadapannya. Tapi, yang ia dapatkan adalah tatapan hangat Pricelia dan senyum lebarnya yang meneduhkan, mampu membuat Pratama merasa nyaman hingga ke relung hatinya, mau tak mau hal itu juga membuat senyum Pratama terbentuk tipis.
"Tak apa, Kak. Aku pikir kita bisa menjalankan hari seperti biasa. Kau, aku dan Jasmine. Aku harap persahabatan kita tidak canggung hanya karena hal ini." Pricelia berujar dengan suara yang seakan menjelaskan bahwa ia tak apa. Meski jauh di dalam hatinya, Pricelia bertambah hancur dan sakit, secara tak langsung Pratama sudah menolaknya, tapi Pricelia yang selalu memasang wajah ceria, selalu bisa mengelabuhi orang-orang –kecuali Jasmine- akan menampilkan wajah seakan-akan ia tak mempunyai beban satu pun di hidupnya.
.
.
Aditya hanya bisa mengumpat di dalam hati, berusaha menghilangkan bayang-bayang tentang Kiara yang terjadi sebentar lalu. Saat ini gadis mungil itu sedang mandi dan Aditya berniat tidur, namun matanya tak pernah bisa terpejam, jadi ia memutuskan untuk mengambil ponselnya, bermain games di sana untuk sekedar menenangkan otaknya yang benar-benar terasa ingin pecah akibat ini semua.
CLEK
Aditya berjengit saat mendengar pintu kamar nya yang terbuka, ia refleks mendongak dan melirik tepat ke sumber suara. Ada Kiara yang berdiri tepat di depan pintu kamarnya –Aditya terkesiap sebab Kiara tiba-tiba masuk ke dalam sini. Ke ruangan pribadinya.
Biasanya ia selalu mendapati penampilan Kiara –setelah mandi malam- dengan setelan piyama baby blue atau piayama hitamnya yang membosankan. Hanya piyama dan terus piyama yang gadis mungil itu pakai, lalu Kiara tidak akan menemui Aditya dan hanya langsung melengos ke kamarnya sendiri.
Tapi sekarang Kiara yang baru saja selesai mandi memilih masuk ke dalam kamar Aditya, pemandangan pertama yang Aditya dapatkan adalah Kiara yang memakai celana pendek dan kemeja putih kebesaran di tubuh mungilnya hingga bagian bahu sampai tulang selangkanya terbuka dengan tetesan air yang jatuh satu persatu dari rambut basahnya yang sedang ia keringkan dengan selembar handuk kecil.
Aditya tanpa sadar menganga, ia tak pernah tau jika Kiara mampu semenggoda ini. Aditya harap ia bisa memperbaiki ekspresi nya kembali sebelum Kiara meliriknya dan mengoloknya habis-habisan, tapi terlambat sudah, Kiara lebih dulu memergokinya yang menatap gadis mungil itu tanpa berkedip. Aditya hendak membuang muka, tapi Kiara memberinya tatapan berbeda dengan bibir bawah yang ia gigit s*****l, perlahan berjalan ke arah Aditya dan berhenti tepat di depan matanya.
"Terpesona padaku?" Kiara bertanya dengan suara rendah, menundukkan tubuhnya agar sejajar dengan Aditya yang duduk di ranjang dengan kepala bersandar di kepala ranjang. Aditya tanpa sadar menggenggam kuat ponsel dalam genggamannya, ia berusaha menyadarkan diri untuk keluar dari jebakkan semua pesona gadis mungil ini.
Aditya berdecih, membuang muka memerahnya ke sembarang arah dan bergumam kata 'tidak' yang membuat tawa Kiara meledak keras.
"Seperti biasa. Munafik." Ujarnya santai, kembali mengelap helaian rambut basahnya dan berjalan elegan ke lain arah. Mampu membuat Aditya sedikit bernapas lega, memutuskan untuk berbaring melawan arah pintu dan berpikir bahwa Kiara sudah keluar dari kamarnya untuk menuju ruangan gadis mungil itu.
Aditya baru saja berniat tertidur dengan segala masalahnya yang berusaha ia lupakan sebelum ranjangnya bergerak pelan, mampu membuat Aditya terkesiap, apalagi saat ia merasakan tubuh seseorang menempel di punggungnya. Jantung Aditya berpacu begitu kencang, di kamar ini hanya ada dia dan Kiara. Dan pasti si culun namun liar itu tengah mencari masalah lagi dengannya kali ini.
Aditya berbalik dengan napas terengah-engah menahan emosi, berniat mendorong tubuh itu, namun Kiara memeluknya erat hingga Aditya merasa sesak, dan sesuatu berdesir di d**a ketika Kiara menenggelamkan wajahnya di d**a bidangnya.
"s****n, apa yang kau lakukan?" Aditya memberontak, tapi pelukkan Kiara terlalu erat dan Aditya bisa merasakan bahwa gadis itu menyeringai di d**a nya.
"Hei, masih ingat perjanjian kita?" Kalimat yang Kiara ucapkan sedikit teredam, namun Aditya masih bisa mendengarnya dengan jelas, mampu membuat Aditya berhenti memberontak.
"Kau bilang, kau akan memperlakukanku seperti kekasih dan bersikap lembutkan? Jadi tak apa kan jika aku juga memperlakukanmu seperti itu?" Kiara bertanya saat kepalanya mendongak menatap Aditya yang berjengit dalam keterdiamannya. Kiara semakin menyeringai di wajah manisnya yang terlihat polos itu.
Aditya berpikir cepat, ia segera menggeleng dan berujar gugup, "A-aku membatalkan perjanjian itu!!!"
Kiara melepaskan pelukkan mereka, sedikit membuat jarak dengan Aditya, namun pandangan kedua onyx yang tak dilindungi kacamata itu tepat menatap ke hazel Aditya yang memandangnya penuh rasa terganggu.
"Pengecut." Kiara mencebik, masih menatap Aditya dengan binar matanya yang indah, sedikit membuat Aditya tenggelam dalam bola mata indah itu lagi.
"Apa peduliku!" Aditya berujar acuh, "Nah, sekarang pergi ke kamarmu, Kiara." Aditya memberi kode dengan mengendikkan dagu nya ke arah pintu kamar yang masih terbuka, menimbulkan decakkan dari si yang mungil, memberi Aditya tatapan malas untuk segera berdiri dan berjalan ke luar dengan hentakkan kaki mungilnya yang menggema di lantai kamar.
Aditya menyebalkan. Ah, Kiara benar-benar harus mencari cara untuk membuat si sombong itu agar segera mendapat karma nya!
Jangan panggil Kiara Azellia jika Kiara tidak bisa membuat Aditya bertekuk lutut di kakinya!
.
.
Kiara mendengar suara kekehan dan tangisan dari kamar Aditya yang semula ia singgahi untuk menggoda pria itu. Kiara awalnya hanya acuh sebelum ia bertambah khawatir saat nyatanya suara itu semakin terdengar keras dengan isakkan. Jadi, si mungil memutuskan untuk membuka perlahan pintu kamar pemuda itu, mencuri intip ke dalam dengan sembunyi-sembunyi, hanya menampakkan sosok Aditya yang duduk di tepi ranjang dengan menggenggam satu buah figura foto –Kiara bisa melihat dengan jelas bahwa itu adalah foto seorang gadis dengan senyuman yang menawan- Aditya hanya memandang foto itu seakan tidak ada lagi hal yang menarik atensi nya. Ia tersenyum awalnya –senyum manis dengan kedua mata redup yang penuh kekosongan, mengelus permukaan foto itu menggunakan satu jarinya yang gemetar sebelum Kiara hampir saja terpekik dengan sebelah tangan menutup mulutnya tepat ketika Aditya membanting foto itu ke lantai –Oke, Aditya benar-benar kambuh sekarang- menyebabkan munculnya bunyi yang cukup keras, lalu Aditya berdiri dari duduknya untuk melempar semua barang-barang yang ada di atas nakas, satu tangan tergerak untuk memecahkan cermin yang ada di depannya menjadi serpihan kasar. Kiara terbelalak lebar di tempat, tubuhnya menegang kaku, bingung harus berbuat apa. Ia memang pernah menyuruh Aditya untuk meminum obatnya yang berakhir dengan Aditya yang hampir saja menamparnya –membuat Kiara harus berpikir ulang untuk memaksa pemuda itu agar meminum pil nya. Dan sekarang Kiara tau bahwa luka di lengan itu yang semakin bertambah banyak dan emosi Aditya yang semakin tidak stabil adalah pertanda bahwa penyakitnya semakin parah setiap saat.
“Hatiku sakit sekali saat melihat Kakak bersama pria itu! Dan si pengkhianat itu mulai datang lagi mengangguku, Kak! Aku benci dia! Dan aku juga benci ibu! Kenapa semua orang meninggalkanku?!!” Aditya menjambak rambutnya dan berteriak, ada tangisan dan kemudian kekehan yang menyatu, ia kemudian berdiri dari duduknya dan mengambil salah satu potongan kaca di lantai. Tindakan ini nyatanya semakin membuat Kiara yang mengintip di depan pintu menjadi bergetar ketakutan.
Aditya tertawa keras saat ujung potongan kaca itu berada di urat nadi pergelangan tangannya, ia hendak mengiris urat nadinya dengan pejaman mata damai sebelum ia merasakan sebuah tangan yang menyingkirkan potongan kaca itu dari genggamannya, lalu memeluk Aditya erat sekali.
“Aditya, aku mohon jangan lakukan ini!”
Aditya harusnya melawan saat tau bahwa Kiara yang nyatanya kini memeluknya dengan hangat, ikut menangis di atas bahunya yang membuat Aditya menjadi melunak entah kenapa -pelukkan gadis itu terasa sangat nyaman seperti obat yang selama ini Aditya cari, bukan pil sialannya, hanya perasaan seperti ini yang Aditya butuhkan.
“Kiara, Kiara, Kiara. Sakit. Kiara.” Aditya menenggelamkan kepala di leher si mungil, bergumam terus menerus disela isak tangisnya, ia balas memeluk Kiara kuat-kuat yang dibalas anggukkan kencang dari si mungil.
“Iya, aku tau, pasti sakit sekali.” Kiara mengelus punggung Aditya, mencoba menenangkan si pria yang kini perlahan mulai mereda isak tangisnya. Kiara menjauhkan jarak mereka, menangkup pipi Aditya yang basah dengan mata membengkak –Kiara tau bahwa saat ini ia harus menekan ego dan rasa bencinya terlebih dahulu pada Aditya demi kebaikan pemuda itu- “Aditya harus tenang, ya.” Kiara mengusap pipi itu dengan lembut, “-Aditya harus minum obat, oke?” Kiara menghapus air matanya, memilih bangkit berdiri sebelum Aditya menarik tangannya kembali hingga ia terduduk di pangkuan pemuda itu.
“Tidak, obatku hanya Kiara. Pelukkan Kiara adalah obatku.”
Dan Kiara tau bahwa ada yang berdesir jauh di lubuk hatinya –walaupun Aditya mengatakan hal itu disaat depresi menguasi pikirannya.
.
.
"Ya, aku ingin kalian mengerjainya besok. Bully dia habis-habisan, ajak juga semua siswa lainnya untuk membully murid culun itu. Kalian tau kan sekolah elit kita tidak sepantasnya diinjak oleh gadis culun yang benar-benar memuakkan itu." Seorang gadis berbicara pada orang ditelpon dengan wajah penuh amarahnya, namun suaranya tetap terdengar datar tapi ada nada bahaya yang tersembunyi di sana.
'Itu hal gampang asal ada uangnya' Balas orang di sebrang sana, membuat si gadis berdecak dan memutar bola mata malas.
"Itu hal gampang, jika kalian berhasil, maka aku akan memberikan kalian uang dua kali lipat lebih banyak dari yang kalian dapatkan saat menghabisi si culun itu di toilet beberapa waktu yang lalu." Ujarnya meyakinkan. Lalu terdengar gelak tawa penuh kepuasan dari sebrang sana.
'Baiklah, kau tunggu saja hasilnya, Jasmine.'
.
.
Kiara memutuskan untuk benar-benar membuka jati dirinya kali ini sebab sekarang Danish sudah masuk perangkapnya dan Aditya juga sudah tau jati dirinya. Lalu perihal siswa lainnya biarkan saja lah, Kiara juga yakin ia tidak akan mungkin berpenampilan culun terus, jika banyak yang menyukainya seperti saat di Bandung dulu, mungkin Danish akan melindunginya mati-matian sebab Kiara yakin jika pemuda itu benar-benar sudah bertekuk lutut padanya.
Tapi Kiara benar-benar kaget saat Aditya tiba-tiba memasangkannya kacamata yang ia putuskan untuk menyimpannya di dalam laci meja belajar.
Kiara melirik Aditya penuh heran sambil memegang tangkai kacamatanya, hendak membukanya tapi Aditya menahan tangannya.
"Jangan di buka." Aditya tak tau mengapa ia menjadi begitu peduli seperti ini, hanya saja ia teringat perkataan Jasmine kemarin. Aditya hanya tak ingin jika Kiara merubah penampilannya dan bersikap seperti saat mereka di kamar asrama –menggoda Aditya- mungkin Jasmine benar-benar akan berbuat suatu hal yang membahayakan untuk Kiara. Dan Aditya tak ingin itu terjadi.
"Kenapa?" Kiara melipat tangan di d**a, masih dengan kacamata yang menggantung di pangkal hidungnya.
"Semua siswa akan kaget jika kau merubah penampilanmu-" Aditya berhenti sejenak, tatapannya terlihat goyah dan itu membuat Kiara menaikkan alisnya keheranan. Sebenarnya.. apa peduli Aditya?! "-Dan aku harap kau bisa menjaga jarak denganku saat di sekolah nanti." Sambung Aditya lagi, kali ini semakin membuat Kiara kebingungan.
"Kenapa aku harus melakukan itu?” Kiara bertanya setengah antusias.
Aditya berdecak, kali ini menatap Kiara tepat di matanya dengan aura d******i yang mengerikan, "Kau hanya harus mendengar perkataanku, Kiara."
Dan Kiara tau bahwa sekejap Aditya akan menjadi pria yang terlihat begitu lemah sebab kecantikan Kiara yang membutakanya- atau karena depresi nya yang kambuh tiba-tiba.
-Namun dilain waktu..Aditya akan menjadi sosok yang tidak Kiara kenal. Sosok yang mampu melukai Kiara dengan perbuatan kasarnya.
Bagi Kiara…Aditya itu selalu tidak mudah ditebak.
.
.
Kiara berjalan menuju sekolahnya dengan langkah kesal dan bibir mengerucut sebal. Ia menuruti perkataan Aditya disaat Kiara benar-benar ingin melawan pemuda itu. Tapi, tidak bisa, Aditya terlalu mengerikan saat ia melemparkan tatapan penuh dominasinya dan kemutlakannya seakan-akan jika Kiara tak menurutinya, maka ia akan mati di tangan pemuda itu –atau memang Kiara benar-benar akan mati kalau ia membantah. Aditya sangat mengerikan ketika emosinya tiba-tiba menjadi tidak stabil, bisa saja dia mengambil pisau dan menusuk Kiara saat itu juga. Who’s know ?
Ah, sebenarnya siapa yang sudah bertekuk lutut di sini ?.
PRAKK
Kiara terus melamun disepanjang jalan, namun ia dikagetkan dengan lemparan telur tepat saat ia baru saja menginjakkan kakinya di koridor, hal itu membuat Kiara kembali dalam kesadarannya, mendongak untuk mendapati beberapa siswi yang menggenggam beberapa telur di tangan mereka dengan seringaian mengerikan dan beberapa siswa yang hanya diam seperti menunggu kelanjutan semua ini.
Kiara mengelap kuning telur di wajahnya, ia berdecak samar, hendak meledak amarahnya sebelum salah satu siswi berambut panjang maju selangkah untuk mendekat padanya, lalu ia menarik kuat rambut kepang Kiara –Ah, dan Aditya juga yang menyuruh Kiara untuk mengepang rambutnya lagi- yang membuat si gadis mendesis sakit.
"Kau pikir kau siapa ha? Berani-beraninya siswi culun sepertimu menggoda Kak Aditya dan menempelinya terus saat di asrama!!" Gadis bername tag ‘Adina Putri’ itu mendorong Kiara hingga tubuhnya jatuh ke lantai koridor yang keras. Pinggulnya terasa nyeri, tapi Kiara berusaha untuk tak terlihat lemah.
Adina melirik ke belakang, memberikan senyum culas pada gadis-gadis lainnya sebelum menjauh dan membiarkan telur serta tepung terlempar ke arah Kiara yang hanya bisa melindungi tubuhnya dengan kedua tangan.
Tapi beberapa saat kemudian Kiara tak merasakan telur dan tepung yang menimpa tubuhnya lagi, dan selanjutnya yang Kiara rasakan adalah pelukkan hangat yang melingkupi tubuhnya. Kiara mendongak, mendapati wajah Danish yang tersenyum tipis di depannya, namun saat ia melihat ke belakang, telur dan tepung itu masih melayang ke arah mereka. Menimpa Danish yang menjadi temeng di depannya.
"K-Kak Danish."
.
.
"s**l, pria berwajah datar itu selalu bisa mencari kesempatan." Aditya memandang di balik dinding, ia kaget saat melihat Kiara di bully, hendak menolong gadis mungil itu namun ia tak ingin memperkeruh suasana.
Dan Danish yang datang tiba-tiba bak seorang pahlawan mampu membuat Aditya bergemeretuk geram. Ada rasa kesal dan terbakar yang merambat di dadanya.
Panas. Aditya benar-benar panas saat ini.
-TBC-